Disaster

Senin, 28 Oktober 2019

DISASTER MITIGASI BENCANA GEMPA DANGKAL sebagai EFEK DOMINO BENCANA SESAR PURBA dengam Zona atau cakupan wilayah luasan gempa DI ATASNYA TERDAPAT DAERAH PERKOTAAN / URBAN

MITIGASI GEMPA DAN TSUNAMI DIDAERAH WILAYAH PERKOTAAN ( URBAN AREA DISASTER )

 Judul kali ini mengetengahkan mitigasi gempa dan Tsunami di daerah perkotaan untuk menghindari korban jiwa dan kerusakan struktur yang berada di daerah yang terkena gempa maupun Tsunami. 

Pendekatan modelling di laboratorium untuk memprediksi kerusakan yang terjadi atau merancang struktur bangunan yang tahan gempa maupun Tsunami merupakan hal yang paling mungkin dilakukan mengingat penelitian dengan kondisi sebenarnya (skala penuh/full scale) merupakan hal sangat sulit dilakukan serta jika memungkinkan akan memerlukan biaya yang sangat mahal.

 Beberapa contoh modeling dengan alat shaking table dan centrifuge serta modeling analisis dengan finite element akan diuraikan dalam tulisan ini untuk memberikan gambaran mengenai hasil simulasi dibandingkan dengan kondisi sebenarnya.

 Pada akhirnya diharapkan hasil rancangan yang memenuhi persyaratan jika pada akhirnya model tersebut akan dibangun. Pendahuluan Indonesia merupakan daerah kepulauan yang diapit lempeng Eropa Asia - Australia di Selatan serta lempeng Pasifik dan Philipine dibagian Timur-Utara.

 Pergeseran diantara lempeng tersebut dapat mengakibatkan proses gempa terjadi disuatu titik kedalaman dan menjalar sepanjang patahan/sesar. Jika bidang patahan terjadi didasar laut kestabilan air laut terganggu secara vertikal maupun horizontal.

 Bahkan jika gempa yang terjadi magnitudenya besar (9 skala Richter) seperti Aceh terjadi sesar sepanjang ribuan kilometer sehingga menyebabkan terjadinya Tsunami (Desember 2004) yang menelan korban jiwa hampir 300.000 orang serta kerusakan infrastruktur yang amat besar. 

 Pada bulan Mei tahun 2006 kembali terjadi gempa tektonik di Selatan Yogyakarta juga akibat pergeseran lempeng Asia-Australia yang juga mengakibatkan korban jiwa mendekati angka 5000 jiwa dan kerusakan infra struktur yang besar. 

 Baru-baru ini di Pangandaran terjadi Tsunami dengan gelombang setinggi 5 meter menyapu daerah Pantai Pangandaran dan lagi-lagi terjadi korban jiwa sekitar 400 orang dan kerusakan infra struktur. 
 Dengan latar belakang kondisi Indonesia yang rawan gempa dan Tsunami ini, seminar mengenai mitigasi gempa didaerah perkotaan yang diprakarsai oleh Fakultas Teknik Unsrat ini amat tepat dan diharapkan dapat menghasilkan sesuatu hasil positif bagi pembangunan didaerah perkotaan yang rawan gempa dan Tsunami.

 Dengan perkembangan cepat yang terjadi di perkotaan diseluruh belahan dunia, bencana alam seperti banjir dan curah hujan diatas normal, periode musim kering yang berkepanjangan, dan serangan angin taufan, tanah longsor dan gempa bumi adalah ancaman umum bagi umat manusia. 

 Walaupun kemajuan mengenai pemahaman permasalahan bencana alam dan mitigasi bencana alam namun bagi sebagian besar orang masih banyak isu-isu yang belum terpecahkan.

 Didalam tulisan ini penggunaan pemodelan fisik untuk studi dari permasalahan struktur bangunan untuk memperkecil atau mengurangi akibat gempa dan tsunami ditinjau. Pemodelan fisik geoteknik adalah instrumen yang dapat diandalkan untuk mempelajari permasalahan struktur bangunan jika terjadi gempa dan Tsunami

 Beberapa aplikasi pemodelan fisik yang sesuai dengan keadaan aslinya dengan singkat dapat di kaji dampak gempa bumi, terutama gerakan tanah yang kuat adalah contoh dari pembebanan siklik yang tidak beraturan yang meliputi sebuah cakupan yang utuh dari karakteristik dan regangan geser serta karakteristik perilaku tanah dalam region. Konsekwensi pada tanah deposit seperti liquifaksi dan kegagalan lereng, atau penurunan yang besar dalam kaitan dengan lahan densification, dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada bangunan didaerah itu. Dengan begitu, didaerah seismic, kebutuhan akan analisis yang rasional dan perkiraan-perkiraan objektif yang memiliki resiko harta dan kehidupan bukan hanya kebutuhan akademis. 

 Pertemuan dua lempengan mengalami subduksi yang menyebakan terjadinya gempa tektonik Empat golongan kerusakan utama akibat gempa .

1. Ground shaking – Ini adalah gerakan tanah akibat gempa yang merupakan unsur utama penyebab keruntuhan struktur

 2. Liquefaction – Kehilangan strength pada pasir yang jenuh air akibat pembebanan siklik. Kondisi ini menyebabkan penurunan dan pergerakan lateral dari pondasi. Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lokasi yang berpotensi liquefaction dengan menghindari pembangunan diatasnya, atau cara lain membuat fondasi dalam sehingga terhindar dari liquefaction 

3. Bidang patahan (fault rupture) – Ini pergerakan patahan akibat gempa. Pergerakan dapat vertikal maupun horizontal.

 4. Landslide – Sering kali terjadi sebagai akibat dari terjadinya gempa. Perlu dihindari pembangunan diatas lereng atau dikaki dari lereng.



Tsunami

 Pengertian Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya Tsu berati pelabuhan dan nami berarti gelombang. Kata ini secara mendunia sudah diterima dan secara harfiah yang berarti gelombang tinggi/besar yang menghantam pantai/pesisir. Tsunami sendiri terjadi akibat gempa tektonik yang besar dilaut ( lebih besar dari 7.5 skala Richter dan kedalaman episentrum lebih kecil dari 70 km) yang mengakibatkan terjadinya patahan/rekahan vertikal memanjang (kasus Aceh patahan mencapai ribuan kilometer) sehingga air laut terhisap masuk dalam patahan dan kemudian secara hukum fisika air laut tadi terlempar kembali setelah patahan tadi mencapai keseimbangan. Kecepatan air/gelombang yang sangat cepat terjadi. Pada kasus Tsunami di Aceh kecepatannya dapat mencapai ratusan kilometer per jam nya. Antara terjadinya gempa dan Tsunami ada jeda waktu yang dapat digunakan untuk memberikan peringatan dini pada masyarakat. Pengalaman di Aceh menunjukkan peringatan dini belum berjalan. Secara diagramatis


Tsunami early warning system (TEWS)

 Hal sederhana yang dapat dilakukan untuk memberi peringatan dini bagi penduduk yang berada di sekitar kota/pantai yang memiliki potensi Tsunami adalah memberi peringatan melalui sirene atau televisi/radio lokal yang dapat dengan segera mensosialisasikan akan terjadinya Tsunami. Menurut pengalaman di Aceh ada jeda waktu sekitar 30 menit sampai gelombang mencapai pantai. Saat ini didaerah yang rawan seperti di Aceh dan Pangandaran sedang disiapkan perangkat alat pendeteksi dini untuk memperkirakan terjadinya gempa maupun Tsunami. Early warning system yang lebih sophisticated seperti pemasangan peralatan khusus baik dilaut maupun didarat perlu melibatkan semua unsur yang memiliki potensi untuk secara cepat memberikan peringatan dini. 
diagram design early warning untuk Tsunami lokal di Indonesia (sumber BMG) 


Mitigasi bencana gempa/Tsunami 

Jepang telah membangun dinding penahan Tsunami setinggi 4,5 pada daerah pantai yang padat penduduk. Namun ketika gempa tahun 1993 menimpa Hokaido, tinggi gelombang Tsunami mencapai 30m. Dinding penahan terlampaui namun tetap dapat mengurangi kecepatan dari Tsunami. Korban jiwa tetap tidak terhindarkan. Dinding semacam ini dapat digunakan di Aceh atau daerah lainnya (Pangandaran) yang rawan Tsunami, namun efektivitas dinding penahan tersebut perlu dilakukan penelitian. Pembuatan model dengan alat centrifuge dan melakukan uji di laboratorium dapat mensimulasikan tinggi gelombang yang dikehendaki. Mitigasi harus memperhatikan semua tindakan yang diambil untuk mengurangi pengaruh dari bencana dan kondisi yang peka dalam rangka untuk mengurangi bencana yang lebih besar dikemudian hari. Karena itu seluruh aktivitas mitigasi difokuskan pada bencana itu sendiri atau bagian/elemen dari ancaman. Beberapa hal untuk rencana mitigasi (mitigation plan) pada masa depan dapat dilakukan sebagai berikut:

 1) Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan penduduk 

2) Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code) disain yang sesuai. 

3) Melakukan usaha preventif dengan merealokasi aktiftas yang tinggi kedaerah yang lebih aman dengan mengembangkan mikrozonasi 

4) Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan dengan maksud menyerap energi dari gelombang Tsunami (misalnya dengan melakukan penanaman mangrove sepanjang pantai) 

5) Mensosialisasikan dan melakukan training yang intensif bagi penduduk didaerah area yang rawan Tsunami 

6) Membuat early warning sistem sepanjang daerah pantai/perkotaan yang rawan Tsunami

dsementara diagram dari mitigation planing proses (case study dari Regional all hazard mitigation Master Plan for Benton, Lane and Liin county, USA ).
berupa 7 langkah yang perlu diantisipasi. Dimulai dari asesmen resiko bencana sampai dengan penyediaan dana untuk pembangunannya. Mitigasi pada langkah keempat dihentikan jika risk atau toleransi dapat diterima. Jika tidak rencana dilanjutkan sampai langkah ketujuh yang merupakan prioritas dari mitigasi proyek yang diperlukan yaitu menyediakan pendanaan untuk mewujudkan. Perkembangan terbaru untuk meramalkan terjadinya gempa adalah dengan adanya awan diatas daerah terjadinya gempa. Menurut Sarmoko (peneliti di LAPAN) awan misterius tersebut tercipta akibat pergumulan uap air panas yang muncul dari rekahan permukaan bumi dengan udara dingin di angkasa. Uap air panas yang bertekanan tinggi melesak dari tanah sebagai dampak aktivitas seismik tingkat tinggi diperut bumi Memang hasilnya baru sekitar 60% kecocokannya dengan gempa yang terjadi. Sebagai contoh ketika terjadi gempa di Kobe pada tahun 1995 terjadi awan berbentuk seperti angin tornado terlihat dikota Kobe sebelum gempa terjadi. Meski terbukti kebenarannya para peneliti belum menggunakan prediksi gempa lewat awan yang terjadi untuk konsumsi publik. Gempa dapat terjadi 4-5 hari setelah penampakan awan gempa bisa juga terjadi setelah 130 hari kemudian melihat pengalaman yang terjadi di Jepang, AS dan China. Pemantauan satelit awan gempa merupakan terobosan besar untuk mitigasi bencana gempa. Penelitian lanjutan masih terus dikembangkan dengan megklarifikasi lewat satelit.


DAMPAK 

Kerusakan pada Fondasi Dangkal akibat gempa Fondasi dangkal secara luas banyak digunakan didaerah-gempa untuk struktur skala kecil sampai skala menengah. Daya dukung fondasi dangkal berkurang pada waktu terjadinya momen akibat gaya horizontal ketika terjadi gempa. Mekanisme kegagalan yang terjadi dapat dimodelkan dengan dengan teknik Particle Image Velocimetry (PIV), yang banyak digunakan pada mekanika fluida untuk mengukur defleksi. menunjukkan mekanisme keruntuhan menurut Prandtl.  terlihat pengaturan model uji pondasi strip diatas lapisan pasir dengan menggunakan shaking table (Knappet et,all.,2004). Shaking table bekerja berdasarkan momentum sudut penyimpanan (storing angular momentum) dari motor roda penggerak, kemudian dikonversikan menjadi gerakan horizontal melalui sebuah motor dengan memberikan gerakan sinusoidal input pada frekwensi tunggal. 


Di tuang di blog oleh. :

DSM.IBRAHIM DaSilva 
atau Mbah Brohem / Gus brohem 
(  MBAH BRO / GUS BRO )

Guna  mendukung para satgas bencana maupun para relawan utamanya khusus utk para personal TAGANA INDONESIA  
guna memahami dan mengenal karakteriatik lbh dalam dan detail  dalam melakukan MITIGASI dan MAPPING dampak dari
 BENCANA MULTI LATERAL dan DIMENSI

Tidak ada komentar: