Disaster

Kamis, 30 Agustus 2018

IF U KNOW THE RULE OF THE GAME, JUST ENJOY PLAYING THE GAME "" ( Karena dalam alam politik ga ada kawan sejati,, atau musuh abadi.. yg ada cuma kepentingan abadi.. )

Pak Prabowo itu dulunya calon wapres pasangan Bu Mega pas pilpres 2009.. Pak Fadli Zon itu juru kampanye Pak Jokowi dan Pak Ahok dgn baju kotak2nya di pilgub DKI 2012.. Pak Anies itu tim sukses Jokowi-JK plus mantan Menteri Pendidikan.. sebelumnya Pak Anies juga peserta capres versi konvensi Partai Demokrat.. sekarang nempel sama Pak Prabowo dan PKS..
Padahal dulu Pak Anies berkali2 dituding Syiah oleh PKS..

Pak SBY itu mantan Menterinya Bu Mega.. maju nyapres bareng pak JK didukung Pak Surya Paloh..

Pilpres berikutnya giliran Pak JK nyapres bareng Pak Wiranto melawan Pak SBY dan Pak Boediono yg didukung Pak Aburizal Bakrie..
Lalu kemana Pak Aburizal Bakrie??

Sekarang temenan sama Pak Prabowo yg dulu kompetitornya di pilpres 2009 dan lucunya teman dgn Bu Rachmawati yg notabene musuh besar pengusaha dan para militer.. wkwkwkwkwkkk

Masih ingat Pak Amien Rais.? Ini lebih unik lagi.. Menggulingkan Gus Dur sehingga Bu Mega naik padahal sebelumnya paling gak sudi Bu Mega jadi Presiden.. Dia berusaha keras agar Gus Dur jadi Presiden..

Pilpres berikutnya dgn jargon guru & anak petani ngelawan Pak SBY dan Pak Prabowo di pilpres 2004 dan 2009.. Sekarang Pak Amien Rais akrab dgn Pak Prabowo di kubu oposisi.. Padahal jaman 98 Pak Amien ini target Letnan Jenderal Prabowo utk di aman kan..

Bagaimana dgn PKS??
Semua juga udah tau ceritanya..
Para kader gila2an Black Campaign menjatuhkan Pak Prabowo di pilpres 2009 dan pilkada DKI 2012..
Lalu sekarang?? Berteman akrab ama Gerindra yg selama jaman Pak SBY adalah musuh bebuyutan..
Wkt itu PDIP & Gerindra oposisi,, sementara PKS masuk koalisi di Satgab Pak SBY..

Siapa lagi ya??
Hmm..

Ahmad Dhani.. Dulu geger dgn FPI krn masalah lambang agama di cover albumnya,, lalu bikin lagu "laskar cinta" buat nyindir FPI..
Dan sekarang,, yaaaa begitulah..

Jadi jangan kaget kalau2lah mana tau besok Bang Jonru jadi pembela Pak Jokowi.. Denny Siregar jadi pembela Pak Prabowo..
Nothing is Impossible !!!
Makanya hukum bermain politik itu
"if u know the rule of the game,, just enjoy playing the game.."😜

Karena dalam alam politik ga ada kawan sejati,, atau musuh abadi.. yg ada cuma kepentingan abadi..

Mari kita yg rakyat biasa ini ingat selalu bahwa politik itu permainan yg dinamis..
Maka jangan korbankan kawan, sahabat, sodara hanya karena berbeda pilihan politik.. Ambil sikap yang wajar2 ajalah..

Serta yang paling penting,, jangan libatkan anak2 kita dalam urusan pilihan politik..

Para kawula dewasa silahkan berdebat hebat dgn segala teori tapi biarkan anak-anak itu tumbuh dengan dunianya..
Dunia bermain dan bergembira tanpa peduli latar belakang suku, agama, ras dan antargolongan serta pilihan pilkada atau pilpres bapak ibunya..

Jangan wariskan generasi penh dendam..
Berbeda pendapat itu wajar dalam alam demokrasi,, yang jadi masalah ketika memaksakan kehendak kita dan menjelek2an yg lain..
Siap kalah dan siap menang...

Ahhhh lebih baik memperbanyak amal ibadah bantu dan peduli oada sesama,  membantu korban bencana dllli....

Mari minum kopi bersama biar tdk salah paham....


Oleh 

Gus brohem

Obrolan cangkrukan warung kopi

Minggu, 26 Agustus 2018

+Seluruh Lembaga Kemanusiaan / Relawan Kemanusiaan untuk Menjunjung Prinsip-Prinsip Kemanusiaan*

*Himbuan Kepada Seluruh Lembaga Kemanusiaan / Relawan Kemanusiaan untuk Menjunjung Prinsip-Prinsip Kemanusiaan*

Ditengah upaya seluruh pihak dan masyarakat Lombok untuk bangkit kembali paska rentetan gempa sejak 29 Juli dan 5 Agustus 2018 yang menyebabkan ratusan warga meninggal dan ratusan ribu warga kehilangan aset penghidupan yang memaksa mereka harus mengungsi.

Akhir-akhir ini di media sosial, diramaikan dengan adanya isu proselitisme (penyebaran keyakinan/agama) yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu kami menghimbau kepada seluruh para pekerja dan relawan kemanusiaan :

1.Para pekerja dan relawan kemanusiaan yang berkerja di Lombok untuk selalu menjunjung kode etik dasar kemanusiaan ( _The Humanitarian Principles_ ), yang meliputi : (i) _Humanity_ (Kemanusiaan), (ii) _Impartiality_ (Ketidakberpihakan), (iii) _Neutrality_ (Netralitas), (iv) _Independency_ (Independensi) dan (5) _Transparancy_ (Keterbukaan).

2.Menjunjung prinsip-prinsip akuntabilitas kemanusiaan yang salah satunya adalah non-proselitisme (tidak menyebarkan keyakinan / agama) yang berbeda dari keyakinan yang di anut penyintas.

3.Tidak menggunakan atribut-atribut keagamaan yang berbeda dari mayoritas  keyakinan  yang dianut oleh penyintas selama pemberian layanan  kemanusiaan.

4.Mengajak kepada seluruh Tokoh Agama (Tuan Guru, Ulama, Ustadz) di Nusa Tenggara Barat untuk turut serta memberikan penguatan mental dan spiritual kepada seluruh penyintas dan terlibat dalam proses pemulihan paska gempa.

5.Mehimbau seluruh pihak untuk melakukan konfirmasi ( _tabayyun_ ) terkait informasi-infomasi yang beredar di media sosial sebelum menyebarkan kembali untuk mengurangi informasi yang menyesatkan ( _hoax_ ) dan fitnah.

6.Jika menemukan kasus-kasus yang mengganggu proses penanganan penyintas untuk Lombok kembali Bangkit, dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak keamanan setempat dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri.

7.Memberikan jaminan kepada seluruh pihak bahwa seluruh anggota relawan yang turut memberikan dukungan kemanusiaan di Lombok, akan selalu berpegang pada kode etik dasar  kemanusiaan & 13 prinsip standar akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan ( Idependensi, Komitmen Organsisasi, Kompetensi, Non Diskriminasi, Partisipasi, Transparansi, Koordinasi, Pembelajaran dan Perbaikan, Kemitraan, *Non-Proselitisme*, Mekanisme Umpan Balik, Kemandirian, dan Keberpihakan terhadap Kelompok Rentan).

Diharapkan seluruh pihak dapat mengindahkan himbauan ini, sehingga proses dukungan kemanusiaan untuk lombok kembali bangkit dapat terlaksana dengan effektif dan effisien.

By.  Gus Brohem
Satgas kebencanaan di shelter Ds.  Manggala,  Kec. Pemenang Kab. Lombok  Utara

KAWASAN RESIKO GEMPA (K. R. B GEMPA)

KAWASAN BERISIKO GEMPA

Jadi dipetakan terlebih dahulu suatu kawasan itu berisiko tinggi, sedang atau rendah. Caranya sederhana yaitu
1. KAWASAN RISIKO BENCANA GEMPA (KRB GEMPA) TINGGI
Bila desain dan standar bangunan jelek (tidak sesuai aturan tahsn gempa) dan laisan tanah di bawahnya jelek (lembek/lunak)
Bangunan yang dimaksudkan disini ternasuk rumah tinggal, infrastruktur dsb. Kriteria jelek, sedang dan baik sudah ada standar yang bisa diacu seperti SNI Bangunan Tahan gempa.
Respon tanah terhadap gelombang gempa bisa bermacam macam bisa amplifikasi (amplitudo gelombang gempa membesar sehingga magnitudonya menibgkat); bisa likuifaksi atau yerjadi perubahan lapisan tanh menjadi cairan yang mengalir saat dilewati gelombang gempa. Tanah juga ada standarnya
2. KRB GEMPA SEDANG
Bila desain bangunannya baik, tanahnya jelek. Atau desain bangunannya jelek, tanahnya baik
3. KRB GEMPA RENDAH
Bila desain bangunan baik dan lapisan tanah di bawahnya baik.

ARAHAN MITIGASINYA

Mitigasi merupakan aksi untuk menguramgi risiko gempa, mitigasi tidak mencegah gempa.
Bangunan disesuaikan dengan gempa terbesar yg pernah terjadi di kawasan itu dan lapisan tanah harus ada perbaikan serta ada rekayasa pondasi.

Oleh karena bangunan tahan gempa, perbaikan tanah dan rekayasa pondasi *mahal* maka bosa kembali ke warisan leluhur, misal untuk Indonesia dengan bangunan seperti rumah *Sasak di Lombok*.

Di Tuang dan di intisari Oleh :
Gus  Brohem

Refrensi dan Nara Sumber :
Prof. Amien Widodo

Rabu, 22 Agustus 2018

*Apa perintah Undang-Undang. Perihal STATUS BENCANA NASIONAL

Di tulis dan dituang oleh
Gus Brohem

Refrensi dari :
Chazali H. Situmorang/ Mantan Sekjen Kemensos 2007-2010

*PERINTAH UNDANG-UNDANG TENTANG STATUS BENCANA* *NASIONAL*

Persoalan menetapkan status bencana nasional,  terhadap terjadinya gempa bumi yang luar biasa di Lombok, dan dapat dirasakan sampai ke Bali, NTT, berulang-ulang ratusan kali, bahkan dua kali dengan skala 7.0 SR,  puluhan kali dengan sekala diatas 4 SR, meremukkan bangunan dan korban jiwa ratusan bahkan bisa bertambah ribuan di pulau yang terkenal dengan sebutan pulau seribu masjid, menjadi pembicaraan dikalangan pejabat pemerintah, politisi, pemerhati dan kelompok relawan sosial diberbagai media cetak, on line, dan televisi.

Yang teranyar, ada _statement_ penting dari 3 pejabat penting republik ini terkait dengan status bencana nasional tersebut.

*1.  STATMEN PROMONO ANUNG
       ( Sekertaris kabinet  )
disampaikan oleh  Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang dikutip dari CNN Indonesia;
Istana mengakui sektor pariwisata menjadi salah satu faktor pertimbangan pemerintah tidak menetapkan status bencana nasional terhadap gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Indonesia akan mengalami kerugian sangat besar apabila bencana alam di Lombok dinyatakan sebagai bencana nasional.
Menyatakan bencana nasional berarti bencana itu seluruh nasional, dan menjadikan _travel warning_. Negara-negara bukan hanya ke Lombok tapi bisa ke Bali dampaknya luar biasa, yang biasanya tidak diketahui oleh publik,
  Begitu dinyatakan bencana nasional maka seluruh Pulau Lombok akan tertutup untuk wisatawan dan itu kerugiannya lebih banyak.
  Penetapan status bencana nasional benar-benar bisa menutup pintu wisatawan dalam bahkan luar negeri ke seluruh Pulau Lombok hingga Bali.

2. STATMENT  WILLEM RAMPANGILEI
     ( Kepala BNPB)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengaku heran atas desakan sejumlah pihak agar pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo menetapkan status bencana nasional terhadap gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Mengenai status bencana seperti ini, saya akan awali dengan pertanyaan:
mengapa kita perlu status bencana nasional? Itu dulu.

Orang yang mengusulkan penetapan status bencana nasional, paham enggak

Ada tiga pertimbangan utama sebelum BNPB mengusulkan penetapan status bencana nasional ke Presiden.

Pertama,
Bila pemerintah daerah (pemda) tidak berfungsi pascabencana macam Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Kala itu, Pemda Aceh benar-benar lumpuh total menghadapi korban tewas mencapai lebih dari 200 ribu jiwa dan kerugian Rp49 triliun.

Pegawai Pemerintah Kabupaten Lombok Utara yang masih bekerja meski di bawah tenda.

Dalam hal ini kita lihat pemda masih berfungsi. Pemkab juga masih menjalankan fungsi kerja pemerintahan.

Kedua,
Bila tidak ada akses terhadap sumber daya nasional. Kenyataannya, Willem mengatakan pemerintah telah mengerahkan bantuan melalui kementerian dan lembaga, seperti melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan lain-lain.

Ketiga,
Bila ada regulasi yang menghambat penyaluran bantuan.

Kita juga punya regulasi kedaulatan. Contohnya, kita mengeluarkan uang secara cepat dan akuntabel yaitu penggunaan dana cadangan penanggulangan bencana yang berbentuk dana siap pakai.

Berdasarkan tiga pertimbangan itu,
saat ini pihaknya belum akan mengusulkan kenaikan status bencana gempa Lombok kepada Presiden.

3. STATMENT  HIDAYAT NUR WAHID.
( Wakil Ketua MPR )Hidayat Nur Wahid )

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritik alasan pemerintah yang hingga saat ini belum menetapkan gempa bumi di Lombok sebagai bencana nasional.

Hidayat menilai tak pantas jika pemerintah menganggap penetapan bencana nasional akan mengganggu sektor pariwisata di Lombok. "Sangat tidak pantas dong, masa hanya untuk kepentingan pariwisata kemudian ribuan korban terluka, ratusan korban yang meninggal kemudian puluhan ribu rumah yang rusak.

"Kondisi psikologis jutaan masyarakat bisa terganggu kemudian hanya dikorbankan untuk kepentingan pariwisata yang dalam tanda kutip itu kepentingan asing malah," tambahnya. Hidayat memandang bahwa penetapan bencana nasional tidak akan mempengaruhi sektor pariwisata di Lombok.

Menurut dia, dunia internasional akan semakin mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengatasi situasi pasca-gempa dengan adanya penetapan bencana nasional. "Mereka melihat Indonesia betul-betul aman, damai, hidup rukun sehingga terjadilah sebuah empati yang begitu luar biasa.

Mungkin mereka malah semakin jatuh cinta dengan Indonesia, sekaligus membawa bantuan untuk warga terdampak gempa di Lombok,

Hidayat pun berharap pemerintah segera menetapkan gempa di Lombok sebagai bencana nasional mengingat masyarakat yang mengungsi mengalami trauma dan kondisi psikologis yang harus ditangani secara cermat oleh pemerintah. "Lebih cepat lebih baguslah. Kita juga enggak tahu jangan-jangan nanti malam ada gempa lagi. Warga di sana mengatakan, jangankan 6,9, skala 4 saja mereka sudah sangat ketakutan, traumanya sudah sangat luar biasa," kata Hidayat.

*Apa perintah Undang-Undang?*

Dari pernyataan pejabat publik yang kami kutip diatas, jelas ada dua pendapat yang berseberangan. Politisi dan juga wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, berharap pemerintah harus segera menyatakan bencana alam di Lombok ditingkatkan statusnya menjadi Bencana Nasional dengan berbagai pertimbangan yang dapat kita pahami.  Sekretaris Kabinet dan Kepala BNPB cenderung tidak perlu peningkatan status menjadi Bencana Nasional dengan implikasi pariwisata dengan menurunnya wisatawan luar (asing), dan akan memberi dampak ekonomi masyarakat.

Mari kita lihat, apa perintah UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang  diundangkan tanggal 26 April 2007.  Undang-undang ini lahir setelah terjadi bencana alam Tsunami yang dahsyat di Aceh dan Nias tanggal 26 Desember 2004,  yang bukan lagi bersekala nasional tetapi sudah tingkat internasional. Indonesia sempoyongan menghadapi musibah dahsyat tersebut. Landasan hukum UU tentang Penanggulangan Bencana belum ada.  Hanya mengandalkan Bakornas PB yang kekuatannya hanya pada peraturan pemerintah.

Adanya UU Nomor 24 Tahun 2007, dan segera dibentuknya BNPB sesuai amanat UU, maka sistem perencanaan penanggulangan bencana sudah tersusun dengan baik,  dan dukungan APBN dan APBD terbentuk dan tersedia sesuai dengan kebutuihan.

Terkait status Bencana Nasional,  juga sudah jelas diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007. Kita kutip saja secara utuh Pasal 7 ayat (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; *c. penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah*; d. penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihakpihak internasional lain; e. perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana; f. perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan; dan g. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.

*Ayat (2) Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi: a. jumlah korban; b. kerugian harta benda; c. kerusakan prasarana dan sarana; d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan*.

Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan status dan tingkatan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan *Peraturan Presiden*.

Saya adalah salah seorang anggota Panja RUU Penanggulangan Bencana 11 tahun yang lalu dari unsur Pemerintah, yang ingat betul perdebatan terkait dengan indikator tingkat bencana nasional.  Persoalan  jumlah korban yang banyak semua sepakat, tetapi berapa banyak?. Kerugian harta benta sepakat, tetapi berapa besar jumlahnya?.

Kerusakan prasarana dan sarana sepakat, tetapi seberapa parah sehingga menganggu mobilitas manusia dan perekonomian. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana sepakat, tetapi apa sampai level propinsi, berapa propinsi, berapa kaupaten yang terdampak?. Dan dampak sosial ekonomi seberapa besar terhadap perekonomian dan kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat dan yang terdampak?.

Disepakati, karena sangat teknis dan memerlukan kajian yang mendalam,Pansus RUU PB, menyerahkan kepada Pemerintah untuk diatur secara detail dalam Peraturan Presiden.  Ternyata sampai saat ini , setelah saya cek kesana kemari, Perpresnya belum diterbitkan.

Akhirnya terjadilah penilain subyektifitas masing-masing pengamat, pejabat publik, politisi , relawan dalam menilai perlu atau tidaknya status Bencana Nasional. Kenapa perlu status tersebut. Sebab dengan dinyatakan Gempa Lombok sebagai Bencana Nassional, maka kewajiban Pemerintah melakukan mobilasi dana, sarana, dan kebutuhan lainnya harus dilakukan secara maksimal, sampai tahap rehabilitasi dan rekontruksi  bencana.

Apakah berani kita katakan korban bencana tidak besar karena hanya ribuan. Apakah berani kita katakan  kerugian harta benda sedkit?,  apakah berani kita katakan kerugian sarana dan prasarana tidak seberapa?. Apakah dengan 5  bahkan 10 Kabupaten dan 2 sampai 3 peopinsi teredampak berani kita katakan tidak luas dampaknya?. Kondisi sosial ekonomi yang bagaimana  kita katakan tidak besar pengaruhnya?. Keluar air mata kita membayangkannya.

Itu semua terjawab, jika Pemerintah menerbitkan aturan tentang indikator-indikator yangt terukur dalam bentuk Peraturan Presiden, dan  bukan dalam bentuk Instruksi Presiden.

Tidak ada istilah indikator pariwisata, wisatawan,  pegawai pemerintah masih berfungsi atau tidak, hsmbatan regulasi dan lainnya, terkait status Bencana Nasional.  Normanya sudah jelas tercantum dalam  pasal 7 ayat (2) UU 24/2007.

*Bagaimana solusinya?*

Disarankan agar Presiden karena kepentingan yang mendesak, atas nama Pemerintah sebagai   pemegang Mandat UU Nomor 24 Tahun 2007, menyatakan BENCANA GEMPA BUMI DI LOMBOK ADALAH BENCANA NASIONAL. MEMOBILASI SEMUA POTENSI YANG ADA BEKERJASAMA DENGAN PEMERINTAH PROPINSI , KABUPATEN/KOTA  UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN TANGGAP DARURAT, DAN TAHAP REHABILITASI DAN REKONTRUKSI UNTUK KORBAN BENCANA.

Secara paralel, segera dibentuk Tim Kerja lintas sektor untuk mempersiapkan Draft Perpres  Indikator Status bencana, dengan memberikan mandat prakarsa kepada BNPB.
Cibubur, 21 Agustus 2018/ Silahkan di share jika bermanfaat

Selasa, 21 Agustus 2018

*APA ITU Skala MMI (Modified Mercalli Intensity)*

7*Skala MMI (Modified Mercalli Intensity)*

Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan ini diciptakan oleh seorang vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala Mercalli terbagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi dari orang-orang yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta membandingkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Oleh itu skala Mercalli adalah sangat subjektif dan kurang tepat dibanding dengan perhitungan magnitudo gempa yang lain. Oleh karena itu, saat ini penggunaan Skala Richter lebih luas digunakan untuk untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Tetapi skala Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931 oleh ahli seismologi Harry Wood dan Frank Neumann masih sering *digunakan terutama apabila tidak terdapat peralatan seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa bumi di tempat kejadian*.

Refrensi  :
1.  BMKG
2.  IAGI  (ikatan Ahli Geology Indonesia)
3.  IABI. ( Ikatan Ahli ke-Bencana-an
                 Indonesia )

*PARA ORANG TUA - PARA GURU - TOKOH AGAMA,  PARA SETIAP PERSONAL TNI - POLRI,  PARA KASIE,  KABID dan KADIS DI JAJARAN ASN,  DAN SETIAP KEPALA PEMERINTAHAN MULAI LURAH HINGGA PRESIDEN, HARUS dan WAJIB TAHU* perihal /tentang / seputar *STRATEGI MEMBUNUH JIWA NASIONALISME DAN IDIOLOGY PANCASILA dan NILAI NILAI PEDOMAN PENGHAYATAN dan PENGAMALAN PANCASILA*


*STRATEGI MEMBUNUH JIWA NASIONALISME DAN IDIOLOGY PANCASILA dan NILAI NILAI PEDOMAN PENGHAYATAN dan PENGAMALAM PANCASILA*

Ketika ISIS menguasai sebuah wilayah, apa yang pertama dihancurkan? Semua ornamen sejarah dan artefak yang menjadi simbol kebesaran bangsa tersebut. Kenapa perlu dihancurkan? Agar tidak tersisa lagi rasa nasionalisme dan kebanggan masyarakat kepada bangsanya.

Dengan cara itukah ISIS atau Alqaedah menguasai sebuah bangsa. Mereka merusak semua hal yang bisa dijadikan sebagai pengikat masyarakat. Mereka menghancurkan sejarahnya. Mereka merubuhkan semua kebesaran bangsa tersebut.

Strategi yang sama juga dilakukan di Indonesia. Mereka mengharamkan hormat bendera. Mengharamkan nyanyi Indonesia Raya. Pokoknya mereka berusaha membendung segala sesuatu yang dapat membuat orang berbangga hati menjadi bagian dari Indonesia.

Tapi, mengharamkan hornat bendera terlaku vulgar. Menggaramkan Indonesia Raya terlaku kentara.

Gunakan cara yang lebih lembut.

Yang paling mudah adalah rusaklah rasa bangga menjadi orang Indonesia. Rendahkan mereka yang berusaha membawa nama harum bangsa ini. Hujat mereka. Agar tidak tersisa kebanggan sedikitpun terhadap sesuatu yang bernama Indonesia.

Jika rasa bangga bernegara sudah dikikis habis, akan mudah menguasai Indonesia. Rakyat akan merusak persatuannya sendiri. Akan menghancurkan prestasi-prestasi bangsanya sendiri.

Wajar saja jika kader P**S memuja Erdogan, pemimpin bangsa lain, dan melecehkan Presidennya sendiri. Sebab satu-satunya cara P**S bisa berkuasa adalah dengan merobohkan kecintaan rakyat terhadap Indonesia. Jika rakyat membenci segala yang berbau Indonesia, itulah kesempatan mereka untuk berkuasa.

Itu juga yang dilakukan HTI. Felix Siauw akan berkampanye terus untuk menghancurkan nasionalisme kita. Caranya dengan membenturkan rasa nasionalisme dengan Islam. Tujuannya agar publik bingung dan akhirnya neninggalkan kecintaan pada bangsanya. Jika nasionalisme sudah tercerabut dari hati rakyat maka khilafah baru bisa ditegakkan. Khilafah tidak mungkin tegak dalam masyarakat yang masih ada rasa cinta pada tanah airnya. HTI tahu benar soal yang satu ini.

Kampanye anti Islam Nusantara adalah salah satu strategi untuk membenturkan agama dan nasionalisme. Sesuatu yang sebetulnya sudah selesai dibahas oleh para pendiri bangsa, kini diungkit-ungkit lagi untuk dibenturkan.

Tradisi nasional dituding sesat. Cara berpakaian, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan sederhana yang khas Indonesia berusaha digerus.

Jika tidak mempan juga, susupkan perayaan-perayaan yang menjadi simbol nasionalisme dengan propaganda anti nasionalisme. Anak-anak TK yang masih polos, seragamkan dengan pakaian ala jihadis. Kampanyekan bahwa para jihadis yang suka menghancurkan berbagai negara itu juga bagian dari Indonesia.

Bilang saja itu pakaian perjuangan ala Rasul. Dengan tentara perempuan bercadar memanggul senapan AK 47. Padahal pakaian itu lebih mirip teroris.

Ada momen Asian Games. Seluruh dunia memuji acara pembukaanya. Itu menyebabkan rasa bangga kita sebagai orang Indonesia membuncah. Jangan dibiarkan. Ini harus dicegah. Jangan sampai rakyat tambah cinta dengan tanah airnya.

Maka coba saksikan sekarang. Lihat komentar akun-akun P*S di medsos. Mereka berusaha merusak kebanggaan Anda sebagai orang Indonesia. Mereka berusaha membuat acara itu jadi jelek. Mereka berusaha sekuat tenaga mempermalukan bangsanya. Segala hal remeh temeh dikomentari. Tujuannya agar Anda jangan pernah berbangga jadi orang Indonesia.

Lihat juga akun-akun simpatisan HTI, mereka berusaha mencerabut kecintaan Anda pada Indonesia.

Tujuan mereka untuk merobek rasa cinta tanah air bersambut dengan politisi kacangan. Mereka juga mempermasalahkan hal-hal kecil seolah tidak ikhlas jika bangsanya dipuji seluruh dunia. Kenapa? Karena kalau pemerintah mampu menghadirkan kebesaran kita sebagai bangsa, mereka merass kalah. Merasa terpojok. Sebab bagi mereka lebih untung bangsa ini rusak dan kerdil, dengan begitu nanti bisa merebut kekuasaan.

Maka lihatlah komentarnya. Aksi Presiden yang bermaksud terlibat intens dalam pembukaan Asian Games, untuk memeriahkan pesta olahraga itu jadi bahan nyinyiran. Apa tidak ada cara lain untuk mengkritisi?

Saya amat yakin sebagai manusia yang punya nilai artistik, apapun pilihan politik Anda, pasti kagum juga menyaksikan pembukaan acara Asian Games kemarin. Itu normal. Memang keren kok.

Bahkan seluruh dunia yang tidak punya urusan dengan copras-capres,  memujinya. Dengan tampilan itu, mereka jadi penasaran tentang Indonesia. Mereka kagum denga  kekayaan dan keindahan budaya dan keragaman etnis kita.

Tapi, sekali lagi. Jangan biarkan rasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia mengaliri semangat rakyat. Jangan biarkan rasa cinta tanah air membuncah di hati setiap orang.

Sebab mereka yakin. Hanya dengan menanam kebencian pada tanah airlah, mereka bisa berkuasa di Indonesia.

Jika rakyat masih memiliki rasa cinta pada bangsanya, orang-orang seperti mereka tidak akan pernah mendapat tempat di kursi kekuasaan.

"Padahal kalau makan bubur ayam, mereka masih memakai mangkok cap ayam jago, mas. Itu Indonesia banget, lho..."


By : Mbah Brohem





Senin, 20 Agustus 2018

me - LABEL - kan Status Bencana Menjadi STATUS BENCANA NASIONAL, banyak KONSEKUENSI yang Harus di tanggung oleh pemerintah Indonesia

*POTENSI NASIONAL MASIH MAMPU MENGATASI BENCANA LOMBOK, TANPA HARUS MENYATAKAN BENCANA NASIONAL*

Polemik terkait banyak pihak yang menginginkan status bencana gempa Lombok dinyatakan sebagai bencana nasional ramai dibicarakan di sosial media. Gempa besar beberapa kali terjadi menambah jumlah korban jiwa, kerusakan bangunan dan kerugian ekonomi.

Dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29/7/2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR (5/8/2018), 6,5 SR (19/8/2019 siang) dan 6,9 SR (19/8/2018 malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 trilyun.

Melihat dampak gempa Lombok tersebut lantas banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional. Wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa Penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali kota.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
5. dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Namun indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemerintah Daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak.

Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional pada saat itu karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda collaps atau tak berdaya. Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke Perintah Pusat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya semua tugas Pemerintah Daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja.

Dengan adanya status bencana nasional maka terbukanya pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. Ini adalah konsekuensi Konvensi Geneva. Seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesua banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004.

Yang utama adalah penanganan terhadap dampak korban bencana. Potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti. Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat Pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi.

Dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp 4 trilyun yang ada di Kementerian Keuangan dengan pengguna oleh BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang Pemerintah siap akan menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp 7 trilyun juga akan dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

Bahkan Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penangan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat.

Presiden terus memantau perkembangan penanganan gempa Lombok. Bahkan Presiden telah hadir ke Lombok dan memberikan arahan penanganan bencana.

Banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional. Hampir semua. Kita kerahkan personil dari unsur pusat seperti TNI, Polri, Basarnas, kementerian lembaga terkait dan lainnya. Bantuan logistik dari BNPB, TNI, Polri dan lainnya. Rumah sakit lapangan dari Kementerian Kesehatan dan TNI. Santunan dan bantuan dari Kementerian Sosial. Sekolah darurat dari Kementerian PU Pera dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa. Dan lainya. Semua sudah mengerahkan sumber daya ke daerah. Jadi relevansi untuk status bencana nasional tidak relevan.

Dalam penanganan bencana, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah maka kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh.

Dalam prakteknya di dalam penanganan bencana-bencana besar di Indonesia, hampir semuanya berasal dari bantuan pemerintah pusat. Namun kendali dan tanggung jawab tetap ada di pemerintah daerah tanpa harus menetapkan status bencana nasional. Penanganan bencana seperti gempa Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, tsunami Mentawai 2010, banjir bandang Wasior 2010, banjir Jakarta 2013, banjir bandang Manado 2014, kebakaran hutan dan lahan 2015, erupsi Gunung Sinabung 2012 sampai sekarang, erupsi Gunung Kelud 2014, gempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya sebagian besar penanganan skala nasional dan bantuan dari pusat. Tanpa menetapkan status bencana nasional.

Memang, ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Ini disampaikan banyak pihak tanpa memahami aturan main dan konsekuensinya.

Qqqqq1zzW. Lk Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada msyarakat yang terdampak. Pemda tetap berdiri dan dapat menjalankan tugas melayani masyarakat. Pemerintah pusat pasti membantu. Skala penanganan sudah skala nasional. Potensi nasional masih mampu untuk menangani bencana gempa Lombok hingga pascabencana nantinya.

Mari kita bersatu. Bencana adalah urusan kemanusiaan. Singkirkan perbedaan ideologi, politik, agama, dan lainnya untuk membantu korban bencana. Masyarakat Lombok memerlukan bantuan kita bersama. Energi kita satukan untuk membantu masyarakat Lombok.




Refrensi:

Ki Sutopo

Minggu, 12 Agustus 2018

Bayi dan anak-anak termasuk kerlompok rentan bersama dengan ibu hamil, lansia dan disabilitas. Mereka perlu mendapat perlakukan khusus karena rentan selama di pengungsian.

*KORBAN GEMPA LOMBOK MEMERLUKAN BANYAK BANTUAN, TAPI HINDARI BANTUAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DAN ANAK*
 
Dampak gempabumi 7 SR yang diikuti ratusan gempa susulan telah meluluhlantakkan Lombok. Data korban akibat gempa terus bertambah. Terdapat 387.067 jiwa pengungsi yang tersebar di ribuan titik. Pengungsi terus memerlukan bantuan karena belum semua kebutuhan dasar pengungsi terpenuhi. Bahkan hingga Sabtu (11/8/2018) masih terdapat pengungsi yang belum mendapat bantuan karena sulitnya akses untuk menjangkau lokasi pengungsi.

Pengungsi tersebar di ribuan titik yang terdapat di Kabupaten Lombok Utara 198.846 orang, Kota Mataram 20.343 orang, Lombok Barat 91.372 orang, dan Lombok Timur 76.506 orang. Dari 387.067 jiwa pengungsi tersebut terdapat bayi dan anak-anak yang perlu mendapat perlakukan khusus selama mengungsi.

Bayi dan anak-anak termasuk kerlompok rentan bersama dengan ibu hamil, lansia dan disabilitas. Mereka perlu mendapat perlakukan khusus karena rentan selama di pengungsian.

Hingga saat ini belum ada data berapa jumlah bayi dan anak-anak dari 387.067 jiwa pengungsi. Tetapi diperkirakan terdapat puluhan ribu jiwa. Data sementara di Kabupaten Lombok Utara terdapat1.991 jiwa balita berusia nol sampai lima tahun dan 2.641 jiwa anak-anak berusia enam sampai sebelas tahun.
 
Pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak dapat dilakukan sembarangan di pengungsian. Bagi ibu dan bayi yang masih menyusui harus mendapat perhatian. Air susu ibu merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Menyusui dalam kondisi darurat harus terus dilakukan oleh ibu kepada balitanya. Tidak bisa digantikan dengan susu formula. Sebab terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, alat memasak, botol steril dan lainnya sangat terbatas di pengungsian. Bahkan pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.

Dalam beberapa pengalaman saat terjadi bencana, apalagi skala bencananya besar yang menyebabkan banyak pengungsi pada saat tanggap darurat bencana, susu formula dan susu bubuk adalah bantuan umum diberikan dalam keadaan darurat. Sayangnya, produk-produk tersebut seringkali dibagikan tanpa kontrol yang baik dan dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak yang seharusnya masih harus disusui. Akibatnya, kasus-kasus penyakit diare di kalangan bayi usia di bawah enam bulan yang menerima bantuan susu formula dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak menerima bantuan itu.

Unicef dan WHO sebagai Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengingatkan bahaya pemberian susu formula di pengungsian. Banyak kasus saat bencana di dunia, pemberian susu formula kepada balita dan anak-anak justru meningkatkan penderita sakit dan kematian. Di Indonesia, kasus pascabencana gempa di Bantul Yogyakarta, hendaklah dijadikan pelajaran. Pemberian susu formula kala itu justru meningkatkan terjadinya diare pada anak di bawah usia dua tahun. Di mana ternyata 25 persen dari penderita itu meminum susu formula.

Oleh karena itu, dihimbau tidak ada donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Tidak perlu sumbangan susu formula, susu bubuk dan botol bayi dalam kondisi darurat bencana. Ibu yang menyusui anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis untuk meneruskan menyusui. Mereka tidak boleh sembarang diberikan bantuan susu formula dan susu bubuk.

Meski demikian, ada pengecualian, jika ada bayi yang tidak bisa disusui, bayi tersebut harus diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan susu tersebut, di bawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi harus tetap dimonitor.
 
Bagi pengungsi yang memiliki anak usia nol sampai enam bulan terus berikan ASI eksklusif. Bayi usia 6-9 bulan lanjutkan menyusui dan dapat diselingi dengan makanan sehat yang dibuat dengan disaring. Tekstur makanan lumat dan kental. Bayi usia 9-12 bulan lanjutkan menyusui dan ditambahkan makan dengan bahan makanan  sama dengan untuk orang dewasa. Tekstur makanan dicincang/dicacah, dipotong kecil, dan selanjutnya makanan yang diiris-iris. Perhatian respon anak saat makan. Selanjutnya bayi usia 12-24 bulan lanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih dan ditambahkan dengan makanan dengan perlakukan sama seperti bayi usia 9-12 bulan.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda, selimut, makanan siap saji, beras, MCK portable, air minum, air bersih, tendon air, mie instan, pakaian, terpal/alas tidur, alat penerang/listrik, layanan kesehatan dan trauma healing.

Diimbau masyarakat dan semua pihak untuk memerhatikan jenis bantuan yang diperlukan. Niat baik untuk membantu sesama agar justru tidak menimbulkan masalah baru khususnya bagi bayi dan balita di pengungsian.
 
Sutopo Purwo Nugroho
Kepala pusat Data Informasi dan Humas BNPB

Sabtu, 11 Agustus 2018

KLASTER NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Keputusan Kepala BNPB Nomor 173 tahun 2015 tentang klaster nasional penanggulangan bencana:

KLASTER NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
Keputusan Kepala BNPB Nomor 173 tahun 2015 tentang klaster nasional penanggulangan bencana:

1.  KLASTER KESEHATAN.
Tugasnya: 

Pelayanan Kesehatan, Pengendalian Penyakit, Penyehatan Lingkungan, Penyiapan Air Bersih dan Sanitasi yang berkualitas, Pelayanan Kesehatan Gizi, Pengelolaan Obat Bencana, Penyiapan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Bencana, Penatalaksanaan Korban Mati, Pengelolaan Informasi dibidang Kesehatan.

Koordinator : 

Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan 


Wakil Koordinator : Pusat Kedokteran, POLRI



2. KLASTER PENCARIAN DAN
    PENTOLONGAN
Tugasnya: 

Mengerahkan, Mengkoordinir, serta mengendalikan sarana dan personil dalam pelaksanaan operasi pencarian, penyelamatan, dan evakuasi terhadap korban bencana secara cepat, efisien dan efektif, Pengelolaan Informasi dibidang Pencarian dan Penyelamatan.

Koordinator : 

Direktur Operasi dan Pelatihan, BASARNAS


Wakil Koordinator : 

Wakil Asisten Operasi, Tentara Nasional Indonesia.



3. KLASTER LOGISTIK
Tugasnya: 

Pengadaan barang, sandang, permakanan dan peralatan, Bea Cukai (untuk barang yang dibawa dari luar negri/impor), Penyimpanan/Pergudangan, Distribusi Logistik, Keamanan Logistik, Pengelolaan Informasi dibidang Logistik.

Koordinator : 

Direktur Logistik, BNPB.


Wakil Koordinator : Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial.



4.  KLASTER PENGUNGSIAN DAN PERLINDUNGAN. 
Tugasnya: 

Penyiapan Dapur Umum, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan berbasis Gender, Tempat Pengungsian, Keamanan, Manajemen Pengungsian dan Penyiapan Hunian Sementara, Perlindungan Kelompok Rentan, Pengelolaan Informasi dibidang Pengungsian dan Perlindungan.

Koordinator : 

Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, Kementerian Sosial.


Wakil Koordinator : 

Asisten Operasi, POLRI



5.  KLASTER PENDIDIKAN. 

Tugasnya: 

Pelayanan Belajar Mengajar Formal dan Informal, Penyiapan Sekolah Darurat, Bimbingan dan Penyuluhan bagi Anak Dewasa, Kerohanian, Pengelolaan Informasi dibidang Pendidikan.
Koordinator : 

Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jendral, Kementerian Pendidikan.


Wakil Koordinator : 

Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama.




6.  KLASTER SAR-PRAS ,
Tugasnya: 

Pembersihan puing-puing/debris clearance, Penyediaan Alat Transportasi, Telekomunikasi dan Energi, Penyediaan Hunian Tetap, Penyediaan Air dan Sanitasi, Pengelolaan Informasi dibidang Sarana dan Prasarana.

Koordinator : 

Sekretaris Ditjen Cipta Karya,

 Kementerian Pekerjaan Umum
Wakil Koordinasi : 

Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika

Pengelolaan Sektor Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas, dan Air Minum, Industri Pengolah, Konstruksi, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa dan Pertanian, serta Pengelolaan Informasi dibidang Ekonomi.
Koordinator : Sekretaris Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian
Wakil Koordinator : Asisten Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.




8.  KLASTER PEMULIHAN DIRI.
Tugasnya: 

Penguatan Kapasitas pemerintah pusat/daerah untuk koordinasi, Revitalisasi fungsi pemerintah desa/camat/kabupaten/kota/provinsi, Pemulihan Layanan Publik, Sarana Pendukung kepemerintahan, Penguatan Kapasitas Perencanaan dan Pendanaan, Pengelolaan Informasi dibidang Pemulihan Dini.

Koordinator : 

Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Bencana, Kementerian  Dalam Negeri.


Wakil Koordinator : 

Asisten Deputi Koordinasi Kebijakan, Penyusunan dan Evaluasi Program Kelembagaan dan Tatalaksana, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB.

Senin, 06 Agustus 2018

PATAHAN FLORES APIT KEPULAUAN HINGGA TIMUR PULAU JAWA

Dua gempa besar yang menimpa Pulau Lombok dalam selang sepekan mengagetkan. Gempa yang pertama berkekuatan 6.4 (24 Km) pada tanggal 29 Juli 2018, kemudian gempa berikutnya berkekuatan 7.0 (15Km) pada tanggal 5 Agustus 2018. Dua gempa ini semakin meyakinkan keberadaan patahan Flores yang berada disebelah utara pulau-pulau Nusa Tenggara hingga disebelah utara Pulau Bali.

Patahan Flores dan subduksi disebelah selatannya mengapit kepulauan yang membentang di sebelah timur Pulau Jawa ini. Patahan yang disebut Patahan Flores ini dapat dikenali keberadaannya dari peta permukaan bawah laut (bathymetri) juga keberadaan gempa-gempa ini menunjukkan bahwa patahan ini sangat aktif.

Di Indonesia, selain pulau-pulau ini juga ada laut yang diapit dua subduksi aktif yaitu Laut . Silahkan baca disini : Laut Maluku Digoyang Dua Subduksi

Indonesia memang kaya dengan fenomena dinamika tektonik. Keunikan dan keaktifannya menjadi pusat pembelajaran gempa di dunia. Pertemuan tiga lempeng Asia, Autralia dan Pasifik ini terjadi sejak Mesozoikum ayau sekitar 250 juta tahun yang lalu saat terbentuknya kepulauan-kepulauan di Indonesia Timur.

Gempa memang merupakan fenomena alam, tidak ada yang mampu mengurangi atau menghilangkan. Namun pengetahuan yang terus dikembangkan akan mengurangi jumlah kerusakan, kerugian dan jumlah korban.

Dan sangatlah ironis jiwa banyak relawan kebencanaan di indonesia,  justru lebih dari pada berbondong bondong ramai ramai datang ke bencana tanpa di barengi dgn klaster kemampuan masing masing lembaga relawan,   dan sedikit yg memahami manajement bencana akibat gempa,  dan bencana yang lain,  

Mari kita belajar lebih dalam mengenal karakter,  type dan jenis bencana, di NKRI dan kita jadikan bencana yg ada dan yang terjadi di NKRI sebagai LABORATORIUM KEBENCANAAN DUNIA. 

Gus Bro

Sabtu, 04 Agustus 2018

Ijtima itu adalah pertemuan para ulama-ulama yang benar benar mujtahid, serta dengan pemahaman ilmu fiqih mumpuni yang bisa menghasilkan sebuah ijma.


Ijtima itu adalah pertemuan  para ulama-ulama yang benar benar mujtahid, serta dengan pemahaman ilmu fiqih mumpuni yang bisa menghasilkan sebuah ijma.

Hasil ijtima ulama para ulama mujtahid di Indonesia yang melahirkan ijma (keputusan) tidak pernah ada yang bersifat khusus untuk konsumsi politik praktis

Kalau ijtima menghasilkan ijma. Kalau jima menghasilkan orang. Jima kan artinya bersetubuh

Ijtima secara bahasa berarti pertemuan atau perkumpulan. Sedangkan ijma berarti hasil keputusan yang diperoleh lewat ijtima.j

Jika ada kegiatan bernama ijtima ulama maka legitimasi hasil ijtima itu sangat ditentukan oleh siapa saja ulama yang hadir. Menurutnya hanya ulama-ulama mujtahid dengan pemahaman ilmu fiqih mumpuni yang bisa menghasilkan sebuah ijma.

Tapi kalau sebagian pesertanya bukan ulama itu tidak bisa disebut ijtima ulama. Apa yang disebut ulama itu yang mengerti agama

Contoh, proses penentuan hari pertama bulan suci Ramadan di Kementerian Agama yang melibatkan sekira 65 ulama ahli falak (astronomi) dari berbagai ormas Islam besar di Indonesia. Proses itu menurutnya membuat keputusan yang diambil bersifat otoritatif.

ijtima ulama juga dikenal dalam tradisi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan ormas-ormas besar Islam lainnya. Di NU misalnya dikenal dengan istilah bahsul masyail, di Muhammadiyah majelis tarjih, dan di MUI komisi fatwa.



Sepanjang zaman dan historis NU,  Muhammadyah tidak pernah ada ijtima ulama di lembaga-lembaga tersebut yang menghasilkan putusan politik praktis seperti penyebutan langsung nama orang yang mesti dipilih menjadi pemimpin. Biasanya ijtima ulama untuk politik hanya merujuk kriteria ahlak dan keimanan.

NU enggak pernah menunjuk orang. Muhammadiyah juga setau saya tidak. Hanya menunjuk kriteria

Kalau mengikuti Alquran dan hadist kan tidak detail. Lebih banyak menunjuk kriteria supaya berlaku elastis

Nah bagaimana dengan berita heboh tentang ijtimah ulama dalam GNPF.

Melihat proses Ijtima Ulama GNPF tidak sepenuhnya merepresentasikan ulama mujtahid yang berasal dari ormas-ormas besar Islam di Indonesia. Sehingga keputusan atau ijma dari ijtima tersebut hanya mengikat orang-orang yang terlibat. Itu pun dengan catatan apabila proses pengambilan keputusannya dilakukan dengan argumentasi dalil agama yang mantap.


Open Gus bro hem

Saat giat seminar nasional di kantor NU Tingkat Propinsi

Jumat, 03 Agustus 2018

Apakah VAKSIN Tak Berlabel Halal Sama Dengan HARAM?


Apakah VAKSIN Tak Berlabel Halal Sama Dengan HARAM?

"Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi kepada tujuh anak kami sejak lahir. Ya, ini merupakan pelajaran untuk kita semua, khususnya para orangtua." Seorang bapak beranak tujuh memaparkan kisahnya. Anak keempatnya yang berusia 12 tahun baru saja meninggal dunia karena penyakit difteri, seperti dilansir media Tribunjateng pada tanggal 24 Juli 2018. Difteri diketahui sedang mewabah di beberapa kelurahan di Kota Semarang, dan upaya imunisasi outbreak response immunization (ORI) sudah dilakukan Dinas Kesehatan setempat pada pertengahan bulan Juli lalu. Difteri adalah salah satu penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, yaitu dengan vaksin kombinasi DPT (difteri, pertussis, dan tetanus). Rendahnya cakupan imunisasi di suatu wilayah, atau adanya anak-anak dengan status imunisasi tidak lengkap, bahkan tidak diimunisasi sama sekali, menjadi penyebab wabah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi ini. Penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, alasannya antara lain karena vaksin diragukan kehalalannya, sudah menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan menjadi salah satu faktor pertimbangan Komisi Fatwa MUI mengeluarkan Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi. Meskipun sudah dua tahun berselang sejak fatwa ini dikeluarkan dan disosialisasikan ke masyarakat, keraguan mereka terhadap imunisasi sepertinya masih ada. Pada bulan Agustus mendatang, vaksin MR akan diperkenalkan masuk ke dalam program imunisasi rutin balita dan anak sekolah di berbagai pulau di luar Pulau Jawa. Ketika kampanye imunisasi MR putaran pertama berlangsung di seantero Pulau Jawa tahun lalu, banyak reaksi masyarakat yang muncul, baik yang mendukungnya maupun yang menolaknya, lagi-lagi alasannya karena status kehalalan vaksin yang masih dipertanyakan. Maka menjelang kampanye imunisasi MR putaran kedua tahun ini, saya mencoba menjawab pertanyaan: “apakah vaksin yang tidak berlabel halal, artinya vaksin tersebut haram?”

“Kategori” Vaksin di Indonesia Berdasarkan Adanya Sertifikat Halal
Dalam hal ini, saya membagi vaksin yang beredar di Indonesia ke dalam empat kategori:
1. Vaksin tak berlabel halal, dan tidak ada keterangan tambahan apapun. Yaitu pada sebagian besar vaksin, antara lain semua produk vaksin Bio Farma, dan vaksin-vaksin impor seperti vaksin pneumokokus, vaksin hepatitis A, vaksin tifoid, dan vaksin MR yang sudah digunakan sejak tahun lalu, dan akan dimulai kampanye (masuk ke dalam program imunisasi nasional) di luar Pulau Jawa. Vaksin MR yang menjadi fokus pembahasan kali ini, mengingat jutaan anak berusia 6 bulan sampai kurang dari 15 tahun masuk dalam sasaran program dalam waktu dekat.
2. Vaksin tak berlabel halal, dan ada keterangan tambahan pada kemasannya: “pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi”. Yaitu pada vaksin-vaksin impor seperti vaksin kombinasi (kombo) yang mengandung vaksin polio suntik (IPV), vaksin rotavirus, dan vaksin cacar air (varisela) yang menggunakan stabilizer sukrosa (bukan gelatin babi).
3. Vaksin tak berlabel halal, dan ada keterangan tambahan pada kemasannya: “mengandung babi”. Yaitu pada vaksin impor varisela yang menggunakan stabilizer gelatin babi.
4. Vaksin yang sudah memperoleh sertifikasi halal MUI, yaitu vaksin meningokokus produk Novartis (Menveo).

Saya akan memberikan penjelasan dengan penekanan di poin pertama, dan berlanjut ke poin kedua dan ketiga. Tulisan ini harus dibaca utuh sampai akhir, karena pembaca akan mendapatkan kejelasan bahwa vaksin-vaksin di poin kedua dan ketiga ternyata tidak haram, dijabarkan dari sisi fikih (hukum) Islam. Kesimpulan di akhir tulisan mencoba merangkum dan mempermudah penjelasan panjang ini.

Menjelaskan Vaksin yang Belum Bersertifikat Halal MUI, tetapi Tidak Ada Keterangan Tambahan (“Kategori” Pertama)
Untuk memahami apakah suatu vaksin itu halal atau tidak, tentunya harus mengetahui apa saja kandungan vaksin.
Tulisan ini tidak akan menjelaskan kandungan detil seluruh vaksin,

dan saya sudah menuliskannya lengkap di dalam buku “Pro Kontra Imunisasi”, tetapi saya mencoba memaparkan secara singkat isi vaksin MR. Vaksin ini terdiri dari bahan aktif berupa virus campak (strain Edmonston-Zagreb) dan virus rubella (strain Wistar RA 27/3) yang dilemahkan, dan bahan-bahan tambahan lainnya yang disebut eksipien. Informasi produk vaksin MR-Vac yang diproduksi Serum Institute of India (SII) menyebutkan vaksin ini berisi eksipien antara lain: gelatin, sorbitol, histidin, alanin, tricine, arginin, dan lactalbumin hydrolysate. Dalam jurnal International Journal of Current Research yang dipublikasi pada bulan Februari tahun 2016, semua eksipien dalam vaksin MR ini berperan sebagai stabilizer, yaitu bahan yang digunakan untuk menjaga stabilitas vaksin selama dalam penyimpanan sampai saatnya digunakan. Perlu diketahui bahwa sebelum digunakan, vaksin harus disimpan dalam suhu dingin tertentu, yaitu 2 – 8 derajat selsius untuk vaksin kering seperti MR. Stabilisasi penting dalam penyimpanan berbasis suhu cold chain seperti ini. Bahan aktif yang diambil manfaatnya untuk menciptakan kekebalan tubuh terhadap penyakit campak dan rubella adalah virus hidup yang dilemahkan, dan tentunya sama sekali bukan barang haram atau najis. Kemungkinan adanya bahan yang dikhawatirkan haram ini biasanya ada pada eksipien (penjelasannya pada bagian vaksin kategori ketiga di bawah).

Sebagian besar vaksin yang beredar saat ini di Indonesia, dan belum diberi label halal karena belum disertifikasi oleh lembaga pemeriksa halal (LPH), dan tidak masuk ke kategori kedua dan ketiga di bawah, memiliki bahan-bahan aktif yang tentunya tidak sama, dan eksipien yang berbeda-beda juga. Produk-produk vaksin yang beredar di Indonesia sudah memiliki ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan vaksin-vaksin yang masuk kategori pertama ini tidak diberi keterangan tambahan “pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi” atau “mengandung babi” oleh BPOM RI. Kalaulah memang dalam proses pembuatan ijin edar (pengecekan dokumen-dokumen dan peninjauan proses produksi di lapangan) didapatkan kandungan babi, maka BPOM seharusnya memasukkan sebagian besar vaksin ini ke dalam kategori kedua atau ketiga. Maka masyarakat dapat menyimpulkan bahwa mayoritas vaksin tidak mengandung bahan haram. Bagaimana dengan vaksin MR yang tidak masuk dalam kategori kedua dan ketiga, dalam pelabelan di kemasannya? Apakah vaksin kategori pertama ini haram, karena belum ada sertifikat halal dari MUI? Silakan masyarakat menyimpulkan sendiri.

Bagaimana proses sertifikasi halal vaksin berjalan sejauh ini? Selain vaksin yang disebutkan dalam kategori keempat (tidak dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini), maka Bio Farma selaku BUMN yang memproduksi sebagian besar vaksin untuk kebutuhan lokal dalam negeri, sudah menjalankan tahapan menuju perolehan sertifikat halal MUI melalui LPH. Upaya untuk meregistrasikan produk vaksin mendapatkan sertifikat halal ternyata tidak singkat, harus satu per satu. Vaksin BCG adalah vaksin yang saat ini sedang diajukan untuk memperoleh sertifikat halal. Pihak LPH, dalam hal ini LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika) MUI juga harus meninjau langsung proses produksi vaksin, yang tidak selalu berjalan setiap hari.

Tata cara memperoleh sertifikat halal sudah dijelaskan dalam bab V Undang-Undang Republik Indonesia nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, atau UUJPH. Pelaku usaha memang yang pertama kali harus mengajukan permohonan sertifikat halal. Dengan kata lain, apabila produsen vaksin tidak mengajukan permohonan, maka sertifikat halal tidak akan pernah terbit. Undang-undang JPH sudah disahkan pada 17 Oktober 2014 oleh Presiden RI sebelumnya, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Perangkatnya berupa Badan Penyelenggara JPH (BPJPH) sendiri baru dibentuk tahun 2017 lalu, dan sampai sekarang Peraturan Pemerintah (PP) untuk pelaksanaan UU ini belum disahkan oleh Kementerian Agama, selaku penyelenggara, meskipun dikatakan bahwa rancangannya sudah final.

Lembaga pemeriksa halal yang seharusnya bisa terdiri dari berbagai macam lembaga mandiri pun baru satu yang diakui, yaitu LPPOM MUI.

Bagaimana dengan sertifikasi halal vaksin MR yang merupakan produk impor? Produsennya tidak berada di negeri ini, dan UUJPH menyebutkan produsen yang seharusnya mengajukan registrasi sertifikat halal. Di dalam bab VI pasal 47 UUJPH, produk halal luar negeri tidak perlu diajukan permohonan sertifikat halalnya, sepanjang sertifikat ini diterbitkan oleh LPH luar negeri yang telah melakukan kerja sama saling pengakuan. Ketentuannya diatur dalam PP yang sampai saat ini belum terbit. Artinya memang menunggu keluarnya sertifikat halal vaksin MR bukanlah hal yang mudah. Harus ada terobosan lain di luar sistem yang berlaku saat ini, untuk melahirkan vaksin MR yang berlabel halal MUI.

Vaksin “Kategori” Kedua
Bagaimana dengan vaksin kategori kedua yang mencantumkan keterangan tambahan dalam kemasan “pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi”? Apakah vaksin ini haram? Ketentuan pencantuman kalimat ini memang diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.1.23.3516 tentang produk obat yang bersumber atau mengandung bahan tertentu atau alkohol, tepatnya di Bab II, Pasal 3, ayat (8). Benarkah sebagian kecil vaksin yang sudah disebutkan contohnya di atas memang mengandung bahan bersumber babi, yaitu porcine? Dalam penjelasan vaksin kategori sebelumnya, disinggung bahwa adanya bahan yang dinilai haram terdapat dalam eksipien (akan dijelaskan lebih lanjut di pembahasan vaksin kategori ketiga). Keberadaan bahan yang diduga haram, yaitu porcine, juga masuk dalam penilaian BPOM RI, sejak dalam proses produksi awal vaksin. Bahan bersumber babi, tepatnya enzim tripsin babi (porcine-derived trypsin) memang digunakan pada beberapa vaksin virus, saat tahap awal proses produksi. Tujuannya untuk memisahkan virus yang sudah diperbanyak sebagai bahan dasar produk vaksin, dari media pembiakannya. Perlu diketahui, secara garis besar ada dua jenis vaksin: virus dan bakteri. Media pembiakan dan proses produksi awalnya pun berbeda. Ditambah lagi, tidak semua vaksin virus menggunakan tripsin babi ini. Ada yang sudah menggunakan teknologi DNA rekombinan, atau menggunakan tripsin bersumber selain babi. Dalam proses produksi selanjutnya, tripsin yang bersifat katalisator ini “dibersihkan”, supaya tidak mengganggu alur berikutnya, dan sampai menghasilkan vaksin yang efektif. Maka di produk akhir, sudah tidak didapatkan lagi tripsin babi. Dengan kata lain, tidak ada kandungan babi dalam produk akhir vaksin yang diberikan ke dalam tubuh manusia.

Apakah ini tetap berarti vaksin kategori kedua haram? Dalam ilmu fikih, dikenal konsep istihlak (استحلاك), yaitu bercampurnya benda haram/najis dengan benda lainnya yang suci dan halal, yang jumlahnya lebih banyak, sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya. Vaksin-vaksin yang masuk dalam kategori kedua ini mengalami proses serupa, yaitu di produk akhir sudah tidak didapatkan lagi tripsin babi. Maka dengan menggunakan konsep istihlak, vaksin-vaksin ini tidak dinyatakan haram.

Mengapa tidak menggunakan tripsin selain babi (porcine), misalnya tripsin sapi (bovine) atau buatan/rekombinan? Bukankah sudah jelas status halalnya selain dari babi? Salah satu syarat dasar vaksin adalah: efektif, yaitu mempu mencegah penyakit yang dituju. Apabila tidak efektif, maka percuma saja vaksin diproduksi, dan tentunya tidak akan lolos uji klinis (vaksin melalui tiga tahap uji klinis, sampai dinyatakan layak diproduksi massal. Inilah bukti kemanan vaksin). Untuk menciptakan vaksin yang efikasi dan efektivitasnya tinggi, seluruh komponen berperan, termasuk dalam alur produksi awal. Apabila salah satu bahan yang digunakan tidak menghasilkan vaksin yang baik, maka tentunya tidak dipakai. Maka sampai sini, prinsip al-dlarurat (الضّرورة) yang ditegaskan dalam Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tetap berlaku. Yaitu ketika belum ada alternatif vaksin lain yang tidak menggunakan tripsin babi, maka penggunaannya diperbolehkan.

Tentunya upaya mengembangkan vaksin berbahan seratus persen halal tidak berhenti di sini. Apalagi konsep darurat dalam fikih Islam dibatasi waktu. Tidak berlaku darurat untuk selamanya. Para ilmuwan muslim punya tanggung jawab terhadap pengembangan bioteknologi ini.

Konsep Darurat dalam Islam
Dalam kaidah fikih المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ (kesulitan membawa kemudahan), terdapat beberapa “cabang”, seperti الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات (keadaan terpaksa/darurat membolehkan sesuatu yang terlarang), yang bermakna sesuatu yang asalnya terlarang dalam pandangan syari’ah (hukum) Islam, menjadi diperbolehkan dalam keadaan terpaksa. Tetapi sifat keterpaksaan alias darurat ini tentunya tidak berlangsung sepanjang waktu, sesuai kaidah fikih lainnya: الضَّرُوْرَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا (sebuah keterpaksaan itu diukur sesuai kadarnya masing-masing) dan ما جاز لعذر بطل بزواله (apa yang diperbolehkan karena sebuah sebab, maka tidak diperbolehkan lagi kalau sebabnya sudah hilang).

Vaksin “Kategori” Ketiga
Jenis vaksin ini adalah yang banyak diperdebatkan, karena jelas dalam kemasannya tertulis “mengandung babi”, sesuai ketentuan dari BPOM RI yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apa sebabnya? Vaksin ini menggunakan gelatin babi (porcine-derived gelatine) yang terdapat di produk akhir, dan digunakan sebagai stabilizer. Gelatin adalah bahan yang diperoleh dari jaringan kolagen binatang, misalnya dari bagian tulang keras, tulang rawan, tendon, atau kulit. Di dalam vaksin, gelatin telah mengalami proses hidrolisis (reaksi pemecahan dengan molekul air), dan sebenarnya DNA babi sudah tidak terdeteksi sama sekali. Ini bukti bahwa gelatin di dalam vaksin sudah mengalami transformasi, dan berbeda zatnya dengan babi pada awalnya. Di dalam ilmu fikih, konsep ini dinamakan istihalah (استحالة).

Apakah zat yang mengalami istihalah tetap dinyatakan haram? Apakah konsep istihalah berlaku untuk babi? Dalam pertemuan “The Islamic Organization of Medical Sciences” di Kuwait tahun 1995, lebih dari 100 ulama dari berbagai negara yang hadir menyepakati bahwa gelatin babi hukumnya halal. Argumentasinya adalah konsep istihalah. Ulama internasional yang menghadirinya antara lain Syaikh Dr. Mohammad Sayed Tantawi (mufti Al-Azhar) dan Dr. Yusuf Qaradhawi (Qatar). Tetapi memang ada perbedaan pendapat dalam hal istihalah berlaku untuk zat haram seperti babi. Keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Organisasi Konferensi Islam), Al-Majma’ Al-Fiqhy Al-Islamy (Rabithah Al-‘Alam Al-Islamy), dan fatwa Dewan Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia berpendapat bahwa gelatin babi belum mengalami proses istihalah, sehingga hukumnya tetap najis (haram). Dalam hal ini artinya memang ada perbedaan pendapat, dan masing-masing memiliki argumentasinya sendiri.

Fatwa MUI tentang imunisasi memang tidak menyebutkan konsep istihlak dan istihalah dalam rinciannya. Hanya konsep al-dlarurat dan al-hajat yang disebutkan. Maka apabila kembali ke konsep darurat, ketika belum ada alternatif lain, vaksin yang mengandung gelatin babi bisa masuk ke dalamnya.

Bagaimana dengan negara-negara lainnya yang menggunakan vaksin-vaksin serupa di negara ini? Apakah vaksin-vaksin yang belum diakui status halalnya di Indonesia, dianggap tidak halal di negara-negara lain? Sebagai contoh, ada tiga vaksin produk impor yang juga beredar di Indonesia, ketiganya sudah mendapatkan sertifikat halal di luar negeri, tetapi belum mendapatkan sertifikat halal di Indonesia (kembali kepada aturan UUJPH yang sudah dijelaskan). Pertama, vaksin rotavirus bermerek Rotarix (vaksin kategori kedua) yang mendapatkan sertifikat halal dari Halal Food Council of Europe. Kedua, vaksin rotavirus bermerek RotaTeq (vaksin kategori kedua) yang mendapatkan sertifikat halal dari The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA). Ketiga, vaksin pneumokokus bermerek Prevenar (vaksin kategori pertama), yang mendapatkan sertifikat halal dari IFANCA juga. Maka, ketika ketiga vaksin ini dinyatakan halal di negara-negara lain, apakah di Indonesia tidak akan dinyatakan halal juga?

Vaksin MR sendiri yang merupakan produk impor sudah digunakan di lebih dari 141 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Malaysia dan Yaman. Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya juga menggunakan vaksin-vaksin impor yang sebagiannya sama dengan yang beredar di Indonesia. Perbedaan penentuan status halal vaksin memang dipengaruhi oleh cara pandang mazhab fikih yang digunakan di masing-masing negara.

Kesimpulan
1. Vaksin MR memang belum mendapatkan sertifikat halal MUI sampai saat ini, dengan alasan-alasan yang sudah dijelaskan di atas. Tetapi apabila menilik kandungan vaksin yang diungkapkan dalam informasi produknya, harus ada pembuktian bahwa vaksin ini memang mengandung bahan haram atau najis, jika ingin dikatakan haram. Sebelum ada pembuktian keharamannya, maka tidak tepat vaksin MR dinyatakan haram. Prinsip ini sesuai dengan kaidah fikih yang berlaku dalam urusan keduniaan/muamalah, yaitu :الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ (hukum asal segala sesuatu adalah boleh/mubah). Setiap hal yang berhubungan dengan urusan duniawi hukum asalnya adalah halal dan boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang menyatakannya haram.
2. Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi sudah memberikan rekomendasi bahwa: pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal bagi seluruh masyarakat, melalui implementasi sertifikasi halal seluruh vaksin. Langkahnya dimulai dari produsen mengajukan sertifikasi halal produk vaksinnya, sesuai alur tata cara memperoleh sertifikat halal, sesuai penjelasan UUJPH nomor 33 tahun 2014. Dalam hal ini, produsen vaksin lokal yang juga merupakan BUMN: Bio Farma sudah memulai langkahnya, dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, sesuai penjelasan sebelumnya.
3. Fatwa MUI tentang imunisasi tidak hanya memberikan rekomendasi terkait sertifikasi halal vaksin, tetapi juga memberikan rekomendasi nomor 1 (pertama), mendahului enam rekomendasi sesudahnya, bahwa: pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, salah satunya melalui pendekatan preventif. Imunisasi adalah upaya preventif. Dan di dua poin rekomendasi terakhir, tertulis pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan sosialisasi pelaksanaan imunisasi, serta orangtua dan masyarakat wajib berpartisipasi menjaga kesehatan, termasuk dengan memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi. Tujuh rekomendasi Fatwa MUI ini harus dipahami dan dilaksanakan secara utuh, dan saling melengkapi.
4. Program imunisasi yang sudah berjalan rutin di Indonesia sejak tahun 1977 sudah terbukti mengurangi angka penyakit berbahaya dan kematian. Vaksin adalah upaya pencegahan penyakit yang sangat efektif, dan dianggap salah satu terobosan besar di abad kedua puluh. Penyakit cacar “bopeng” (variola/smallpox) punah di tahun 1977 akibat keberhasilan program imunisasi, dan Indonesia sudah dinyatakan bebas polio pada tahun 2014. Upaya perolehan sertifikat halal yang membutuhkan waktu jangan sampai membuat masyarakat ragu akan manfaat vaksin, bahkan sampai menunda pemberiannya, yang dapat berdampak buruk meningkatnya penyakit menular berbahaya, kematian, dan kecacatan. Kaidah al-dlarurat dan al-hajat yang disebutkan dalam ketentuan umum fatwa MUI nomor 4 tahun 2016, ditambah kaidah istihalah dan istihlak yang sudah dijelaskan di atas, hendaknya membuat masyarakat makin yakin bahwa meskipun sampai saat ini belum ada sertifikat halal untuk sebagian besar vaksin, tetapi vaksin itu sendiri adalah produk yang boleh diberikan, dan dibenarkan dalam fatwa MUI tentang imunisasi. Ketentuan hukum dalam fatwa ini menuliskan bahwa: imunisasi pada dasarnya mubah, sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya penyakit tertentu. Bahkan di poin kelima (dari total enam poin), fatwa menyebutkan: dalam hal jika seseorang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, maka imunisasi hukumnya wajib.

Vaksin MR yang akan dimulai kampanyenya pada bulan Agustus 2018 ini di luar Pulau Jawa, adalah vaksin yang terbukti efektif mengurangi kematian dan penyakit berat akibat kompilkasi campak, dan mampu mengurangi kecacatan permanen akibat rubella.

5. Vaksin MR yang saat ini digunakan adalah produk impor dari perusahaan vaksin Serum Institute of India. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengimpornya lewat BUMN Bio Farma, dan mendistribusikannya lewat Bio Farma juga. Mengingat alur tata cara memperoleh sertifikat halal sesuai UUJPH tahun 2014 yang membutuhkan waktu tidak singkat dalam prosesnya, dan pemberian vaksin MR yang sudah berjalan setahun di Pulau Jawa dan akan meluas sampai ke seluruh Indonesia di tahun ini, maka saya menyarankan Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama yang menaungi BPJPH, dan MUI melakukan koordinasi khusus untuk melahirkan langkah tertentu agar masyarakat semakin yakin untuk mendapatkan imunisasi MR, meskipun sertifikat halal belum diperoleh. 
6. Sertifikat halal tidak mengubah kaidah-kaidah dalam beragama, dan tidak tepat dikatakan sebagai “harga mati” menentukan status halal atau tidaknya vaksin. Meskipun demikian, adanya sertifikat halal vaksin adalah hal yang sangat penting, sesuai rekomendasi dalam Fatwa MUI tentang Imunisasi dan amanah UUJPH. Keberadaan label halal MUI dapat memberikan ketenangan bagi seluruh masyarakat muslim di Indonesia dalam mendapatkan imunisasi.

Penutup
Memberikan imunisasi kepada seluruh kelompok masyarakat yang rentan adalah upaya yang sesuai dengan kaidah fikih لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ (tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan). Kaidah ini diambil dari hadits Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri Radhyallahu anhu dengan beberapa perawi (orang yang meriwayatkan hadits), dan dalam riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi terdapat tambahan matan (isi teks), َمَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه (“Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya, dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.”). Kaidah fikih ini mempunyai beberapa cabang, antara lain: الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ (sesuatu yang membahayakan (mudarat) itu harus dicegah semampunya), lalu kaidah الضَّرَرُ يُزَالُ (sesuatu yang membahayakan harus dihilangkan), kaidah  إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَّرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا (apabila berbenturan dua hal yang membahayakan, maka harus dihilangkan mudarat yang paling besar, meskipun harus mengerjakan mudarat yang lebih kecil), dan kaidah دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (mencegah bahaya itu lebih utama daripada menarik datangnya kebaikan). Program imunisasi adalah salah satu ikhtiar manusia dalam menjaga kesehatan dan mencegah penyakit berat, kecacatan, serta kematian, yang sesuai dengan kaidah-kaidah ini. Selain itu, salah satu maqashid syari’ah (tujuan-tujuan dibuatnya syariat Islam) adalah hifzun nafs, yaitu menjaga jiwa. Maka tidaklah lain syariat mulia ini diturunkan untuk mendatangkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan dan bahaya. Wallahu a’lam.

Terima kasih khususnya kepada dr. Muhammad Saifudin Hakim, MSc, yang telah menulis buku “Imunisasi: Lumpuhkan Generasi?” Penulis mendapatkan beberapa bahan tulisan terkait fikih dalam imunisasi dari buku ini.

*dr. Arifianto, Sp.A adalah penulis buku “Pro Kontra Imunisasi” dan “Berteman dengan Demam”

https://m.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/07/29/pcmn29396-apakah-vaksi-tak-berlabel-halal-sama-dengan-haram
[3/8 06:11] ‪+62 896-7156-9671‬: dan saya sudah menuliskannya lengkap di dalam buku “Pro Kontra Imunisasi”, tetapi saya mencoba memaparkan secara singkat isi vaksin MR. Vaksin ini terdiri dari bahan aktif berupa virus campak (strain Edmonston-Zagreb) dan virus rubella (strain Wistar RA 27/3) yang dilemahkan, dan bahan-bahan tambahan lainnya yang disebut eksipien. Informasi produk vaksin MR-Vac yang diproduksi Serum Institute of India (SII) menyebutkan vaksin ini berisi eksipien antara lain: gelatin, sorbitol, histidin, alanin, tricine, arginin, dan lactalbumin hydrolysate. Dalam jurnal International Journal of Current Research yang dipublikasi pada bulan Februari tahun 2016, semua eksipien dalam vaksin MR ini berperan sebagai stabilizer, yaitu bahan yang digunakan untuk menjaga stabilitas vaksin selama dalam penyimpanan sampai saatnya digunakan. Perlu diketahui bahwa sebelum digunakan, vaksin harus disimpan dalam suhu dingin tertentu, yaitu 2 – 8 derajat selsius untuk vaksin kering seperti MR. Stabilisasi penting dalam penyimpanan berbasis suhu cold chain seperti ini. Bahan aktif yang diambil manfaatnya untuk menciptakan kekebalan tubuh terhadap penyakit campak dan rubella adalah virus hidup yang dilemahkan, dan tentunya sama sekali bukan barang haram atau najis. Kemungkinan adanya bahan yang dikhawatirkan haram ini biasanya ada pada eksipien (penjelasannya pada bagian vaksin kategori ketiga di bawah).

Sebagian besar vaksin yang beredar saat ini di Indonesia, dan belum diberi label halal karena belum disertifikasi oleh lembaga pemeriksa halal (LPH), dan tidak masuk ke kategori kedua dan ketiga di bawah, memiliki bahan-bahan aktif yang tentunya tidak sama, dan eksipien yang berbeda-beda juga. Produk-produk vaksin yang beredar di Indonesia sudah memiliki ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan vaksin-vaksin yang masuk kategori pertama ini tidak diberi keterangan tambahan “pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi” atau “mengandung babi” oleh BPOM RI. Kalaulah memang dalam proses pembuatan ijin edar (pengecekan dokumen-dokumen dan peninjauan proses produksi di lapangan) didapatkan kandungan babi, maka BPOM seharusnya memasukkan sebagian besar vaksin ini ke dalam kategori kedua atau ketiga. Maka masyarakat dapat menyimpulkan bahwa mayoritas vaksin tidak mengandung bahan haram. Bagaimana dengan vaksin MR yang tidak masuk dalam kategori kedua dan ketiga, dalam pelabelan di kemasannya? Apakah vaksin kategori pertama ini haram, karena belum ada sertifikat halal dari MUI? Silakan masyarakat menyimpulkan sendiri.

Bagaimana proses sertifikasi halal vaksin berjalan sejauh ini? Selain vaksin yang disebutkan dalam kategori keempat (tidak dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini), maka Bio Farma selaku BUMN yang memproduksi sebagian besar vaksin untuk kebutuhan lokal dalam negeri, sudah menjalankan tahapan menuju perolehan sertifikat halal MUI melalui LPH. Upaya untuk meregistrasikan produk vaksin mendapatkan sertifikat halal ternyata tidak singkat, harus satu per satu. Vaksin BCG adalah vaksin yang saat ini sedang diajukan untuk memperoleh sertifikat halal. Pihak LPH, dalam hal ini LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika) MUI juga harus meninjau langsung proses produksi vaksin, yang tidak selalu berjalan setiap hari.

Tata cara memperoleh sertifikat halal sudah dijelaskan dalam bab V Undang-Undang Republik Indonesia nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, atau UUJPH. Pelaku usaha memang yang pertama kali harus mengajukan permohonan sertifikat halal. Dengan kata lain, apabila produsen vaksin tidak mengajukan permohonan, maka sertifikat halal tidak akan pernah terbit. Undang-undang JPH sudah disahkan pada 17 Oktober 2014 oleh Presiden RI sebelumnya, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Perangkatnya berupa Badan Penyelenggara JPH (BPJPH) sendiri baru dibentuk tahun 2017 lalu, dan sampai sekarang Peraturan Pemerintah (PP) untuk pelaksanaan UU ini belum disahkan oleh Kementerian Agama, selaku penyelenggara, meskipun dikatakan bahwa rancangannya sudah final.
[3/8 06:11] ‪+62 896-7156-9671‬: Lembaga pemeriksa halal yang seharusnya bisa terdiri dari berbagai macam lembaga mandiri pun baru satu yang diakui, yaitu LPPOM MUI.

Bagaimana dengan sertifikasi halal vaksin MR yang merupakan produk impor? Produsennya tidak berada di negeri ini, dan UUJPH menyebutkan produsen yang seharusnya mengajukan registrasi sertifikat halal. Di dalam bab VI pasal 47 UUJPH, produk halal luar negeri tidak perlu diajukan permohonan sertifikat halalnya, sepanjang sertifikat ini diterbitkan oleh LPH luar negeri yang telah melakukan kerja sama saling pengakuan. Ketentuannya diatur dalam PP yang sampai saat ini belum terbit. Artinya memang menunggu keluarnya sertifikat halal vaksin MR bukanlah hal yang mudah. Harus ada terobosan lain di luar sistem yang berlaku saat ini, untuk melahirkan vaksin MR yang berlabel halal MUI.

Vaksin “Kategori” Kedua
Bagaimana dengan vaksin kategori kedua yang mencantumkan keterangan tambahan dalam kemasan “pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi”? Apakah vaksin ini haram? Ketentuan pencantuman kalimat ini memang diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.1.23.3516 tentang produk obat yang bersumber atau mengandung bahan tertentu atau alkohol, tepatnya di Bab II, Pasal 3, ayat (8). Benarkah sebagian kecil vaksin yang sudah disebutkan contohnya di atas memang mengandung bahan bersumber babi, yaitu porcine? Dalam penjelasan vaksin kategori sebelumnya, disinggung bahwa adanya bahan yang dinilai haram terdapat dalam eksipien (akan dijelaskan lebih lanjut di pembahasan vaksin kategori ketiga). Keberadaan bahan yang diduga haram, yaitu porcine, juga masuk dalam penilaian BPOM RI, sejak dalam proses produksi awal vaksin. Bahan bersumber babi, tepatnya enzim tripsin babi (porcine-derived trypsin) memang digunakan pada beberapa vaksin virus, saat tahap awal proses produksi. Tujuannya untuk memisahkan virus yang sudah diperbanyak sebagai bahan dasar produk vaksin, dari media pembiakannya. Perlu diketahui, secara garis besar ada dua jenis vaksin: virus dan bakteri. Media pembiakan dan proses produksi awalnya pun berbeda. Ditambah lagi, tidak semua vaksin virus menggunakan tripsin babi ini. Ada yang sudah menggunakan teknologi DNA rekombinan, atau menggunakan tripsin bersumber selain babi. Dalam proses produksi selanjutnya, tripsin yang bersifat katalisator ini “dibersihkan”, supaya tidak mengganggu alur berikutnya, dan sampai menghasilkan vaksin yang efektif. Maka di produk akhir, sudah tidak didapatkan lagi tripsin babi. Dengan kata lain, tidak ada kandungan babi dalam produk akhir vaksin yang diberikan ke dalam tubuh manusia.

Apakah ini tetap berarti vaksin kategori kedua haram? Dalam ilmu fikih, dikenal konsep istihlak (استحلاك), yaitu bercampurnya benda haram/najis dengan benda lainnya yang suci dan halal, yang jumlahnya lebih banyak, sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya. Vaksin-vaksin yang masuk dalam kategori kedua ini mengalami proses serupa, yaitu di produk akhir sudah tidak didapatkan lagi tripsin babi. Maka dengan menggunakan konsep istihlak, vaksin-vaksin ini tidak dinyatakan haram.

Mengapa tidak menggunakan tripsin selain babi (porcine), misalnya tripsin sapi (bovine) atau buatan/rekombinan? Bukankah sudah jelas status halalnya selain dari babi? Salah satu syarat dasar vaksin adalah: efektif, yaitu mempu mencegah penyakit yang dituju. Apabila tidak efektif, maka percuma saja vaksin diproduksi, dan tentunya tidak akan lolos uji klinis (vaksin melalui tiga tahap uji klinis, sampai dinyatakan layak diproduksi massal. Inilah bukti kemanan vaksin). Untuk menciptakan vaksin yang efikasi dan efektivitasnya tinggi, seluruh komponen berperan, termasuk dalam alur produksi awal. Apabila salah satu bahan yang digunakan tidak menghasilkan vaksin yang baik, maka tentunya tidak dipakai. Maka sampai sini, prinsip al-dlarurat (الضّرورة) yang ditegaskan dalam Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tetap berlaku. Yaitu ketika belum ada alternatif vaksin lain yang tidak menggunakan tripsin babi, maka penggunaannya diperbolehkan.
[3/8 06:11] ‪+62 896-7156-9671‬: Tentunya upaya mengembangkan vaksin berbahan seratus persen halal tidak berhenti di sini. Apalagi konsep darurat dalam fikih Islam dibatasi waktu. Tidak berlaku darurat untuk selamanya. Para ilmuwan muslim punya tanggung jawab terhadap pengembangan bioteknologi ini.

Konsep Darurat dalam Islam
Dalam kaidah fikih المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ (kesulitan membawa kemudahan), terdapat beberapa “cabang”, seperti الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات (keadaan terpaksa/darurat membolehkan sesuatu yang terlarang), yang bermakna sesuatu yang asalnya terlarang dalam pandangan syari’ah (hukum) Islam, menjadi diperbolehkan dalam keadaan terpaksa. Tetapi sifat keterpaksaan alias darurat ini tentunya tidak berlangsung sepanjang waktu, sesuai kaidah fikih lainnya: الضَّرُوْرَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا (sebuah keterpaksaan itu diukur sesuai kadarnya masing-masing) dan ما جاز لعذر بطل بزواله (apa yang diperbolehkan karena sebuah sebab, maka tidak diperbolehkan lagi kalau sebabnya sudah hilang).

Vaksin “Kategori” Ketiga
Jenis vaksin ini adalah yang banyak diperdebatkan, karena jelas dalam kemasannya tertulis “mengandung babi”, sesuai ketentuan dari BPOM RI yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apa sebabnya? Vaksin ini menggunakan gelatin babi (porcine-derived gelatine) yang terdapat di produk akhir, dan digunakan sebagai stabilizer. Gelatin adalah bahan yang diperoleh dari jaringan kolagen binatang, misalnya dari bagian tulang keras, tulang rawan, tendon, atau kulit. Di dalam vaksin, gelatin telah mengalami proses hidrolisis (reaksi pemecahan dengan molekul air), dan sebenarnya DNA babi sudah tidak terdeteksi sama sekali. Ini bukti bahwa gelatin di dalam vaksin sudah mengalami transformasi, dan berbeda zatnya dengan babi pada awalnya. Di dalam ilmu fikih, konsep ini dinamakan istihalah (استحالة).

Apakah zat yang mengalami istihalah tetap dinyatakan haram? Apakah konsep istihalah berlaku untuk babi? Dalam pertemuan “The Islamic Organization of Medical Sciences” di Kuwait tahun 1995, lebih dari 100 ulama dari berbagai negara yang hadir menyepakati bahwa gelatin babi hukumnya halal. Argumentasinya adalah konsep istihalah. Ulama internasional yang menghadirinya antara lain Syaikh Dr. Mohammad Sayed Tantawi (mufti Al-Azhar) dan Dr. Yusuf Qaradhawi (Qatar). Tetapi memang ada perbedaan pendapat dalam hal istihalah berlaku untuk zat haram seperti babi. Keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Organisasi Konferensi Islam), Al-Majma’ Al-Fiqhy Al-Islamy (Rabithah Al-‘Alam Al-Islamy), dan fatwa Dewan Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia berpendapat bahwa gelatin babi belum mengalami proses istihalah, sehingga hukumnya tetap najis (haram). Dalam hal ini artinya memang ada perbedaan pendapat, dan masing-masing memiliki argumentasinya sendiri.

Fatwa MUI tentang imunisasi memang tidak menyebutkan konsep istihlak dan istihalah dalam rinciannya. Hanya konsep al-dlarurat dan al-hajat yang disebutkan. Maka apabila kembali ke konsep darurat, ketika belum ada alternatif lain, vaksin yang mengandung gelatin babi bisa masuk ke dalamnya.

Bagaimana dengan negara-negara lainnya yang menggunakan vaksin-vaksin serupa di negara ini? Apakah vaksin-vaksin yang belum diakui status halalnya di Indonesia, dianggap tidak halal di negara-negara lain? Sebagai contoh, ada tiga vaksin produk impor yang juga beredar di Indonesia, ketiganya sudah mendapatkan sertifikat halal di luar negeri, tetapi belum mendapatkan sertifikat halal di Indonesia (kembali kepada aturan UUJPH yang sudah dijelaskan). Pertama, vaksin rotavirus bermerek Rotarix (vaksin kategori kedua) yang mendapatkan sertifikat halal dari Halal Food Council of Europe. Kedua, vaksin rotavirus bermerek RotaTeq (vaksin kategori kedua) yang mendapatkan sertifikat halal dari The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA). Ketiga, vaksin pneumokokus bermerek Prevenar (vaksin kategori pertama), yang mendapatkan sertifikat halal dari IFANCA juga. Maka, ketika ketiga vaksin ini dinyatakan halal di negara-negara lain, apakah di Indonesia tidak akan dinyatakan halal juga?
[3/8 06:12] ‪+62 896-7156-9671‬: Vaksin MR sendiri yang merupakan produk impor sudah digunakan di lebih dari 141 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Malaysia dan Yaman. Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya juga menggunakan vaksin-vaksin impor yang sebagiannya sama dengan yang beredar di Indonesia. Perbedaan penentuan status halal vaksin memang dipengaruhi oleh cara pandang mazhab fikih yang digunakan di masing-masing negara.

Kesimpulan
1. Vaksin MR memang belum mendapatkan sertifikat halal MUI sampai saat ini, dengan alasan-alasan yang sudah dijelaskan di atas. Tetapi apabila menilik kandungan vaksin yang diungkapkan dalam informasi produknya, harus ada pembuktian bahwa vaksin ini memang mengandung bahan haram atau najis, jika ingin dikatakan haram. Sebelum ada pembuktian keharamannya, maka tidak tepat vaksin MR dinyatakan haram. Prinsip ini sesuai dengan kaidah fikih yang berlaku dalam urusan keduniaan/muamalah, yaitu :الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ (hukum asal segala sesuatu adalah boleh/mubah). Setiap hal yang berhubungan dengan urusan duniawi hukum asalnya adalah halal dan boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang menyatakannya haram.
2. Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi sudah memberikan rekomendasi bahwa: pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal bagi seluruh masyarakat, melalui implementasi sertifikasi halal seluruh vaksin. Langkahnya dimulai dari produsen mengajukan sertifikasi halal produk vaksinnya, sesuai alur tata cara memperoleh sertifikat halal, sesuai penjelasan UUJPH nomor 33 tahun 2014. Dalam hal ini, produsen vaksin lokal yang juga merupakan BUMN: Bio Farma sudah memulai langkahnya, dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, sesuai penjelasan sebelumnya.
3. Fatwa MUI tentang imunisasi tidak hanya memberikan rekomendasi terkait sertifikasi halal vaksin, tetapi juga memberikan rekomendasi nomor 1 (pertama), mendahului enam rekomendasi sesudahnya, bahwa: pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, salah satunya melalui pendekatan preventif. Imunisasi adalah upaya preventif. Dan di dua poin rekomendasi terakhir, tertulis pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan sosialisasi pelaksanaan imunisasi, serta orangtua dan masyarakat wajib berpartisipasi menjaga kesehatan, termasuk dengan memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi. Tujuh rekomendasi Fatwa MUI ini harus dipahami dan dilaksanakan secara utuh, dan saling melengkapi.
4. Program imunisasi yang sudah berjalan rutin di Indonesia sejak tahun 1977 sudah terbukti mengurangi angka penyakit berbahaya dan kematian. Vaksin adalah upaya pencegahan penyakit yang sangat efektif, dan dianggap salah satu terobosan besar di abad kedua puluh. Penyakit cacar “bopeng” (variola/smallpox) punah di tahun 1977 akibat keberhasilan program imunisasi, dan Indonesia sudah dinyatakan bebas polio pada tahun 2014. Upaya perolehan sertifikat halal yang membutuhkan waktu jangan sampai membuat masyarakat ragu akan manfaat vaksin, bahkan sampai menunda pemberiannya, yang dapat berdampak buruk meningkatnya penyakit menular berbahaya, kematian, dan kecacatan. Kaidah al-dlarurat dan al-hajat yang disebutkan dalam ketentuan umum fatwa MUI nomor 4 tahun 2016, ditambah kaidah istihalah dan istihlak yang sudah dijelaskan di atas, hendaknya membuat masyarakat makin yakin bahwa meskipun sampai saat ini belum ada sertifikat halal untuk sebagian besar vaksin, tetapi vaksin itu sendiri adalah produk yang boleh diberikan, dan dibenarkan dalam fatwa MUI tentang imunisasi. Ketentuan hukum dalam fatwa ini menuliskan bahwa: imunisasi pada dasarnya mubah, sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya penyakit tertentu. Bahkan di poin kelima (dari total enam poin), fatwa menyebutkan: dalam hal jika seseorang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, maka imunisasi hukumnya wajib.
[3/8 06:12] ‪+62 896-7156-9671‬: Vaksin MR yang akan dimulai kampanyenya pada bulan Agustus 2018 ini di luar Pulau Jawa, adalah vaksin yang terbukti efektif mengurangi kematian dan penyakit berat akibat kompilkasi campak, dan mampu mengurangi kecacatan permanen akibat rubella.

5. Vaksin MR yang saat ini digunakan adalah produk impor dari perusahaan vaksin Serum Institute of India. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengimpornya lewat BUMN Bio Farma, dan mendistribusikannya lewat Bio Farma juga. Mengingat alur tata cara memperoleh sertifikat halal sesuai UUJPH tahun 2014 yang membutuhkan waktu tidak singkat dalam prosesnya, dan pemberian vaksin MR yang sudah berjalan setahun di Pulau Jawa dan akan meluas sampai ke seluruh Indonesia di tahun ini, maka saya menyarankan Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama yang menaungi BPJPH, dan MUI melakukan koordinasi khusus untuk melahirkan langkah tertentu agar masyarakat semakin yakin untuk mendapatkan imunisasi MR, meskipun sertifikat halal belum diperoleh. 
6. Sertifikat halal tidak mengubah kaidah-kaidah dalam beragama, dan tidak tepat dikatakan sebagai “harga mati” menentukan status halal atau tidaknya vaksin. Meskipun demikian, adanya sertifikat halal vaksin adalah hal yang sangat penting, sesuai rekomendasi dalam Fatwa MUI tentang Imunisasi dan amanah UUJPH. Keberadaan label halal MUI dapat memberikan ketenangan bagi seluruh masyarakat muslim di Indonesia dalam mendapatkan imunisasi.

Penutup
Memberikan imunisasi kepada seluruh kelompok masyarakat yang rentan adalah upaya yang sesuai dengan kaidah fikih لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ (tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan). Kaidah ini diambil dari hadits Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri Radhyallahu anhu dengan beberapa perawi (orang yang meriwayatkan hadits), dan dalam riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi terdapat tambahan matan (isi teks), َمَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه (“Barangsiapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya, dan barangsiapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.”). Kaidah fikih ini mempunyai beberapa cabang, antara lain: الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ (sesuatu yang membahayakan (mudarat) itu harus dicegah semampunya), lalu kaidah الضَّرَرُ يُزَالُ (sesuatu yang membahayakan harus dihilangkan), kaidah  إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَّرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا (apabila berbenturan dua hal yang membahayakan, maka harus dihilangkan mudarat yang paling besar, meskipun harus mengerjakan mudarat yang lebih kecil), dan kaidah دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ (mencegah bahaya itu lebih utama daripada menarik datangnya kebaikan). Program imunisasi adalah salah satu ikhtiar manusia dalam menjaga kesehatan dan mencegah penyakit berat, kecacatan, serta kematian, yang sesuai dengan kaidah-kaidah ini. Selain itu, salah satu maqashid syari’ah (tujuan-tujuan dibuatnya syariat Islam) adalah hifzun nafs, yaitu menjaga jiwa. Maka tidaklah lain syariat mulia ini diturunkan untuk mendatangkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan dan bahaya. Wallahu a’lam.

Terima kasih khususnya kepada dr. Muhammad Saifudin Hakim, MSc, yang telah menulis buku “Imunisasi: Lumpuhkan Generasi?” Penulis mendapatkan beberapa bahan tulisan terkait fikih dalam imunisasi dari buku ini.

Sumber Refrensi :
*dr. Arifianto, Sp.A adalah penulis buku “Pro Kontra Imunisasi” dan “Berteman dengan Demam”

Arsip Blog