Disaster

Minggu, 24 Maret 2024

JALUR ROTASI SABUK FOTON.., jika bumi dalam rotasinya melewati bahkan masuk jalur rotasi sabuk poton, maka dampaknya Bumi alami kegelapan total ( bukan peristiwa gerhana ) selama 3 har i

KEJADIAN DI BUMI PADA 8 APRIL 2024  Akan terjadi kegelapan slm 3 hr ketika bumi melewati sabuk poton. Inilah saat bumi masuk & melewati sabuk ini. Tdk akan ada sinar matahari atau cahaya bulan di permukaan bumi. Foton adalah partikel2 elektromaknetik yg bergerak dg kecepatan cahaya & akan bertindak sbg penghalang atau perisai sementara di bumi yg mencegah cahaya matahari atau bintang melewatinya. Ini diperkirakan akan berlangsung selama 72 jam atau 5 hari. Tidak ada jeda atau periode cahaya. Selama 3 hari hanya akan ada kegelapan. Direkomendasikan untuk stok makanan, air, lilin& barang2 penting lainnya. Semua sinar matahari akan terhalang & panel surya tidak akan menghasilkan energi. Tetap di rumah & hindari bepergian demi keselamatan. Sinar matahari akan kembali ke bumi menandai dimulainya jaman keemasan.

APAKAH DAN SIAPA SERTA BAGAIMANA SABUK FOTON BISA BIKIN BUMI ALAMI KEGELAPAN SELAMA 3 HARI.

Sabuk foton adalah wilayah hipotetis ruang yang dikatakan berisi foton berenergi tinggi, atau partikel cahaya. Beberapa sistem kepercayaan New Age dan spiritual berpendapat bahwa tata surya kita secara berkala melewati sabuk foton ini, dan peristiwa ini dapat berdampak signifikan pada kesadaran manusia dan evolusi spiritual.

Menurut kepercayaan ini, ketika tata surya kita memasuki sabuk foton, peningkatan energi dari foton dapat menyebabkan “kebangkitan spiritual” pada manusia dan bentuk kehidupan lainnya di Bumi. Beberapa pendukung kepercayaan ini berpendapat bahwa peristiwa ini dapat menyebabkan peningkatan kemampuan psikis, peningkatan kesadaran spiritual, dan bahkan penyembuhan fisik.

Penting untuk dicatat bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung keberadaan sabuk foton, dan gagasan tersebut tidak diakui oleh ilmuwan atau astronom arus utama. Gagasan tentang sabuk foton dianggap sebagai ilmu semu dan tidak didukung oleh observasi atau pengukuran ilmiah apa pun.

Konsep sabuk foton berasal dari tahun 1970-an dan digunakan oleh beberapa zaman baru dan guru spiritual untuk menjelaskan kebangkitan spiritual pada manusia. Namun, ini bukanlah konsep ilmiah dan oleh karena itu, tidak diakui oleh komunitas ilmiah.

Singkatnya, sabuk foton adalah wilayah ruang hipotetis yang dikatakan berisi foton berenergi tinggi. Beberapa sistem kepercayaan berpendapat bahwa tata surya kita secara berkala melewati sabuk foton ini, dan peristiwa ini dapat berdampak signifikan pada kesadaran manusia dan evolusi spiritual. Namun konsep ini tidak didukung oleh observasi atau pengukuran ilmiah apa pun dan dianggap sebagai pseudosains.

Sabtu, 23 Maret 2024

meretas jejak Gempa Tuban 6.0 SR, sejauh 750 tahun psilam menuju gempa purba. Di desa purbakala

Tuban nama dari suatu kabupaten yang ada di propinsi Jawa timur, yang mempunyai banyak destinasi wisata dan perpaduan alam desa yang kemudian di bentang oleh lekukan aliran sungai Bengawan Solo.  Disamping itu pula, Tuban menyimpan rekam jejak sejarah era zaman kerajaan bahkan menyimpan pula misteri rekam jejak geology purba..

Berlalunya dan bergantinya serta berjalannya waktu,  era, masa,  dan zaman Tuban terus berbenah dan bersolek .., menjadi salah satu destinasi pilihan ..dan alternatif. ...

Namun di balik keindahan dan bersoleknya Tuban,  terseruak potensi PONTENSI dan ANCAMAN BENCANA, di samping bencana hidrometeology  khususnya banjir dari DAS Bengawan Solo,  yang sudah menjadi rutinitas tahunan bagi masyarakat Tuban,  apa lagi pasca bencana Gempa dan Tsunami Aceh lalu gempa Padang, Pangandaran kemudian gempa Yogya,  wilayah kabupaten Tuban masuk dalam potensi kerawanan jalur gempa,  setelah beberapa praktisi dan ahli serta ilmuan  menemukan jalur jalur rekam jejak gempa purba,  setelah di temukan nya jalur gempa atau sesar purba Lembang...

Potensi dan kerawanan  serta ancaman bencana gempa makin menyeruak keatas... ketika di garis perairan laut Utara Jawa  mulai bergerak dgn gempa gempa berkekuatan 4.0 SR ke bawah,  yg nota bene jalur perairan PANTURA, merupakan lokasi jalur yg jauh dari jalur pertemuan lempeng bumi di letaknya di samudra Indonesia di sepanjang selatan wilayah laut Indonesia yg terbentang mulai perairan di selatan NTT hingga Banten yg bersambung  Utara perairan laut pulau Sumatra,  

Di sinilah Tuban mulai menjadi daya pikat dan dinlirik oleh para praktisi, peneliti,  akademisi bahkan para ahli kegempaan,  untuk saling kolaborasi,  melakukan Ekspedisi JawaDwipa. 

