Disaster

Jumat, 18 November 2022

Merajut Kembali Embrio Silaturahmi Melalui réunian tersaji Dalam Media Secangkir Kopi

*(  oleh Mbah Gus Bro...hem )*



Salam Satu kumpulan Réuni dari
Salah satu SMP Negeri Paling bergengsi dan terkenal pada zamannya 40 tahun yang lalu, di kota pahlawan...

Berbagai obrolan ringan, dan cerita yang seru diantara nafas dan rasa yg mendalam melepas rindu juga saling kangen kangenan yg sekian puluh tahun terpisah Oleh waktu dan kesibukan masing masing 

 mereka yang ada dalam renuian tersebut  menceritakan kisah sukses masing-masing*

Ada yang sudah bekerja  : 
- Jadi Dokter
- Jadi Arsitek 
- Jadi Pengusaha
- di dunia perbankan
- TNI
- POLRI
- ASN

Ada juga yg masih : 
- Nganggur
- pedagang
- Dll

dan mereka bekerja di
- Jakarta
- Bogor
- Depok
- Dll.

Ada yg SDH  ke 
-Luar Negri

Begitu juga mereka menceritakan kesuksesan istrinya masing2 ada yg :
- Pengusaha sukses,
- Anggota Dewan
- Dokter
- PNS
- Guru
- Bidan
- Kepala desa, dll

Mereka juga menceritakan ada yg sdh punya :
-rumah mewah
-mobil mewah
-tanah luas
-10 kamar kos-kosan, dll


Melihat para temen tersebut membicarakan kesuksesan mereka masing-masing, ternyata ada 1 orang teman dimana disamping kegiatan kerja sebagai driver Ojol, juga sebagai relawan kemanusiaan,

Teman tersebut segera ke dapur kemudian mengambil seteko kopi panas dan beberapa *cangkir kopi yang berbeda-beda.*

‎Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik. 

_“Sudah, sudah ..._ 
_Ngobrolnya berhenti dulu._ 
_Ini saya sudah siapkan kopi buat kalian,”_ 
seru sang teman yg hanyalah bekerja sbg driver ojol sekaligus relawan kemanusiaan,  memecah *keasyikan obrolan* mereka.

Hampir serempak, mereka kemudian berebut *cangkir terbaik* yang bisa mereka dapat.

Akhirnya, di meja yang tersisa hanya satu buah cangkir plastik yang *paling jelek.*

Lantas, setelah semua mendapatkan cangkirnya, sang teman pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari teko yang telah disiapkannya.

_“Mari, silakan diminum,”_ 
ajak sang teman, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari *cangkir terakhir yang paling jelek.*

_“Bagaimana rasanya?_ 
_Nikmat kan?_ 
_Ini dari kopi hadiah dari para penyintas ( para korban bencana tanah longsor di perkebunan kopi di lereng gunung beberapa tahun yang lalu ), 
ini  hasil kebun kopi para penyintas bencana longsor,  dan  kebetulan kemudian biji bijou  kopi ini  saya sangrai sendiri.”_

_“Wah, enak sekali kawan ... Ini kopi paling sedap yang pernah saya minum,”_ 
timpal salah satu teman  yang langsung diiyakan oleh teman yang lain.

_“Nah, kopinya enak ya?_
_Tapi, apakah kalian tadi memperhatikan._ 
_Kalian hampir saja berebut untuk memilih cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini?”_ 
tanya sang teman.
Kawan semua pun saling berpandangan. 

_"Perhatikanlah(kata sang teman) bahwa kalian semua memilih *cangkir yang bagus* dan kini yang tersisa hanyalah *cangkir yang murah dan tidak menarik.*_

_Memilih hal yang terbaik adalah wajar dan manusiawi._

_Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus perasaan kalian mulai terganggu._

_Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkan-nya._

_Pikiran kalian terfokus pada *cangkir,* padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan *kopinya.‎*_

_Hidup kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda yang kita miliki."_

Semua teman2 tertegun mendengar penjelasan dari sang tuan rumah.

Penjelasan dari sang tuan rumah  telah menyentak kesadaran mereka.

_"teman temanku semuanya Messi kita lama tfk pernah bersua sekian puluh Tahun yang lampau tercinta ..."_ 

_"Jangan pernah membiarkan *cangkir* mempengaruhi *kopi* yang kita nikmati._

_*Cangkir* bukanlah yang utama, *kualitas kopi itulah yang terpenting.*_
_Jangan berpikir bahwa :_
*- kekayaan yang melimpah,*
*- sarana yang mewah,* 
*- karier yang bagus dan*
*- pekerjaan yang mapan* 
merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dalam beribadah.

_*Itu konsep yang sangat keliru.*_

_Kualitas hidup dan ibadah kita ditentukan oleh :_ 
*"Apa yang ada di dalam"* 
bukan 
*"Apa yang kelihatan dari luar"*
_Status, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang disandang._
_Tak salah jika kita mengejarnya._
_Tak salah pula bila kita ingin memilikinya._

_*Namun, semua itu hanya sarana.*_

_Sarana hanya bermanfaat apabila bisa mengantarkan kita pada akhir tujuan._
Tujuan akhir kita adalah Syurga

_Apa gunanya  memiliki segala sarana, namun tidak pernah merasakan :_ 
_- kedamaian,_ 
_- ketenteraman,_ 
_- ketenangan,_ 
*dan*
_- kebahagian sejati di dalam kehidupan kita_

_*Jangan sampai sarana menjadi hal yang menyedihkan.*_

_Karena hal itu sama seperti menikmati *kopi* kualitas buruk yang disajikan di sebuah *cangkir* kristal yang mewah dan mahal ..."_


*Semoga Bermanfaat tetap semangat jaga kesehatan jangan lupa bahagia ...*

Rabu, 13 April 2022

LELAKI LANGIT

Satu cerita nyata dalam kehidupan yang di tuang dalam tulisan oleh sosok wanita yg berprofesi sbg seorang psikolog, juga sbg sosok ibu sekaligus sosok istri yg sholehah (satu perkampungan pesantren di Jepara jawa tengah     

           *LELAKI LANGIT*

Tiba-tiba aku terbangun.
Ketika jarum jam menunjuk angka 2.34 pagi.
Setengah mengantuk aku bergegas ke kamar kecil.

Enam detik kemudian aku terpaku heran. Sudah ada ibu berdiri di depanku.
Kenapa ibu ada di sini?
Bukankah almarhumah sudah lama meninggalkan kami.
Rasa kantung kemih penuh mendadak hilang ditelan bumi.
Seorang lelaki yang tak kukenal berdiri di samping ibu. Badannya kurus, wajahnya tirus.

_“Mas Bagus, ibu njaluk tulung yo._
_(Ibu minta tolong). Kalau umroh titip dia ini"_, ujar ibu dengan logat Jawanya yang kental sambil menunjuk lelaki di sampingnya.

_“Nggih Bu. Tapi nyuwun sewu, niku sinten tho?”_ (iya bu, tapi maaf itu siapa), tanyaku heran.

Ibu tidak menjawab.

Lelaki itu kupandangi kemudian.

IMRUL
Aku melihat itu di atas saku kemejanya.
Di bawahnya ada sederetan angka.
Jelas sekali semuanya terbaca.

Tiba-tiba aku terbangun dan mengerjapkan mata.

_“Mas Bagus mimpi lagi ya?”_ ujar istriku lembut sambil membelai kepalaku.

Jantungku berdegup keras.

_“Ini sudah 3 kali mimpi yang sama,”_ ujarku sambil bergegas pergi ke kamar kecil.
Jarum jam 4.34 pagi.
Adzan Subuh berkumandang.

*******

Sopirku pak Sanusi, menghela nafas berat di belakang kemudi.
Jakarta padat merayap malam hari ini.
Duduk di kursi belakang, aku sibuk dengan MacBook Pro menyelesaikan laporan audit tahunan yang hampir jatuh tempo.
Saat Pak Sanusi meliukkan Toyota Camry-ku, aku jadi teringat pada mimpi semalam.

Almarhumah ibu dan Ielaki yang tak pernah aku jumpa.
Kemeja bertuliskan Imrul dan  sederetan angka.

Mungkinkah deretan angka itu nomor handphone?
Apakah lelaki itu namanya Imrul?

Suara nada tunggu digantikan ucapan salam terdengar dari seberang sana, saat aku coba hubungi nomor tersebut.
Suara perempuan.

_“Apa saya bisa berbicara dengan Pak Imrul?”_, tanyaku sedikit ragu.

Hening tak ada jawaban sampai  beberapa menit kemudian.

_“Assalamu’alaikum, Iya ini dengan Imrul,”_ suara lelaki sopan.

Degg..!!
Ini pasti cuma kebetulan, dan jantungku berdegup keras.

Tak ingin berlama-lama di telepon, malam itu juga aku menyambangi rumah Imrul, lelaki kurus berwajah tirus tersebut.
Usianya sekitaran 30, plus-minus.

Kami lesehan di atas lantai semen yang sebagiannya retak, di ruang tamu sebuah rumah petak.

_“Panggil mas Imrul saja,”_
ujarnya sopan.

Aku tersenyum bercampur heran. Dari wajahnya, memang dialah lelaki yang ada dalam mimpiku itu.

_“Kalau boleh tahu, Bapak dapat nomor telepon ini dari mana?”_

Dan berceritalah aku tentang mimpi aneh yang berulang 3 kali itu.
Mas Imrul diam. Wajahnya makin tirus mirip kucing restoran berharap makanan.

_“Apa sampeyan pernah bertemu almarhumah ibu saya?”_
tanyaku sambil menyodorkan foto almarhumah di Hp-ku.
Tak perlu waktu lama buatnya untuk berkata, _"tidak"_.

Aku menggaruk kepala.

_“Mas, kalau bukan karena almarhumah ibu, saya tidak akan pedulikan mimpi itu”_,
ujarku pelan sambil memegang pundaknya.
_“Saya ingin mengajak mas Imrul pergi umroh.”_

_“Tapi saya ini mantan napi Pak. Belum sebulan bebas,”_
ujar Mas Imrul ragu.
Sepertinya dia tidak percaya dengan ucapanku / ajakanku umroh.

Bulu tengkuk di leherku berdesir aneh.

*******

_“Sampeyan dulu kenapa masuk penjara?”_ tanyaku, duduk di samping Mas Imrul yang sedang terpesona.
Seumur hidupnya dia baru pertama kali naik pesawat sebesar ini.
Perjalanan 9 jam Jakarta - Jeddah, mubazir rasanya kalau tidak mencari tahu tentang dia.
Lelaki biasa, mantan narapidana ini.

_“Sebelum masuk bui, kerja saya sebagai satpam. Belum setahun, kantor yang saya jaga kerampokan. Teman sesama satpam, ternyata berkomplot._
_Dua hari sesudah kejadian, semua pelakunya diringkus polisi._
_Di pengadilan, teman itu berbohong kalau saya ikut terlibat. Padahal, waktu kejadian malam itu saya diikat di toilet._
_Hakim lebih percaya dia, akhirnya saya dipenjara. Vonisnya dua tahun,”_ ujar Mas Imrul.

Aku menghela nafas...

_“Sebenarnya, yang bikin saya sedih bukan itu Pak,”_
sambung mas Imrul.
Air matanya sedikit meleleh.

_“Lalu apa mas?”_ tanyaku penasaran.

_“Saya gundah dan khawatir. Kalau saya dipenjara, siapa nanti yang akan merawat ibu._
_Saya anak satu-satunya._
_Apalagi ibu sudah lama lumpuh dan tidak bisa melihat._
_Setiap hari saya menyuapi dan memandikannya._
_Biar gaji kecil, setiap bulan saya selalu cukupkan membeli susu Ibu. Biar ibu tetap sehat.”_
Kali ini bulir air matanya mulai berjatuhan.

Duh Gusti Allah, ternyata aku jauh dibanding mas Imrul.
Waktu almarhumah ibu dirawat di rumah sakit menjelang wafatnya, aku malah sibuk persiapan rapat pemegang saham perusahaan.
Astaghfirullah...

_“Terus siapa yg mengurus ibunya mas Imrul?”_ tanyaku sembari mengelap mata.
Tak terasa aku ikutan menangis juga.

_“Saya minta tolong mbak Yuni, saudara jauh dari kampung. Itu lho, perempuan yang menerima telepon Pak Bagus tempo hari._
_Kebetulan saya masih ada sedikit tabungan, jadi semua uangnya dipakai buat mengurus ibu selama saya dipenjara._
_Dia yang mengurus ibu semenjak itu._
_Saya minta dia datang tiap hari ke penjara, menceritakan kondisi ibu._
_Kalau mbak Yuni datang dan cerita tentang Ibu, hati saya lega rasanya._
_Hati selalu was-was kalau mbak Yuni datangnya telat, khawatir ada apa-apa pada Ibu.”_

Aku cuma menunduk.
Malu pada lelaki di sampingku ini.
Jabatanku mentereng, gaji ratusan juta, tetapi tak bisa dibandingkan dengan ketulusan mas Imrul dalam merawat ibunya.

_"Gusti Allah, apa yang Engkau mau dari pertemuan aku dengan lelaki sholeh ini?_
_Biar aku sadar kesalahanku?_
_Bukankah percuma karena almarhumah sudah tiada?"_
Desahku dalam hati...

_“Baru 6 bulan dipenjara, mbak Yuni kapan itu gak datang dua hari Pak”_, mas Imrul melanjutkan ceritanya.
_“Saya was-was. Ternyata Ibu saya meninggal dunia Pak._
_Sedihnya lagi, Pak sipir penjara nggak ngebolehin saya keluar sebentar buat ziarah ke makam ibu._
_Saya cuma bisa nangis di penjara Pak. Mohon ampun sama Allah.”_

Air mataku menderas.
Duh Gusti Allah, cobaan hidup lelaki ini ternyata berat.
Aku belum tentu kuat menjalaninya.

_“Mas Imrul kan vonisnya 2 tahun. Kenapa bisa bebas lebih cepat?”_ tanyaku sambil menyeka air mata.

_“Oh, kalau itu karena kasus saya diperiksa kembali sama polisi dan pengadilan Pak,”_ ujarnya sambil ragu mengambil kain hangat yang disodorkan awak kabin.

_“Setelah sidangnya diulang, terbukti saya memang tidak bersalah._
_Teman yang berkomplot itu akhirnya berterus terang,”_ ujar mas Imrul pelan.
_“Sebetulnya saya sudah memaafkan teman itu. Sejak pertama kali difitnah.”_

_“Sejak pertama kali sudah memaafkan?”_ tanyaku tambah heran.

_“Iya pak Bagus. Kalau ada orang memfitnah, buat saya cuma dua. Kalau fitnah itu benar, maka saya mohon ampun sama Allah. Tapi kalau fitnah itu salah, maka saya maafkan dan mohon ampunkan dia dari kemurkaan Allah,”_ ujarnya datar.

Degg..!!
Aku langsung teringat fitnah yang menimpaku setahun yang lalu.
Aku dituduh memanipulasi laporan pajak perusahaan.
Si penuduh berhasil aku sikat habis di pengadilan.
Aku beruntung dapat pengacara yang handal.
Tapi sekarang aku menyesal.
Mengapa sepertinya kata maaf tidak pernah ada dalam kamus hidupku selama ini.

Ternyata lelaki ini bukan orang biasa.
Mas Imrul, seorang satpam,  mantan narapidana, tidak dikenal di bumi, tapi terkenal di langit.
Inilah lelaki langit yang semua malaikat pencatat kebaikan pasti mengenalnya.

*******

Tiga hari di Mekkah kami menginap di Royal Clock Tower (Zamzam Tower).
Aku dan mas Imrul menghabiskan seluruh hari penuh dengan ibadah.

Tak cuma itu.
Ada yang spesial di umroh kali ini, dan itu semua karena mas Imrul.
Aku biasa telat shalat fardhu, lalu shalat berjamaahnya cuma di dekat hotel.
Tapi tidak saat bersama Mas Imrul.
Kami selalu berada di shaf depan, melihat langsung Ka’bah.

Aku belum pernah mencium hajar aswad padahal umroh berkali-kali, tapi tidak saat bersama mas Imrul.
Badannya yang kurus justru berhasil membawaku mencium batu hitam itu berkali-kali sepuasnya.
Kami juga shalat di Hijir Ismail dan lama berdo’a di Multazam, antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah.
Semuanya lancar tanpa halangan.

Mas Imrul terlihat sangat menikmati perjalanan umroh ini.
Dalam benakku, kalau pulang nanti dia akan aku pekerjakan sebagai satpam di rumahku.

Hari keempat kami berangkat ke Masjid Nabawi, Madinah Al-Munawaroh.
Dalam bis VIP mas Imrul lebih banyak diam dan berdzikir.

_“Kalau saya perhatikan, mas Imrul tak pernah kelihatan susah,”_ ujarku sambil memiringkan sedikit badan ke arahnya.

_“Allah yang membolak-balikkan hati Pak,”_ ujarnya datar.
_“Maka mintalah itu pada-Nya. Kalau kita menjaga Allah, kita pun akan dijaga-Nya.”_

_“Maksudnya menjaga Allah itu bagaimana Mas?”_

_“Jaga Allah dengan menyempurnakan hari,”_ ujar Mas Imrul serius.

_“Maksudnya bagaimana Mas?”_

_“Hari yang sempurna itu diawali dengan bangun malam. Shalat tahajjud dan witir. Minimal 2 plus 1._
_Lalu Dhuha minimal 2, dan shalat rawatib yang jumlahnya 12 raka’at. Utamanya shalat sunnah fajar sebelum subuh._
_Selalu shalat wajib berjama’ah di masjid._
_Membaca Al-Qur’an usahakan 1 juz setiap hari._
_Senin-Kamis puasa sunnah. Itulah hari yang sempurna.”_

Aku hanya terpana...

Mobil Camry, Mercedez Benz, Pajero, rumah mewah hasil jerih payahku, jadi seperti harta tak bermakna...

Sampai di Madinah, setelah shalat ashar di masjid Nabawi, kami berdesakan menuju *Rawdhah.*
Area khusus dengan karpet hijau itu memang jadi rebutan para jama’ah.
Kami menunggu giliran dengan sabar, berdiri di belakang pembatas putih.

Ketika petugas masjid membukanya, serentak setengah berlari kami menuju pojok paling dekat dengan tembok di sebaliknya makam Rasulullah saw.

_“Mas, ayo cepat shalat disini. Perbanyak istighfar, shalawat & do’a. Ini salah satu tempat yang paling mustajab buat berdo’a,”_ ujarku sambil bersiap-siap sholat.

Di sampingku mas Imrul dengan khusyu’ mendirikan shalat sunnah.
Selesai shalat, aku duduk berdo’a di sampingnya yang masih berlama-lama sujud.
Area Rawdhah sudah sesak dipenuhi jama’ah.

Tak sampai 10 menit kemudian, muncul petugas masjid menyuruh kami segera pergi.
Waktu sudah habis.
Sekarang giliran jama’ah lainnya yang sudah menunggu di balik pembatas putih.

Aku melihat mas Imrul masih sujud.
Petugas masjid menepuk pundakku, menyuruh kami segera pergi.
Entah do’a apa yang dipanjatkan mas Imrul, mengapa begitu lama.

Aku mengguncang halus punggungnya.
Badannya terguling lemah.
Mas Imrul telah tiada...!
Wajah tirusnya tersenyum damai.

