Disaster

Selasa, 18 Oktober 2016

ANCAMAN INDONESIA DI MASA DEPAN ADALAH PERANG TANPA BENTUK ( IDIOLOGY TANPA BENTUK)

Di tulis saat di pos Teritorial (POSTER)  TNI
Sica Tamaro-Lautem-Los palos -Timor timur
tahun 1995
Oleh DSM Ibrahim ( ibrahim Da Silva) 
Satgas Seroja TimTim 
Pada satuan brigade charlie Tim Tim 

Perkembangan dinamika dan lingkungan strategis akhir akhir ini di Indonesia,  ada indikasi perubahan dan pergeseran , sehingga spektrum ancaman bergeser dari ancaman bersifat non fisik ( perang ) kemasa depan bersifat perang urat syaraf sejak. 

Atas dasar itulah pola INTELEJENT Indonesia harus menyesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman perang tersebut. 
Kemajuan teknologi di dunia barat,  mengharuskan sebagaii peluang bagi intelijen Indonesia untuk mencapai tujuan dan kepentingan melindungi NKRI,  disertai dengan mengintensifkan pengembangan SDM intelijen baik secara INTELEKTUAL   maupun secara  NASIONALISME,   
Km harus sesuai tantangan yang dihadapi kedepan, setidaknya perlu memenuhi beberapa kriteria, yakni gerak cepat,  jemput bola, simpatik, kreatif, dan nasionalis. 

Gerak cepat dalam arti cepat memberikan reaksi terhadap setiap situasi yang berkembang cepat. Intelijen tidak boleh ketinggalan informasi yang tersedia di media-media sosial, terlebih kalah cepat dengan unsur-unsur masyarakat biasa. Intelijen perlu bereaksi cepat, tetapi harus akurat sebagaimana moto "velox et excatus". Intelijen harus simpatik, menghadapi paradigma keterbukaan menghendaki model "penggalangan" halus, tidak memberikan kesan menakutkan. Intelijen harus kreatif, banyak akal, banyak ide terutama ketika menganalisis sesuatu masalah. 

Sedangkan nasionalisme harus tetap merupakan besifat WAJIB dan dasar pokok pijak intelijen, dalam rangka menghadapi ancaman kedepan terhadap eksistensi, integritas dan kedaulatan NKRI. Dalam nasionalisme tentu terkandung sifat keberanian, semangat berkorban dan semangat pengabdian.


Intelijen masa kini dengan prestasi intelijen masa lalu, tentu tidak bisa dibandingkan, karena situasi dan tantangan yang dihahapi berbeda. Perubahan lingkungan strategis saat ini dibanding dengan masa lalu juga berbeda. Pada masa lalu, interaksi negara-negara di dunia ditandai rivalitas antara blok Barat dan blok Timur. Blok Barat yang anti komunis dipimpin Amerika Serikat. Sedangkan blok Timur yang berhaluan komunis - sosialis dipimpin oleh Uni Soviet. Berhubung Indonesia baru saja terhindar dari malapetaka pemberontakan-kudeta G30S-PKI, maka seakan Indonesia berada dalam orbit blok Barat. Kondisi ini tidak mudah bagi intelijen, sebab pada dasarnya kepentingan nasional RI tidak selamanya otomatis sejalan dengan blok Barat, dan tidak otomatis selamanya berseberangan dengan blok Timur.


Dalam pengabdian pada kepentingan nasional, intelijen senantiasa berpegang pada adagium "tidak ada kawan atau lawan yang abadi, kecuali kepentingan". 

Ambil contoh, nyata,  bahwa dulu  musuh AS adalah komunis. Setelah Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur runtuh, komunis bukan lagi dirasakan sebagai musuh utama, dan saat ini teroris menjadi musuh terbesarnya.  

Bagi NKRI, kejahatan luar biasa yang harus dihadapi adalah korupsi dan teroris, selanjutnya paham liberal dan radikal lain yang dapat menggerus ideologi Pancasila, juga perlu diwaspadai.

 Sejarah membuktikan sesuai perkembangan dan dinamika situasi, telah terjadi perubahan POLA , sehingga spektrum ancaman juga berubah. 
Apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata bentuk ancaman dimasa mendatang juga berubah. 

Ancaman dan perang yang semula bersifat fisik militer, bergeser pada bentuk-bentuk ancaman dan perang bersifat non fisik, multi-dimensi mencakup banyak bidang, termasuk perang masa depan di dunia maya/cyber war.
 
Oleh karena itu, intelijen Indonesia juga perlu menyesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman - perang baru tersebut.

Intelijen Indonesia yang dikomandani oleh satu badan khusus  

Terutama ampaknya sangat antisipatif. Beberapa diantaranya adalah penyempurnaan organisasi dengan menyediakan sarana dan infrastruktur untuk perang urat syarat, 

 Selain itu juga telah dibentuk sebuah Deputi yang menghimpun pasukan perang urat syaraf. 

Dengan perkuatan dua deputi tersebut, intelijen Indonesia diharapkan bukan hanya akan mampu menangkal ekses negatif dampak serangan pihak asing yang mengarah pada pembentukan opini sesat, namun jika diperlukan juga diharapkan mampu melakukan "specified mission" lainnya.

Ancaman perang tanpa bentukr yang harus dihadapi Intelijen Indonesia, utamanya BAKIN cukup berat. 

Sebagaimana perang fisik yang memerlukan dukungan keunggulan teknologi, perang cyber sangat dipengaruhi kecanggihan teknologi. Di bidang kecanggihan teknologi inilah Indonesia harus mengakui ketinggalan terutama bila dihadapkan dengan negara-negara Barat. Celakanya, masyarakat Indonesia sedang gandrung menikmati kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi ciptaan negara-negara lain, tanpa menyadari akan mudah menjadi sasaran pembentukan opini pihak lain yang belum tentu sejalan dengan kepentingan nasional RI.

Tentu saja, semua  memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.  Bagi intelijen Indonesia, kemajuan teknologi yang dimiliki oleh negara-negara barat sekalipun, harus dilihat sebagai peluang untuk pencapaian tujuan dan kepentingan nasional. Itu sebabnya ketika menyadari kekurangan yang dimiliki yakni bidang teknologi komunikasi, maka tidak ada pilihan lain kecuali mengintensifkan pengembangan SDM intelijen, baik kecerdasannya maupun nasionalismenya. Kecanggihan SDM yang terdukung oleh nasionalisme tinggi akan mampu menyiasati kelebihan peralatan teknologi pihak lain, agar menjadi sesuatu yang kondusif bagi kepentingan nasional RI.

Peran SDM dalam pelaksanaan tugas intelijen sangat penting. SDM intelijen populer dengan istilah "human intelligence" atau “humint”, sebagaimana perumpamaan yang berbunyi "the man behind the gun". Secanggih apapun teknologi yang digunakan, kalau humint-nya tidak punya semangat pengabdian, apalagi tidak cerdas, maka "senjata" yang ada ditangannya akan menjadi senjata makan tuan. Perlu dijaga keyakinannya bahwa apa yang dilakukan petugas intelijen akan bermanfaat bagi negara dan masyarakat banyak. 

Selanjutnya berbagai pendidikan dan refreshing course kepada humint amat perlu dilakukan, terutama untuk meningkatkan kemampuan, memelihara dan menyegarkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya agar tetap menjaga dan meningkatkan profesionalitasnya sebagai petugas intelijen. Sementara itu, yang berdimensi keluar, keunggulan humint terkait upaya membangun jaringan agen di dalam negeri maupun diluar negeri, perlu terus dikembangkan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa operasi tertutup menggunakan jaringan agen memerlukan dana dan resiko besar. Bagi intelijen Indonesia yang perlu dipupuk terus adalah patriotisme dan semangat pengabdian kepada tanah air

Tidak ada komentar:

Arsip Blog