Ekspedisi Jawa Dwipa merupakan kegiatan penjelajahan menyusuri jejak sejarah gempa dan tsunami di wilayah Jawa Timur khususnya dan seluruh wilayah Jawa pada umumnya yang didukung oleh program kesiap-Siagaan  atau bahasa gaeknya Pengurangan Resiko Bencana ( PRB ) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Wilayah Tuban terkenal dengan julukan bumi wali. Selain itu, wilayah Tuban juga memiliki banyak sekali rahasia dibalik semua kejadian yang pernah terjadi di masa lalu. Salah satu hal yang menarik adalah temuan prasasti Warungahan yang ditemukan di Desa Prunggahan, Kecamatan Semanding.


Dilansir dari penelitian Sambodo (2018), prasasti tersebut memuat keterangan bahwa pada hari Sabtu Wage Paniruan tanggal 15 Kṛṣṇapakṣa bulan Weśaka tahun 1227 Śaka, (24 April 1305)29 Śrī Maharaja Nararyya Sanggramawijaya telah memberikan sebuah piagam peresmian penetapan ulang daerah. Waruṅgahan menjadi sebuah sīma. Alasannya adalah karena prasasti sebagai bukti penetapan dahulu hilang ketika terjadi gempa bumi. Piagam tersebut dikeluarkan atas permintaan para ahli waris pemegang prasasti, yaitu anak anak Pāduka Mpuṅku Śrī Buddhaketu.

Tidak diketahui dengan pasti kapan kejadian itu berlangsung karena di dalam prasasti hanya tertulis “°ika taŋ prasāsti hilaŋ ri kāla niŋ bhūmi kampa”, (prasāsti itu [telah] hilang ketika bhūmi berguncang). Satu hal yang pasti, kejadian itu terjadi pada masa pemerintahan Kertanegara (1190-1214 Śaka) karena penetapan awal sīma itu terjadi pada masa pemerintahannya. Besar kemungkinan bahwa Waruṅgahan itu adalah nama kuno dari Desa Prunggahan sekarang ini. Jarak tempat temuan prasasti dengan Desa Prunggahan sekitar ± 4 km. Desa Prunggahan sendiri terletak sekitar ± 3 km dari tepi laut. Mungkin daerah Waruṅgahan pernah dijadikan semacam tempat berkumpul untuk persiapan pengiriman pasukan pada masa pemerintahan Kṛtanagara. 

Kecamatan Semanding adalah salah satu kecamatan yang memiliki penduduk paling banyak. Temuan prasasti Warungahan merupakan pertanda bahwa wilayah ini pernah mengalami gempa besar hingga sebuah prasasti bisa hilang. Kejadian gempa adalah salah satu fenomena yang bisa berulang di masa depan. Bila terjadi gempa kembali, dimungkinkan dampaknya akan lebih besar bila kita tidak bersiap dari sekarang.

Namun sayang, banyak warga yang tidak mengetahui isi dari prasasti Warungahan. Seperti keterangan Wasiman, warga Desa Prunggahan yang hanya sekedar tahu bahwa di wilayahnya terdapat prasasti yang berisi pembebasan pajak di masa lalu. 

Setelah menemui Wasiman, kami bertemu dengan Handri selaku staf Desa Prunggahan. Menurut Handri, di wilayah Tuban jarang sekali ada bencana, apalagi gempabumi. Salah satu kekurangan wilayah ini adalah, tidak ada fasilitas kesiapsiagaan seperti jalur evakuasi dan juga titik kumpul serta rambu evakuasi. Pelatihan kesiapsiagaan juga belum pernah dilakukan. Bencana yang sering terjadi hanya angin puting beliung saja. 

Keberulangan kejadian gempa yang berjarak ratusan tahun membuat ingatan kolektif mengenai bencana ini perlahan-lahan hilang. Hanya catatan dan jejak sejarah yang dapat mengabadikan bencana tersebut. Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui secara lengkap terkait dengan peninggalan artefaktual yang berhubungan dengan gambaran kejadian bencana di masa lalu. Belajar dari Desa Prunggahan, 

Maka sebaiknya kita para relawan kebencanaan,  mari bersama sama menggali kembali dan mempelajari secara utuh tinggalan jejak bencana yang dapat dijadikan modal untuk upaya kesiapsiagaan. 

Karena bagaimanapun juga kita tetap tidak bisa lepas dan tidak pula meninggalkan rekam jejak PRB yang dilakukan oleh orang orang, masyarakat dan pemerintahan zaman era kerajaan Nusantara, bahkan era masa purba, menjalani berkehidupan sosial  yg jauh dari teknologi  atau bisa di kata zero teknologi before,  begitu jauh berbeda dgn kehidupan kita yg modern,. 

Semakin kita tidak melupakan sekarang dan rekam jejak purba apalagi bisa mengkolaborasi kan  dalam PRB  dgn berbasis I.T,  maka semakin teriak, tercerabut berbagai rekam jejak purba PRB dan misteri misteri kejadian bencana apapun yang pernah terjadi jauh di masa silam . 


Nara Sumber :

*-Wasiman dan Hendri 

  staf desa   PRUNGGAHAN.

*-  Goenawan A. Sambodo, “Prasasti Waruṅgahan Sebuah Data Baru dari Masa Awal Majapahit”, Amerta: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, Vol. 36 (1), Juni 2018.