Sica Tamaro-Lautem-Los palos -Timor timur
tahun 1995
Oleh DSM Ibrahim ( ibrahim Da Silva)
Perkembangan
dinamika dan lingkungan strategis akhir akhir ini di Indonesia, ada indikasi perubahan dan pergeseran ,
sehingga spektrum ancaman bergeser dari ancaman bersifat non fisik ( perang ) kemasa depan bersifat perang urat syaraf sejak.
Satgas Seroja TimTim
Pada satuan brigade charlie Tim Tim
Atas
dasar itulah pola INTELEJENT Indonesia harus menyesuaikan dengan bentuk dan
sifat ancaman perang tersebut.
Kemajuan teknologi di dunia barat, mengharuskan sebagaii peluang
bagi intelijen Indonesia untuk mencapai tujuan dan kepentingan melindungi NKRI, disertai dengan mengintensifkan pengembangan SDM intelijen baik secara INTELEKTUAL maupun secara NASIONALISME,
Km harus sesuai tantangan yang dihadapi kedepan, setidaknya
perlu memenuhi beberapa kriteria, yakni gerak cepat, jemput bola, simpatik, kreatif,
dan nasionalis.
Gerak cepat dalam arti cepat memberikan reaksi terhadap
setiap situasi yang berkembang cepat. Intelijen tidak boleh ketinggalan
informasi yang tersedia di media-media sosial, terlebih kalah cepat
dengan unsur-unsur masyarakat biasa. Intelijen perlu bereaksi cepat,
tetapi harus akurat sebagaimana moto "velox et excatus". Intelijen harus
simpatik, menghadapi paradigma keterbukaan menghendaki model
"penggalangan" halus, tidak memberikan kesan menakutkan. Intelijen harus
kreatif, banyak akal, banyak ide terutama ketika menganalisis sesuatu
masalah.
Sedangkan nasionalisme harus tetap merupakan besifat WAJIB dan dasar pokok pijak
intelijen, dalam rangka menghadapi ancaman kedepan terhadap eksistensi,
integritas dan kedaulatan NKRI. Dalam nasionalisme tentu terkandung
sifat keberanian, semangat berkorban dan semangat pengabdian.
Intelijen masa kini dengan prestasi intelijen masa lalu, tentu tidak bisa dibandingkan, karena situasi dan tantangan yang dihahapi berbeda. Perubahan lingkungan strategis saat ini dibanding dengan masa lalu juga berbeda. Pada masa lalu, interaksi negara-negara di dunia ditandai rivalitas antara blok Barat dan blok Timur. Blok Barat yang anti komunis dipimpin Amerika Serikat. Sedangkan blok Timur yang berhaluan komunis - sosialis dipimpin oleh Uni Soviet. Berhubung Indonesia baru saja terhindar dari malapetaka pemberontakan-kudeta G30S-PKI, maka seakan Indonesia berada dalam orbit blok Barat. Kondisi ini tidak mudah bagi intelijen, sebab pada dasarnya kepentingan nasional RI tidak selamanya otomatis sejalan dengan blok Barat, dan tidak otomatis selamanya berseberangan dengan blok Timur.
Intelijen masa kini dengan prestasi intelijen masa lalu, tentu tidak bisa dibandingkan, karena situasi dan tantangan yang dihahapi berbeda. Perubahan lingkungan strategis saat ini dibanding dengan masa lalu juga berbeda. Pada masa lalu, interaksi negara-negara di dunia ditandai rivalitas antara blok Barat dan blok Timur. Blok Barat yang anti komunis dipimpin Amerika Serikat. Sedangkan blok Timur yang berhaluan komunis - sosialis dipimpin oleh Uni Soviet. Berhubung Indonesia baru saja terhindar dari malapetaka pemberontakan-kudeta G30S-PKI, maka seakan Indonesia berada dalam orbit blok Barat. Kondisi ini tidak mudah bagi intelijen, sebab pada dasarnya kepentingan nasional RI tidak selamanya otomatis sejalan dengan blok Barat, dan tidak otomatis selamanya berseberangan dengan blok Timur.
Dalam pengabdian pada kepentingan nasional, intelijen senantiasa berpegang pada adagium "tidak ada kawan atau lawan yang abadi, kecuali kepentingan".
Ambil contoh, nyata, bahwa dulu musuh AS adalah komunis. Setelah Uni Soviet dan negara-negara Eropa
Timur runtuh, komunis bukan lagi dirasakan sebagai musuh utama, dan saat
ini teroris menjadi musuh terbesarnya.
Bagi NKRI, kejahatan luar biasa
yang harus dihadapi adalah korupsi dan teroris, selanjutnya paham
liberal dan radikal lain yang dapat menggerus ideologi Pancasila, juga
perlu diwaspadai.
Sejarah membuktikan sesuai perkembangan dan dinamika
situasi, telah terjadi perubahan POLA , sehingga spektrum ancaman
juga berubah.
Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
ternyata bentuk ancaman dimasa mendatang juga berubah.
Ancaman dan
perang yang semula bersifat fisik militer, bergeser pada bentuk-bentuk
ancaman dan perang bersifat non fisik, multi-dimensi mencakup banyak
bidang, termasuk perang masa depan di dunia maya/cyber war.
Oleh karena itu, intelijen Indonesia juga perlu menyesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman - perang baru tersebut.
Intelijen Indonesia yang dikomandani oleh satu badan khusus
Terutama ampaknya sangat antisipatif.
Beberapa diantaranya adalah penyempurnaan organisasi dengan menyediakan sarana dan infrastruktur untuk perang urat syarat,
Selain itu juga telah dibentuk sebuah Deputi yang menghimpun
pasukan perang urat syaraf.
Dengan perkuatan dua deputi tersebut, intelijen
Indonesia diharapkan bukan hanya akan mampu menangkal ekses negatif
dampak serangan pihak asing yang mengarah pada pembentukan opini
sesat, namun jika diperlukan juga diharapkan mampu melakukan "specified
mission" lainnya.
Ancaman perang tanpa bentukr yang harus dihadapi Intelijen Indonesia, utamanya BAKIN cukup berat.
Sebagaimana perang fisik
yang memerlukan dukungan keunggulan teknologi, perang cyber sangat
dipengaruhi kecanggihan teknologi. Di bidang kecanggihan teknologi
inilah Indonesia harus mengakui ketinggalan terutama bila dihadapkan
dengan negara-negara Barat. Celakanya, masyarakat Indonesia sedang
gandrung menikmati kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi
ciptaan negara-negara lain, tanpa menyadari akan mudah menjadi sasaran
pembentukan opini pihak lain yang belum tentu sejalan dengan kepentingan
nasional RI.
Tentu saja, semua memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bagi intelijen
Indonesia, kemajuan teknologi yang dimiliki oleh negara-negara barat
sekalipun, harus dilihat sebagai peluang untuk pencapaian tujuan dan
kepentingan nasional. Itu sebabnya ketika menyadari kekurangan yang
dimiliki yakni bidang teknologi komunikasi, maka tidak ada pilihan lain
kecuali mengintensifkan pengembangan SDM intelijen, baik kecerdasannya
maupun nasionalismenya. Kecanggihan SDM yang terdukung oleh nasionalisme
tinggi akan mampu menyiasati kelebihan peralatan teknologi pihak lain,
agar menjadi sesuatu yang kondusif bagi kepentingan nasional RI.
Peran SDM dalam pelaksanaan tugas intelijen sangat penting. SDM intelijen populer dengan istilah "human intelligence" atau “humint”, sebagaimana perumpamaan yang berbunyi "the man behind the gun". Secanggih apapun teknologi yang digunakan, kalau humint-nya tidak punya semangat pengabdian, apalagi tidak cerdas, maka "senjata" yang ada ditangannya akan menjadi senjata makan tuan. Perlu dijaga keyakinannya bahwa apa yang dilakukan petugas intelijen akan bermanfaat bagi negara dan masyarakat banyak.
Peran SDM dalam pelaksanaan tugas intelijen sangat penting. SDM intelijen populer dengan istilah "human intelligence" atau “humint”, sebagaimana perumpamaan yang berbunyi "the man behind the gun". Secanggih apapun teknologi yang digunakan, kalau humint-nya tidak punya semangat pengabdian, apalagi tidak cerdas, maka "senjata" yang ada ditangannya akan menjadi senjata makan tuan. Perlu dijaga keyakinannya bahwa apa yang dilakukan petugas intelijen akan bermanfaat bagi negara dan masyarakat banyak.
Selanjutnya berbagai pendidikan dan refreshing course
kepada humint amat perlu dilakukan, terutama untuk meningkatkan
kemampuan, memelihara dan menyegarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilannya agar tetap menjaga dan meningkatkan profesionalitasnya
sebagai petugas intelijen. Sementara itu, yang berdimensi keluar,
keunggulan humint terkait upaya membangun jaringan agen di dalam negeri
maupun diluar negeri, perlu terus dikembangkan. Meskipun demikian, perlu
diingat bahwa operasi tertutup menggunakan jaringan agen memerlukan
dana dan resiko besar. Bagi intelijen Indonesia yang perlu dipupuk terus
adalah patriotisme dan semangat pengabdian kepada tanah air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar