Disaster

Minggu, 31 Desember 2017

MENGEKSPLORASI BENCANA SEBAGAI A PERFECT MEDIA OF EVENT

EKSPLORASI NETAPA BENCANA

BARU saja tangis negeri ini reda karena longsor Banjarnegara, kini giliran bencana banjir di berbagai daerah yang minta perhatian. Bukan hanya bencana alam,  dikejutkan hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Lalu banjir bandang Manado, Bima, Lombok Timur,  Pacitan, erupsi gunung kelud,  gunung sinabung dan gunung Agung,  lalu gempa beruntun di jawa barat. 

Media, selaku penyiar informasi, lantas berlomba-lomba menyuguhkan berita teraktual dari tanah bencana. Bahasannya pun tak jauh-jauh dari skala bencana beserta kerusakannya, analisis ilmiah pakar perihal penyebab bencana, dan jumlah korban dengan kondisi mereka yang memprihatinkan. Yang kemudian menimbulkan pertanyaan, setelah menjejali publik dengan berita semacam itu, lalu apa?

Sebagai konsumen media, pemberitaan bencana kerap menghanyutkan kita pada perasaan iba, simpati, takut, dan perasaan-perasaan lain yang berbasis pada kemanusiaan. Selama ini kita pun menganggap perasaan tersebut wajar. Manusiawi. Justru, kita akan merasa ”tidak berperikemanusiaan” bila tidak terlarut dalam perasaan semacam itu. Kenyataannya, kita terlarut dalam emosi sedemikian rupa tak sekadar karena realitasnya memang demikian. Dengan lihainya media meracik pemberitaan bencana yang kaya akan nilai kesedihan untuk menggedor rasa simpati kita. Sebab, mereka tahu, pemberitaan semacam itulah yang akan memiliki nilai jual tinggi!

Sedari dulu bencana selalu menjadi a perfect media event. Sebab, bencana adalah paket komplet nilai-nilai berita. Di antaranya aktualitas, menyangkut hajat hidup orang banyak, serta adanya proksimitas (kedekatan). Singkatnya, meminjam pernyataan Lukmantoro (2007), sebagai komoditas, berita-berita bencana memiliki keunggulan untuk terus-menerus diperdagangkan.
Sayangnya, nilai-nilai berita tersebut lalu menjadikan berita bencana identik dengan kesedihan. Di media cetak dan online, teras berita kerap diawali deskripsi mendetail kondisi korban bencana di pengungsian. Berita televisi bahkan lebih gila lagi. Lewat permainan angle kamera serta iringan musik sendu, sisi traumatis dan dramatis bencana dijadikan semakin kuat. Korban lantas digambarkan hanya sebagai sosok yang tak berdaya. Coba saja perhatikan berita televisi, judul yang dipakai sering mengandung kata ”nestapa” ataupun ”derita”. Yang kemudian judul tersebut dilanggengkan dengan pertanyaan reporter seputar ”bagaimana perasaan Anda?”.
Ini miris. Sedih kala menghadapi musibah adalah keniscayaan. Namun, perlukah kesedihan itu terus dilanggengkan? Bukankah membangun motivasi justru lebih penting? Lagi pula, pemberitaan semacam itu hanya akan berujung munculnya wacana bahwa pemerintah kita gagal memitigasi bencana. Yang sayangnya, wacana tersebut kemudian dengan sendirinya kalah lewat wacana tandingan bahwa bencana adalah takdir Tuhan yang tak dapat dihindari.
Lagi-lagi, yang perlu dipertanyakan, lalu apa? Pemberitaan semacam itu toh tak banyak mengakomodasi kebutuhan korban bencana –selain membuat publik bersimpati dan berdonasi lewat wadah donatur yang ”secara ajaib” disediakan televisi itu sendiri. Selama ini kita selalu menggaungkan idiom Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Namun faktanya, kita cepat melupakan bencana. Setelah menghegemoni publik lewat berita bencana yang sarat kesedihan, dogma ”berita ini sudah tidak seksi lagi” kemudian membuat kita tak peduli dengan hal-hal pascabencana. Tak menaruh perhatian dengan rehabilitasi seusai bencana serta apa yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi bencana di kemudian hari. Padahal, hal semacam inilah yang sebenarnya penting.

Bangun Resiliensi

Jepang mungkin bisa menjadi kiblat kita perihal jurnalisme bencana. Berbeda dengan di sini, menampilkan korban bencana justru merupakan aib bagi orang Jepang. Berita-berita bencananya miskin drama. Mereka lebih fokus untuk terus berpikir ke depan. Sisi inilah yang kita perlukan. Meski memang jurnalisme bencana Jepang juga tak lepas dari kritik. Jurnalisme mereka cenderung bersifat sunshine journalism, yang memberitakan ”baik-baiknya saja” dan menutupi fakta-fakta negatif yang juga perlu diketahui publik. Namun, sisi membangun resiliensi itu yang perlu ditiru media kita.

Seharusnya, setelah menyatakan premis mengenai dahsyatnya bencana yang terjadi, penting pula disampaikan, menjadi korban bencana bukan akhir dunia. Media harus mampu membuat berita yang tidak membuat publik takut dan lari dari bencana. Seperti yang ditulis dalam buku Disaster Through A Different Lens terbitan United Nations, journalists do more than just break the news. Media perlu mengajak publik mengenal bencana dan belajar darinya. Jadikan ruang diskusi terkait bencana yang biasanya berat menjadi lebih populer. Bukan sekadar menanyakan bagaimana perasaan Anda, bagaimana kondisi di pengungsian, atau apakah Anda memiliki firasat sebelumnya.

Jurnalis yang diterjunkan ke tanah bencana harus berbekal amunisi perihal kondisi daerah bencana sehingga tak gelagapan dalam membuat berita. Jurnalis juga harus paham situasi sosial-budaya daerah tersebut sehingga tahu perlakuan yang diperlukan untuk meningkatkan resiliensi masyarakatnya.

Sebagai suatu industri, sah-sah saja bila media, terutama media televisi, mengutamakan berita yang berpotensi rating-nya tinggi. Namun, pola pemberitaan bencana selama ini tetap perlu diubah. Sebab, sebagai the first, the most important, bahkan kadang the only one information, media yang akan membentuk pengetahuan publik tentang bencana. Agar di masa mendatang kita lebih siap dan sigap dalam menghadapi bencana. Agar ke depannya kita tak sekadar menjadi generasi ”saya turut prihatin” atau ”bukan urusan saya” setiap kali bencana terjadi.

By. Gus Broo

Sabtu, 30 Desember 2017

DATA BENCANA TAHUN 2017

2.341 KEJADIAN BENCANA, 377 TEWAS DAN 3,5 JUTA JIWA MENGUNGSI DAN MENDERITA AKIBAT BENCANA TAHUN 2017   

Tahun 2017 segera berakhir. Bencana selalu menyertai setiap waktu di tahun 2017. Data sementara, tercatat 2.341 kejadian bencana selama tahun 2017. Rincian kejadian bencana tersebut terdiri dari banjir (787), puting beliung (716), tanah longsor (614), kebakaran hutan dan lahan (96), banjir dan tanah longsor (76), kekeringan (19), gempabumi (20), gelombang pasang dan abrasi (11), dan letusan gunungapi (2). Sekitar 99 persen adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan.

Dampak yang ditimbulkan akibat bencana selama tahun 2017, tercatat 377 orang meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka dan 3.494.319 orang mengungsi dan menderita. Kerusakan fisik akibat bencana meliputi 47.442 unit rumah rusak (10.457 rusak berat, 10.470 rusak sedang dan 26.515 rusak ringan), 365.194 unit rumah terendam banjir, dan 2.083 unit bangunan fasilitas umum rusak (1.272 unit fasilitas pendidikan, 698 unit fasilitas peribadatan dan 113 fasilitas kesehatan).

Bencana longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa. Tercatat 156 orang tewas, 168 jiwa luka-luka, 52.930 jiwa mengungsi dan menderita, dan 7 ribu lebih rumah rusak akibat longsor selama 2017. Sejak tahun 2014 hingga 2017, bencana longsor adalah bencana yang paling mematikan. Paling banyak menimbulkan korban jiwa meninggal dunia. Seringkali longsornya kecil namun menyebabkan satu keluarga meninggal dunia. Hal ini disebabkan jutaan masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan longsor sedang hingga tinggi dengan kemampuan mitigasi yang belum memadai. Implementasi penataan ruang harus benar-benar ditegakkan untuk mencegah daerah-daerah rawan longsor berkembang menjadi permukiman.

Dampak banjir menyebabkan 135 orang tewas, 91 jiwa luka-luka, lebih dari 2,3 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak. Puting beliung atau angin kencang juga terus mengalami peningkatan. Dari 716 kejadian putting beliung telah menyebab 30 jiwa tewas, 199 jiwa luka, 14.901 jiwa mengungsi dan menderita, sekitar 15 ribu rumah rusak.

Pengaruh siklon tropis Cempaka pada 27-29 November 2017 menyebabkan bencana di 28 kabupaten/kota di Jawa. Banjir, longsor dan puting beliung menyebabkan 41 orang tewas, 13 orang luka-luka dan 4.888 rumah rusak. Daerah yang paling terdampak adalah di Pacitan, Wonogiri, Kulon Progo dan Gunung Kidul karena berdekatan dengan posisi Siklon Tropis Cempaka.

Data BMKG selama tahun 2017 hingga 20/12/2017, telah terjadi 6.893 kali gempa, dimana gempa dengan kekuatan lebih dari 5 SR sebanyak 208 kali, gempa dirasakan 573 kali, dan gempa merusak sebanyak 19 kali. Artinya hampir setiap hari terjadi gempa dengan rata-rata 19 kali. Dampak gempa yang merusak adalah gempa 6,9 SR di Barat Daya Tasikmalaya yang menyebabkan lebih dari 5.200 rumah rusak.

Sedangkan dari 127 gunungapi di Indonesia, hanya ada 2 gunungapi yang status Awas yaitu Gunung Sinabung sejak 2/6/2015 hingga sekarang dan Gunung Agung sejak 27/11/2017 hingga sekarang. Suatu gunungapi jika statusnya Awas maka berpotensi tinggi terjadi erupsi. Erupsi pasti terjadi selama gunung tersebut berstatus Awas. Yang penting masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di dalam radius berbahaya yang ditetapkan PVMBG. Di luar radius bahaya tersebut maka kondisinya aman dan normal. Sementara itu 18 gunungapi status Waspada. Lainnya status normal.

Upaya komprehensif dalam pencegahan dan pemadaman yang kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan hasil yang signifikan. Selama 2017, luas kebakaran hutan dan lahan hanya 150.457 hektare atau menurun 65,7 persen dibandingkan tahun 2016. Begitu juga jumlah titik panas berkurang 33 persen. Tidak ada bandara, sekolah dan aktivitas masyarakat yang terganggu oleh asap. Selama 2 tahun terakhir, asap kebakaran hutan dan lahan tidak ada yang sampai mengganggu negara tetangga.

Dari sebaran bencana, daerah paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa Tengah (600 kejadian), Jawa Timur (419), Jawa Barat (316), Aceh (89), dan Kalimantan Selatan (57). Sedangkan untuk kabupaten/kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah Kabupaten Bogor (79), Cilacap (72), Ponorogo (50), Temanggung (46), dan Banyumas (45).

Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah. Hingga saat ini masih dilakukan perhitungan dampak dari bencana. Kerugian ekonomi paling besar akibat bencana selama tahun 2017 adalah dampak dari peningkatan aktivitas vulkanik dan erupsi Gunung Agung di Bali. Penetapan status Awas pada September 2017 yang kemudian terjadi erupsi Gunung Agung pada 26-30 November 2017 telah menyebabkan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 11 trilyun. Kerugian ini sebagian besar berasal dari kredit macet masyarakat yang harus mengungsi dan dari sektor pariwisata. Menteri Pariwisata menyatakan kerugian di sektor pariwisata di Bali mencapai Rp 9 trilyun dari dampak erupsi Gunung Agung.

Beberapa kerusakan dan kerugian akibat bencana yang terjadi pada tahun 2017 antara lain adalah banjir dan tanah longsor pengaruh Siklon Tropis Cempaka sekitar Rp 1,13 trilyun, banjir Belitung Rp 338 milyar, banjir dan longsor di Lima Puluh Koto Rp 253 milyar, longsor Cianjur Rp 68 milyar dan lainnya.

Tentu saja bencana ini banyak berpengaruh pada masyarakat yang terdampak. Bencana memerosotkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang mengalami bencana berulang, seperti banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun. Begitu juga bagi masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura dan lainnya yang terlanda banjir berulang. Lahan pertanian yang terendam banjir menyebabkan gagal panen. Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang. Petani terpaksa hutang lagi untuk modal menanam padi berikutnya. Begitu juga masyarakat yang terkena bencana, harta miliknya hilang sehingga jatuh miskin dan memerlukan bantuan.

Kita memang tinggal di negara yang kaya bencana. Indonesia adalah laboratorium bencana. Bukan super market bencana. Untuk itulah sudah seharusnya kita harus siap menghadapi bencana. Bencana adalah keniscayaan. Besar kecilnya bencana sangat ditentukan oleh alam. Pengaruh manusia begitu dominan merusak alam, meningkatkan kerusakan hutan, degradasi lahan, kerusakan lingkungan, DAS kritis dan lainnya telah makin memicu terjadinya bencana. Untuk itulah, pengurangan risiko bencana harus menjadi mainstream dalam pembangunan di semua sektor. Pengurangan risiko bencana menjadi investasi pembangunan untuk kita dan generasi mendatang.

Selamat menyongsong Tahun Baru 2018. Semoga kita makin tangguh menghadapi bencana.

Sutopo Purwo Nugroho
KA.Pus DaTin dan Humas  BMKG

Senin, 18 Desember 2017

me - REE FRES kembali tentang MANAGEMENT DISASTER

Mari kita refres kembali agar tdk lupa

Ancaman adalah kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan jatuhnya korban jiwa, kerusakan aset atau kehancuran lingkungan hidup. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan bencana. Istilah ancaman seringkali disejajarkan dengan bahaya.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh alam dan/atau non-alam maupun manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pengurangan Risiko Bencana adalah  upaya- upaya pengurangan risiko bencana di wilayah desa.  menyediakan mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kerjasama berbagai pemangku kepentingan dalam keberlanjutan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana melalui proses yang konsultatif dan partisipatif.

Kelompok Siaga Bencana/Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat atau Tim Relawan Penanggulangan Bencana adalah kelompok di tingkat desa yang menjadi pelopor atau penggerak kegiatan pengurangan risiko bencana.

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat atau mereka yang kurang beruntung dalam sumber daya pembangunan didorong untuk mandiri dan mengembangkan kehidupan sendiri.

Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risikorisiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya-bahaya lingkungan maupun bahaya-bahaya lainnya yang menimbulkan kerentanan.

Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat adalah proses pengelolaan risiko bencana yang melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuannya.

Penilaian Risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian dan potensi dampak yang dapat ditimbulkan suatu ancaman terhadap suatu wilayah dan segala sesuatu yang berada di wilayah tersebut.

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Rencana Aksi Komunitas merupakan rencana tindak yang disusun komunitas sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana untuk meredam ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas. Rencana tindak merupakan perincian dari rencana penanggulangan bencana.

Rencana Kontinjensi merupakan dokumen perencanaan yang didasarkan pada keadaan darurat yang diperkirakan akan segera terjadi atau dapat terjadi. Rencana kontijensi mungkin tidak diaktifkan jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Rencana ini disusun untuk mengurangi korban dan kerugian apabila keadaan darurat yang dimaksudkan terjadi.

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan oleh bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu, yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

By.  Goes Bro hemm

Rabu, 13 Desember 2017

Hujan Meteror Geminid akan datang pada tengah malam 13 - 14 Desember 2017

Setelah kalah oleh cahaya supermoon pada Desember 2016 silam, Geminid akan kembali bisa diamati dengan nyaman pada tahun 2017 ini. Hujan meteor yang terkenal dengan meteor terangnya ini akan memuncak pada malam tanggal 13 hingga subuh tanggal 14 Desember.

Geminid dianggap sebagai salah satu hujan meteor terbaik setiap tahun, pada puncaknya diperkirakan akan muncul 120 meteor per jam. Namun, intensitas yang tinggi itu hanya berlaku bila Anda mengamatinya di lokasi pengamatan yang gelap gulita, cuaca cerah, jauh dari perkotaan.

Bila mengamati di wilayah perkotaan atau yang telah tercemar polusi cahaya, intensitasnya bisa menurun drastis hingga hanya 10-30 meteor per jam. Dengan begitu, usahakan untuk merencanakan kemping atau berkemah di lokasi yang jauh dari kota bila ingin mengamatinya.

Hujan meteor Geminid sendiri diperkirakan telah terjadi hampir 200 tahun terakhir. Menurut catatan yang diketahui, pengamatan Geminid pertama yang tercatat pada tahun 1833 dari sebuah sungai di Sungai Mississippi.
Sejak saat itu, intensitas Geminid bukannya menurun, melainkan selalu menguat. Itu karena gravitasi Jupiter telah menarik arus partikel dari sumber hujan meteor ini, asteroid 3200 Phaethon, yang menjadikannya lebih dekat ke Bumi selama berabad-abad.

Jam Berapa?

Pertanyaan ini sering terlontar bila kami menginformasikan adanya peristiwa hujan meteor. Dan beruntunglah Anda yang gemar membaca, kami akan berikan jawabannya di artikel ini.

Pengamatan hujan meteor Geminid bisa dimulai pukul 23.00 waktu setempat daerah Anda pada tanggal 13 Desember 2017. Geminid, seperti namanya, memiliki titik radian di rasi bintang Gemini, yang ciri khasnya memiliki dua bintang terang, Castor dan Pollux.

Titik radian adalah titik khayal di mana hujan meteor seolah muncul. Untuk titik radian Geminid, pada pukul 23.00 waktu setempat daerah Anda, ia akan berada pada ketinggian sekitar 33 derajat cari cakrawala timur laut, persis seperti pada gambar di atas.

Meskipun meteor akan seolah muncul dari titik radian ini, meteor-meteor juga dapat muncul di seluruh penjuru langit. Namun untuk mendapatkan pengamatan terbaik, temukan saja rasi bintang Gemini. Pengamatan tidak memerlukan teleskop, namun justru butuh lokasi pengamatan dengan medan pandang luas tanpa cahaya sedikitpun.

Temukan tempat yang nyaman untuk berbaring di tanah, jauh dari lampu dan idealnya di area langit gelap. Bawa selimut atau berpakaian hangat karena Anda akan mengamati di tengah dinginnya malam. Adaptasi mata Anda dengan gelapnya langit malam sekitar 20-30 menit untuk mendapatkan meteor pertama Anda.

Mengapa Bisa Terjadi?

Apakah ini kembang api dari NASA? Tentu bukan. Geminid berasal dari debris yang ditinggalkan oleh asteroid 3200 Phaethon, sebuah asteroid yang mungkin telah mengalami tabrakan dengan benda lain di masa lalu sehingga menghasilkan arus partikel di sepanjang orbitnya. Ketika Bumi melintasi bekas orbit asteroid ini, arus partikel tadi masuk ke atmosfer, lalu menciptakan hujan meteor.

Asteroid ini mengorbit Matahari setiap 1,4 tahun. Kadang-kadang mendekati Bumi (pada jarak yang aman) dan juga melewati sangat dekat dengan Matahari.

Ukuran debris dari asteroid 3200 Phaethon saat memasuki atmofer Bumi sebagai hujan meteor sangatlah kecil, mulai dari sebesar bola kasti sampai sebesar pasir. Dengan begitu, mereka akan terbakar habis di atmosfer sebelum sempat jatuh menimpa atap rumah Anda.

Jadi, semoga cuaca cerah saat puncaknya nanti. Selamat berburu meteor!

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2017/12/hujan-meteor-geminid-2017.html#ixzz518N8Gqe2

Sumber : http://www.infoastronomy.org/2017/12/hujan-meteor-geminid-2017.html#ixzz518MxHCTl

Sabtu, 09 Desember 2017

*INFO BENCANA GEMPA TERKINI*. Dampak Gempa 5.8 Sr,

*INFO BENCANA GEMPA TERKINI*.    
Dampak Gempa  5.8 Sr,  

Guncang Morotai  19 Nov 2017

 jam  : 01.30  wib

= >  486 jiwa memgungsi,  

= >  311 Bangunan rusak,  

= > Desa terdampak,  


Ds Posi 2,  Ds. Leo 2 , Ds.  Aru Burung,  di pulauRao,

Ds. Lou Pulau,  

Ds Pulau Saminyamau, 

 Ds. Wayabu Pulau Morotai,   

*Total kerusakan/

165  Rumah Rusak Berat.

>> 127 Rumah Rusak Sedang.

>> 6 Rumah Rusak Ringa 

1 Unit  Pustu Rusak Berat,  

1 Unit Pustu  Rusak Ringan,  

1 Gedung SD Rusak Berat

GERAKAN PRB BANJIR

Gerakan PRB BANJIR
Tindakan tindakan kesiapsiagaan sebelum banjir antara lain:

• Evaluasi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tindakan tindakan saat banjir terakhir sangat penting dilakukan oleh masyarakat. 
Waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan ini adalah 1-2 bulan sebelum musim hujan. Seluruh masyarakat diharapkan dapat memberi masukan untuk merancang tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebelum banjir. Pertemuan ini juga  membahas tentang pembagian tugas yang harus disepakati bersama sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

• Pada perencanaan awal, perhatian khusus ditekankan pada orang-orang yang secara fisik, ekonomi, dan sosial tidak mampu, misalnya anak-anak, wanita hamil dan manula.

• Pemerintah setempat menjadi bagian dari pertemuan warga ini dan terlibat dalam pengamatan dan perencanaan awal untuk menyatupadukan dukungan mereka. Diharapkan orang pemerintah yang terlibat seperti pemadam kebakaran, polisi, rumah sakit, pmi dan lain-lain,  bisa ikut memberi  masukan-masukan dan apa yang harus dilakukan.

• Pertemuan ini dilakukan secara teratur di tingkat RW dan kelurahan agar semua isu-isu yang terkait dalam banjir dapat dibahas dan disatukan sehingga pelaksanaan semua kegiatan kesiapsiagaan dan mitigasi banjir. Seperti pengumpulan sampah yang efisien, pembersihan selokan, kampanye peningkatan kesadaran, sosialisasi sistem peringatan, pengungsian, dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Contohnya banjir yang diakibatkan karena tanggul jebol bisa lebih mengerikan sebab kecepatannya sangat besar dan sangat merusak. Untuk pengurangan risiko bencana banjir bisa dilakukan upaya antisipatip dengan memeriksa tanggul. Bila ditemukan tanda tanda di bawah ini segra dilaporkan agar bisa segera diperbaiki. Tanda tanda itu antara lain (1). Ada retakan di tanggul (2). Ada rembesan di luar tanggul (3). Tanggul mulai longsor, (4). Air sungai mulai meluap (over topping).     

( Gus brohem)

ROOT MAP PETA BANJIR

PEMBUATAN PETA RAWAN BANJIR

Musim hujan datang, banjir mengancam lagi permukiman di kiri kanan sungai yg besar yg umumnya menjadi langganan banjir. Berdasarkan sejarah banjir di Indobesia maka ancaman ini yg paling banyak terjadi dan juga paling banyak menimbulkan korban, kerusakan dan kerugian.
Ada banyak cara untuk mengurangi risiko banjir yaitu antara lain :

1. Buat kesepakatan membentuk Masyatakat Tangguh Banjir  (MTB) di sepanjang sungai yg jadi langganan banjir. Bisa dikelompokkan menjadi beberapa MTB tergantung panjang sungai yang kebanjiran
2. Masing masing MTB membuat peta ancaman banjir yaitu dengan cara :
- batasi kawasan yg pernah banjir berdasarkan kedalaman genangan (D) dan kecepatan aliran sungai (K). Bila D lebih dari 1 m dan K tinggi maka termasuk bahaya tinggi (ditandai dengan beberapa *pathok merah*). Kalau D 0.5 - 1 m dan K sedang maka termasuk bahaya sedang (ditandai dengan *pathok kuning*) Bila D lebih kecil 0.5 m dan K lebih kecil maka termasuk bahaya rendah (diberi beberapa tanda *pathok hijau*)

2. Pemgukuran kecepatan K
Untuk K sebaiknya diukur di lapangan, bisa disepakati kalau
KECEPATAN TINGGI bila orang tua tidak bisa berdiri tegak terdorong arus.
KECEPATAN SEDANG bila orang tua bisa berdiri tegak terdorong arus tapi untuk anak anak bisa berbahaya
KECEPATAN RENDAH bila anak anak atau ibu ibu tidak terpengaruh arus.

3. Gambarkan pathok pathok yag terpasang dalam peta dan hubungkan masing masing pathok warna dan Peta Kawasan Rawan Banjir (KRB)
1. KRB Merah.... ancaman tinggi
2. KRB Kuning....ancaman sedang
3. KRB Hijau ...... ancaman rendah

4. Buat prosedur penyelamatan :
1. Bagi warga yg bermukim di KRB merah maka disarankan untuk mengungsi bila banjir dan seluruh perabotan diikat kuat. Atau secara perlahan rumah diganti rumah panggung. Sangat disarankan pindah.

2. bagi warga yg bermukim di KRB kuning disarankan membuat ruangan lantai 2 untuk memindahkan barang penting, barang elektronik. dll.

3. bagi warga yg bermukim di KRB Hijau menyiapkan dan menyimpan semua peralatan penyelamatan, menyiapkan tempat sementara untuk mengungsi, melatih diri untuk memyelamatkan saudara yang lainnya.

5. Setiap anggota MTB ada pembagian tugas seperti bagian logistik, operasional, penyelamatan,  telekomunikasi, P3K dll

6. Masing masing MTB membuat jaringan komunikasi yg baik dengam MTB  yang bermukim di bagian hulu banjir maka MTB di bagian hilir siap siap.

7. Latihan kedaruratan sangat penting


(  Goes Bro.. Hem) 

Arsip Blog