ADA PERGESERAN AKAR KONFLIK SOSIAL ERA GLOBALISASI, justru bukan dari AKAR RUMPUT, perbedaan BUDAYA, perebutan LAHAN. TAPI peran serta KEBIJAKAN PEMERINTAH satu diantaranya punya potensi timbulkan KERAWANAN SOSIAL DAN KONFLIK SOSIAL.
( by : gus bro...hem )
Selama puluhan tahun, kita, masyarakat dijadikan obyek pembangunan yaitu menerima saja apa yang diberikan pemerintah tanpa mereka tahu pemberian itu bermanfaat atau tidak. Memang tujuan negara ini memberi kesejahteraan dan rasa nyaman kepada rakyat tapi kenyataanya anugerah itu juga meninggalkan masalah bagi generasi berikutnya.
Generasi berikutnya sadar bahwa yang mengisi hasil pembangunan di daerahnya banyak dari luar daerah itu. Sebagai contoh pembangunan INDUSTRI, maka bisa terlihat bahwa sebagian besar yang bekerja di industri tersebut dari luar, masyarakat lokal sebagai pegawai rendahan. Hampir tidak ada yang di level pimpinan. Saat pihak industri ditanya KENAPA PEGAWAI banyak dari luar? Kata pihak industri "Kualitas pendidikan masyarakat lokal sangat rendah dan etos kerjanya mengkhawatirkan pabrik". Ini jelas menimbulkan kecemburuan sosial dan akan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk lokal.
Munculnya pencemaran baik limbah cair, debu, bau dll memicu kemarahan penduduk sekitar, apalagi saat pencemaran terjadi ada korban, ada kerusakan dan ada kerugian maka menambah marah penduduk lokal. Kejadian pencemaran sudah terjadi dimana mana dan konflikpun sudah terjadi. Seperti saat terjadi semburan gas yang membuat pusing masyarakat pada indistri migas, industri kimia, dsb. Peristiwa yang memgerikan saat terjadi semburan lumpur lapindo dan penanganannya berlarut larut.
Pembangunan sekarang inipun masih menganggap masyarakay sebagai obyek pembangunan yang harus menerima ANUGERAH dari pemerintah seperti rencana pabrik semen di Rembang yang sudah muncul konflik sebelum pabrik berdiri. Dan yang paling akhir kebijakan membangun untuk menambah kebutuhan energi listrik. Kebijakan energi ini ditawarkan dan banyak diambil investor Tiongkok yang membawa ahli sampai buruh dari luat. Ini menjadi polemik panjang sampai sekarang. Dan sekali lagi masyarakat lokal jadi penonton.
Waktunya memberlakukan rakyat sebagai subyek pembangunan ikut menentukkan kebijakan yang alan dilakukan dan pembangunan itu juga diikuti penyiapan sumber daya masyarakat. Begitu pembangunan tata ruang selesai, masyarakat siap berpartisipasi. Istilahnya TUMBU OLEH TUTUP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar