Sebagai anak manusia pasti selalu punya OBSESI, LUGAS, namun tetap mempunyai kekurangan - kekurangan, sebagai bagian dari kehidupan berbangsa, selalu menjaga nilai nilai perjuangan pahlawan kemerdeakaan bertanggungjawab dan kesatuan NKRI harga mati. sebagai bagian umat beragama, selalu berusaha meningkatkan keimanan, menjaga norma norma dan tuntunan agama yg aku yakini.
Disaster
Senin, 28 Oktober 2019
DISASTER MITIGASI BENCANA GEMPA DANGKAL sebagai EFEK DOMINO BENCANA SESAR PURBA dengam Zona atau cakupan wilayah luasan gempa DI ATASNYA TERDAPAT DAERAH PERKOTAAN / URBAN
What is *CONFUSE* SHELTER ?
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Mohon ijin sebentar untuk berbagi rasa berbagi info dan ilmu..., tentang perihal shelter yang biasa kita geluti, tiap saat, namun tetap menarik utk di bahas di kupas di kuluti, karena perkembangan ilmu itu selalu dinamis mengikuti zamannya
25/4 19:13] Djoko Soenjoto M.ibrahim:
Kadang masih banyak para person tagana agak "confuse", dgn istilah internasional: *transitional shelter, semi permanent shelter dan permanent shelter.*
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Saya rasa banyak teman2 lainnya yang juga mengalami hal yang sama atau _confuse_ ttg penggunaan istilah2 di *bidang shelter.* Hal ini mungkin karena tidak seperti bidang lainnya (misalnya WASH atau pendidikan), hanya beberapa lembaga yang memiliki staf yang bekerja penuh waktu untuk shelter, namun kemudian disaat terjadi bencana, banyak pekerja kemanusiaan yang kemudian "nyemplung" dan bekerja di bidang shelter. Sehingga, terkadang sukar untuk memastikan semua orang _up to date_ dengan perkembangan2 di bidang shelter.
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Mari kita semua mencoba belajar menela'ah, atau mencoba memahami beberapa penjelasan mengenai istilah2 yang digunakan di bidang shelter.
*Pertama, mengenai istilah "shelter". Dalam bahasa inggris, *shelter* memiliki arti luas dan punya beberapa pengertian. Anda dapat mencari shelter untuk berlindung dari badai, anda dapat memberikan shelter seorang anak dari pengaruh buruk lingkungan.... _*(sheltering a child from bad influences)*_, atau kita bisa memberikan shelter untuk orang terlantar, seekor anjing, atau membangun shelter untuk pemberhentian bus. *Arti kata yang luas ini adalah alasan mengapa istilah shelter digunakan untuk konteks kemanusiaan dan sampai saat ini terminologi yang digunakan masih "shelter" dikarenakan belum ada padanan kata yang pas di kosakata Bahasa Indonesia, untuk menerjemahkan/ memadankan shelter secara tepat.*
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Di konteks kemanusiaan, menyediakan shelter bagi para warga terdampak/ penyintas adalah merupakan sebuah *proses* mendampingi warga terdampak dalam menyediakan tempat *bernaung* yang layak dimana setiap orang memiliki *pilihan tersendiri* untuk pulih dari dampak bencana, dan memastikan warga terdampak dapat *bertransisi* dari kondisi yang tidak memiliki naungan yang layak menuju tempat tinggal permanen dengan kehidupan yang lebih baik.
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
*Proses* ini bisa melibatkan _*(atau tidak melibatkan)*_ penyediaan produk, jasa, uang, pelatihan, atau advokasi. Idealnya adalah bukan membuat warga terdampak untuk *'menuruti"* program yang ada, namun mendampingi *setiap* warga dan membantunya dalam perjalanan mereka menuju pemulihan/ kehidupan yang lebih baik. Shelter yang aman, nyaman, dengan proses yang bermartabat adalah merupakan satu hak asasi setiap manusia dan adalah tugas kita sebagai satuan tugas atau relawan kebencanaan yg konsisten mengambil bagian pada perlindungan dan jaminan sosial untuk membantu setiap orang bisa mendapatkan hak tersebut.
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Istilah *TRANSITIONAL SHELTER* digunakan pertama kali oleh *TOM CORSELISS BERSAMA TEAM* dari Shelter Centre dimana mereka mempublikasikan *Transitional Shelter Guidelines* di tahun 2008. Mereka mengusulkan bahwa seluruh shelter sebaiknya bisa ditingkatkan, bisa dijual kembali, bisa diperluas, bisa dipindahkan, bisa didaur ulang atau bisa dibongkar pasang, dan bisa digunakan ulang *(upgradable, resaleable, extendable, relocatable, recyclable or dismantlable and reusable).* Sesungguhnya yang mereka ingin lakukan adalah untuk mensosialisasikan kepada komunitas shelter di tingkat global untuk memikirkan mengenai jenis fan Macam bantuan apa yang disediakan untuk warga terdampak bisa membantu mereka untuk *BERTRANSISI* daripada terperangkap dengan kondisi shelter yang kemudian menjadi kawasan permukiman kumuh atau bantuan yang ada malah memperlambat upaya pemulihan menuju kehidupan yang lebih baik.
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Sayangnya, konsep ini kurang dipahami dengan baik oleh banyak lembaga, sehingga banyak yang kemudian mengubah nama program *TEMPOTARY SHELTER* menjadi "TRANSSITIONAL SHELTER*. dan lanjut saja desain programnya tanpa perubahan yang berarti. Banyak kritik dari donor dan lembaga lainnya yang kemudian melihat program *TRANSITIONAL SHELTER* diubah namanya menjadi *T -- SHELTER* namun analisis yang jelas mengenai bagaimana sebuah program shelter bisa membantu proses transisi sebuah keluarga.
Kenyataannya, *aspek transisi* adalah bukan hanya mengenai desain tertentu, namun menyediakan konsep dimana dilakukan kajian terkait aktivitas yang terkait dengan shelter. Pada setiap waktu, kita bisa melakukan kajian apakah bantuan yang kita sediakan untuk suatu keluarga benar2 membantu mereka atau malah menghambat proses mereka untuk *bertransisi* Salah satu contohnya adalah menyediakan terpal untuk keluarga yang atap rumahnya rusak (daripada sebuah tenda) atau menyediakan tenda untuk warga yang mesti relokasi dari lokasi tempat tinggalnya (dan dengan tenda, mudah untuk dibawa dan digunakan kembali). Menyediakan pelatihan dan peralatan pertukangan untuk membantu warga yang rumahnya rusak, atau membantu warga yang apartemennya rusak untuk tinggal di rumah kontrakan (karena pelatihan dan peralatan tidak akan membantu warga yang tinggal di apartemen untuk bertransisi dengan baik).
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Umumnya, membantu warga untuk bertransisi adalah dengan menggunakan pendekatan yang fleksibel dan membantu mereka untuk memilih opsi yang paling tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka. *Karena setiap keluarga memiliki karakterisitik, kapasitas, dan kerentanan yang unik dan berbeda dengan keluarga2 lainnya*
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Sedangkan untuk istilah "permanent shelter", istilah ini sebenarnya adalah istilah yang dihindarkan di tingkat global, dan lebih sesuai bila menggunakan istilah "tempat tinggal yang permanen dan aman". Seperti misalnya di Bangladesh saat ini, banyak pembangunan "permanent shelter" untuk warga Rohingya. Jenis nya permanen karena mereka tidak memiliki pilihan lainnya untuk pergi, namun juga bantuan yang ada ganyalah berupa shelter yang permanen dan bukanlah sebuah tempat tinggal yang aman dan permanen (misalnya sebuah rumah), yang dimana mereka bisa memulai kehidupan mereka yang lebih baik.
Djoko Soenjoto Malik Ibrahim Da silva [25/4/2019, 20:10]
Istilah semi permanen sebenarnya adalah unik untuk Indonesia. Semi permanen adalah salah satu kategori bangunan, dimana artinya sebagian berupa beton/semen dan bagian lainnya berupa kayu/ bambu. Beberapa lembaga banyak juga yang menggunakan istilah ini untuk menggambarkan jenis bantuannya. Pada kenyataannya, bangunan semi permanen adalah salah satu jenis bangunan yang paling sulit untuk dibangun dengan aman, karena perbedaan bahan bangunan bisa membuat kondisi bangunan menjadi rentan terhadap rayap dan rusak karena air dan juga memiliki struktur yang lemah. Rumah inti adalah opsi yang umumnya lebih disarankan, dengan cara menyediakan rangka inti dari sebuah rumah dengan menggunakan dinding sementara (RISHA menggunakan metode ini) atau Rumah tumbuh yang nantinya bisa dikembangkan lagi, atau biasa dinamakan "One-room shelter".
LEMPENG TEKTONIK DINAMO KEHIDUPAN DI BUMI
Pada tsunami eartquake, gelombangnya di pantai jauh lebih tinggi dibandingkan tsunami dari sumber gempa dengan magnitudo relatif sama.
Masyarakat di pesisir selatan Banyuwangi kini lebih rentan terkena tsunami. Mereka tinggal di kawasan yang diterjang tsunami pada 1994, perbukitan Tumpang Pitu juga telah dikepras.
Tsunami yang menghancurkan pesisir selatan Banyuwangi, Jawa Timur 25 tahun lalu terjadi tanpa didahului guncangan gempa kuat. Tiba-tiba saja gelombang tsunami setinggi hingga 10 meter menerjang pada Jumat, 3 Juni 1994, sekitar pukul 02.00.
Saat itu Bagong Irianto (59), warga Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggrahan, tengah menghitung uang sumbangan warga untuk cucunya yang baru saja dikhitan. Dari halaman rumahnya, terdengar dalang Subari yang memulai adegan gara-gara.
“Tiba-tiba saja ada suara ribut penonton. Kami kira awalnya ada maling tertangkap. Belum sempat kami berdiri, lantai rumah yang terbuat dari plester pecah dan mengeluarkan air,” kisah Bagong.
Bagong beserta istrinya, Sumiatun (70), selamat kendati seluruh uang yang dikumpulkan raib tersapu tsunami. Tetangganya juga banyak yang menjadi korban. Total sebanyak 215 orang tewas, 400 orang terluka, dan 1.000 rumah hancur. Sebagian besar korban berada di Dusun Pancer, Pantai Plengkung, dan Rajegwesi.
Seperti disampaikan Bagong, para penyintas yang lain juga mengaku tidak merasakan guncangan gempa kuat sebelum datangnya tsunami 1994. Mereka rata-rata baru mengetahui adanya bahaya setelah mendengar suara bergemuruh seiring datangnya gelombang.
Seperti disampaikan Bagong, para penyintas yang lain juga mengaku tidak merasakan guncangan gempa kuat sebelum datangnya tsunami 1994.
Padahal gempa pada 1994 itu, menurut rekaman United States Geological Survey tergolong besar, yaitu M 7,8 dan sumbernya 18,4 kilometer di bawah Samudera Hindia atau tergolong sangat dangkal. Gempa sebesar ini pada umumnya terasa sangat kuat.
”Karakter tsunami di Banyuwangi disebut sebagai tsunami earthquake,” ujar Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia (IATsI) Gegar Prasetya, yang dua minggu setelah kejadian melakukan survei di Banyuwangi. Survei ini merupakan yang pertama kali dilakukan peneliti Indonesia bersama ahli luar negeri dan mendorong pendirian Pusat Penelitian Tsunami di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Yogyakarta.
Istilah tsunami earthquakedimunculkan pertama kali oleh ahli seismologi dari Earthquake Research Institute (ERI), Tokyo University, Hiroo Kanamori, empat dekade lalu. Hal itu untuk membedakan dengan tsunami lain yang biasa terjadi. Tsunami kategori ini, gelombangnya di pantai jauh lebih tinggi dibandingkan tsunami dari sumber gempa dengan magnitudo relatif sama. Karena bahayanya kerap tidak disadari, sebagian menyebutnya stealth tsunami atau pembunuh senyap.
Pada tsunami eartquake, gelombangnya di pantai jauh lebih tinggi dibandingkan tsunami dari sumber gempa dengan magnitudo relatif sama.
Rekonstruksi yang dilakukan peneliti tsunami BPPT Widjo Kongko menunjukkan, daerah paling terdampak tsunami 1994 adalah pesisir selatan Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar. Tsunami tertinggi terjadi di selatan Jember, yaitu 10 meter (m) di pantai dan run up atau tinggi rambatan gelombang di darat 20 m. Tsunami juga melanda pesisir barat Bali dengan run uphingga 5 meter. Sedangkan waktu tiba tsunami rata-rata 25 – 30 menit setelah gempa.
Zona subduksi di Jawa memang rentan mengalami tsunami earthquake seperti juga terjadi di Pangandaran, Jawa Barat pada 2006. Menurut Gegar, ada beberapa kemungkinan kenapa Selatan Jawa rentan tsunami earthquake. Salah satunya ada gunung bawah laut yang posisinya mengganjal laju subduksi lempeng samudera di bawah lempeng benua. Karena ada ganjalan, runtuhnya batuan setelah gempa jadi perlahan.
Risiko ke depan
Berhadapan langsung dengan zona tumbukan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia, pesisir selatan Jawa termasuk selatan Banyuwangi, akan selalu menghadapi ancaman tsunami.
“Potensi tsunami senyap (tsunami earthquake) akan selalu mengintai selatan Jawa. Tsunami ke depan bisa lebih tinggi dari sebelumnya. Data Pusgen (Pusat Studi Gempa Bumi Nasional), potensi gempa dari megathrust di selatan Jawa Timur bisa mencapai M 8,9 SR
TSUNAMI
Kajian paleotsunami yang dilakukan Kepala Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto dan tim menemukan jejak tsunami di pesisir selatan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur dalam waktu bersamaan, yaitu sekitar tahun 1584-1856. Tsunami ini diduga sangat besar karena melanda daerah yang luas, lebih luas jangkauannya dibandingkan tsunami Banyuwangi pada 1994 atau Pangandaran 2006. Tsunami sekuat ini kemungkinan besar dipicu oleh gempa berkekuatan sekitar M 9 atau lebih.
Pemodelan oleh Widjo dengan parameter gempa bumi berkekuatan M 8,9 di lokasi yang sama dengan kejadian 1994 memiliki tinggi tsunami di pantai hingga 12,5 m di sepanjang pantai Jawa Timur. Sedangkan run up tsunami di daratan bisa mencapai 15-25 m, tergantung topografi dan tutupan lahan.
Padahal, permukiman di pesisir selatan Jawa saat ini lebih padat dibandingkan sebelumnya. Emy Sukarlan (59), Ketua RW 03, Dusun Pancer mengatakan, tsunami 1994 telah menghancurkan rumahnya yang berada di selatan jalan desa. Sebagian besar bangunan yang hancur saat itu memang di selatan jalan. Emy yang selamat dari tsunami karena saat kejadian berada di laut untuk mencari ikan, membangun kembali rumahnya di lokasi yang sama.
Bupati Banyuwangi saat itu, Purnomo Sidik telah merencanakan untuk mengosongkan permukiman di selatan jalan desa untuk dijadikan hutan pantai. Namun demikian, kebijakan ini tak pernah terwujud. Selain permukiman, di pesisir Pancer dibangun tempat wisata Panti Mustika Pancer yang mulai beroperasi empat tahun terakhir
“Kami memang dulu disuruh pindah, tetapi tidak mau. Pekerjaan kami nelayan, tidak mau tinggal jauh dari sumber mata pencaharian,” ujar Emy. Dibandingkan sebelum 1994, permukiman di zona rentan tsunami justru bertambah banyak.
TSUNAMI.
Padahal, kawasan perbukitan Tumpang Pitu, yang di masa lalu menjadi benteng dan tempat evakuasi dari tsunami telah dikepras untuk penambangan emas. Jika melihat tingkat risikonya, masyarakat di selatan Banyuwangi saat ini justru lebih rentan dibandingkan sebelum 1994.
Penghunian kembali kawasan terdampak tsunami sebenarnya tidak hanya terjadi di Banyuwangi, namun juga di daerah-daerah lain. Misalnya, pesisir utara Flores yang pernah terdampak tsunami 1992 dan Pangandaran setelah tsunami 2006.
Kajian para peneliti Earth Observatory of Singapore, Universitas Syah Kuala, Maynooth University, dan Oxford University yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences(PNAS) minggu lalu juga menunjukkan, Kota Banda Aceh yang kehilangan 160.000 penduduk akibat tsunami dahsyat pada 2004, sebelumnya juga pernah dilanda tsunami dengan kekuatan serupa pada tahun 1394. Kini, 15 tahun setelah tsunami 2004, pesisir Aceh kembali dipadati hunian.
Sebagai negara dengan garis pantai yang rentan tsunami terpanjang di dunia, tantangan terbesar untuk mengurangi risiko dan dampak bencana adalah persolan sosial dan lemahnya penegakan tata ruang. Jika sudah begini, ratusan miliar bahkan triliunan rupiah digelontorkan untuk membangun kembali daerah bencana akan kembali hancur dan korban jiwa berpotensi kembali berjatuhan jika siklus tsunami kembali datang….
Oleh :
Gus BrohemP
emilik Blogger ini, juga saksi hidup dan saat terjadi tsunami, sedang dalam tugas sbg pengawas pekerjaan teknik pembangunan Tempat Peleangan Ikan Pancer.
Sekaligus sbg Tim Evakuasi pasca terjadinya gempa dan tsunami,
Terlibat langsung dalam giat Ops SAR sbg tanggung jawab dalam menemukan kembali separuh lebih para pekerja yg terlibat di pekerjaan teknik pembangunan tempat pelelangan ikan pantai Pacer
Dan berhasil menemukan separuh lebih pekerja meski dalam kodisi A1 ( MD )