Dia meninggal dalam keadaan terbaiknya.
Husnul khatimah saat sujud di Rawdhah, *taman surga.*

Badanku lemas...
Jantungku berdegup kencang.
*Lelaki langit itu telah kembali kepada Rabb-nya...*

*******

Aku duduk sendiri di kelas bisnis.
Penerbangan Jeddah - Jakarta terasa lengang.
Baru saja aku terlelap di kursi, suara awak kabin membangunkan para penumpang untuk makan malam, 6 detik kemudian aku terduduk diam.

Kenapa ibu yang membangunkanku? Ibu kan sdh meninggal.?

_“Mas Bagus, matur nuwun sanget,”_ ujar ibu dengan logat Jawanya yang kental dan senyum khasnya...

*******

Allah swt berfirman:

ﻳَﺎ ﺃَﻳَّﺘُﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲُ ﺍﻟْﻤُﻄْﻤَﺌِﻨَّﺔُ ﮦ
ﺍﺭْﺟِﻌِﻰ ﺇِﻟَﻰٰ ﺭَﺑِّﻚِ ﺭَﺍﺿِﻴَﺔً ﻣَﺮْﺿِﻴَّﺔً ﮦ
ﻓَﺎﺩْﺧُﻠِﻰ ﻓِﻰ ﻋِﺒَﺎﺩِﻯ ﮦ
ﻭَﺍﺩْﺧُﻠِﻰ ﺟَﻨَّﺘِﻰ ﮦ

_"Hai jiwa yang tenang."_
_"Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya."_
_"Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,"_
_"dan masuklah ke dalam surga-Ku."_
(QS. Al-Fajr, 89: 27-30)

😌🙏❤💕

Minggu, 27 Maret 2022

SOSOK AMIR SYARIFUDDIN KECERDASANNYA BAGIAN DARI SEJARAH KELAM BAGI IDIOLOGY PANCASILA DAN NKRI

SOSOK AMIR SYARIFUDDIN:

PROLOG
Lahir sebagai muslim yg taat satu di antara sosok inspirasitif yg penting terwujudnya sumpah pemuda -2, salah satu pencetus  berdirinya cikal bakal GMNI ( Kristen ),  salah satu pencetus lahirnya faham komunis di nusantara, salah satu pula berdirinya gerakan anti fasisme dgn cara kerjasama dgn belanda,  dan pendiri PNI, PARTINDO, GERINDO dan tikoh pendiri FDR dgn gabungab partai berfaham komunis lalu dgn kecerdasannya pula FDR merubah menjadi PKI )*

Mantan Perdana Menteri Indonesia, Amir Syarifuddin dikenal sebagai politikus ulung nan licin namun harus dihukum mati karena terlibat pemberontakan di Madiun 1948.

Memilih simpang kiri jalan, petualangan politik pada akhirnya membawa Amir Syarifuddin Harahap ke lubang penderitaan.

Amir merupakan pejuang, sosok penting dalam sejarah, seperti juga Sukarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir sebelum prahara 1948 di Madiun membuatnya terpinggirkan.

Dia Lahir di Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907, Amir dibesarkan sebagai seorang muslim. 
Dalam catatan sejarah, Amir disebut sebagai muslim taat yang menjadi politikus licin di kemudian hari.

Amir terpelajar berkat pendidikan Belanda. Dia memulainya di Europeesch Lagere School (ELS) atau sekolah berbahasa Belanda di Medan yang diperuntukkan golongan keluarga terpandang pada 1914-1921.

Berbekal intelektualitas Amir kemudian melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda. Dia mendapat tawaran saudaranya, Todung Sutan Gunung (TSG) Mulia, yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad.

Pria yang gemar menghisap tembakau dengan pipa cangklong itu menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Harleem dan aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok Kristen. 

Satu di antaranya CSV-op Java yang menjadi cikal bakal Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Amir tak bisa menamatkan pendidikan di Leiden karena masalah keluarga. 
Pada 1927 ia kembali dan melanjutkan studi dan lulus dari Sekolah Tinggi Hukum di Batavia (Jakarta).

Pada usia 24, tepatnya tahun 1931, Amir memutuskan untuk pindah keyakinan atau agama. 
Proses itu terjadi seiring ketertarikan Amir dengan gerakan kiri.

Meski berpindah keyakinan, Amir tetap menjadi seorang yang taat. Menurut Amir, komunisme dengan ajaran Kristen tak perlu dipertentangkan karena keduanya membicarakan kemanusiaan. 

Hal tersebut merupakan proses pencarian personal secara spiritual yang lazim dilakukan oleh tokoh-tokoh besar. 
Amir mencoba mencari jawaban terhadap persoalan yang dihadapi.

Amir punya karakter untuk mencari semacam kebenaran spiritual terhadap posisinya. Itu hal yang umum di antara kita bahwa kita mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan juga hal yang kita anggap cocok dengan diri kita.

Menurut saya tak ada yang mesti dipertentangkan antara komunisme dengan suatu agama tertentu. Sebab, pemahaman komunisme pada masa itu bukan merupakan antitesis terhadap agama sebagaimana yang berkembang belakangan ini.

Kalau dalam konteks masyarakat saat itu, dia [komunisme] menjadi sebuah jawaban. Orang mencari jawaban terhadap situasi pada masa kolonial yang bisa keluar dari masalah dan jawabannya saat itu, ya, PKI, komunisme, yang paling di depan katakanlah dalam menyuarakan antikolonialisme dan antiimperialisme.

Peran Amir di masa pergerakan nasional terbilang penting. Kongres Pemuda II yang menelurkan ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928 menjadi titik tolak Amir dalam perjuangan meraih kemerdekaan.

Ia turut berperan serta dalam agenda tersebut mewakili Jong Sumatra dan ikut membidani kelahiran Jong Batak. 
Amir menjadi Bendahara.

Amir sempat bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) Sukarno sebelum menggagas Partai Indonesia (Partindo) seiring PNI dibubarkan. 

Pada Mei 1937, Amir bersama rekannya seperti Adnan Kapau Gani, Mohammad Yamin, Sanusi Pane, dan lainnya membentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), sebuah kelompok berpaham kiri yang antifasis.

Dalam buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan yang diangkat dari skripsi Soe Hok Gie, Amir ditangkap pemerintah Hindia Belanda pada 1940. Ia diberi pilihan, diasingkan ke Boven Digoel atau bekerja sama dengan pemerintah melawan fasisme Jepang.

Setelah berkonsultasi dengan Gerindo, Amir memilih pilihan kedua.

Amir diberikan 25 ribu gulden oleh Van Der Plass untuk menjaring kekuatan bawah tanah.

Dalam pertemuan di Rawamangun, Jakarta, bersama dengan sejumlah tokoh seperti Pamudji (tokoh PKI ilegal), Subekti dan Atmadji (Gerindo), Sujoko (Barisan Rakyat Solo), Widarta (Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia), Kiai Mustofa, serta Liem Koen Hian, lahir sebuah Gerakan Rakyat Antifasis (Geraf).

Gerakan bawah tanah itu pada kenyataannya mudah terbongkar oleh Jepang, yang ketika itu sudah mengambil alih pemerintahan Hindia Belanda. 

Pada 1943, Amir bersama sejumlah orang di kelompoknya ditangkap. Amir dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Militer Jepang, namun selamat berkat intervensi Sukarno dan Hatta.

Amir diberikan kepercayaan oleh Sukarno untuk menjadi Menteri Penerangan pada 2 September 1945 hingga 12 Maret 1946 di Kabinet Presidensial. Pada masa itu, ia mengeluarkan maklumat tentang kebebasan pers.

Kemudian, Amir menjabat Menteri Pertahanan merangkap Wakil Perdana Menteri. 
Kecakapan dan kecerdasan Amir, menjadi faktor ia bisa dipercaya untuk mengambil bagian dalam kabinet.

Semasa menjabat Perdana Menteri, Amir disibukkan dengan pelbagai polemik. Satu di antaranya terkait dengan ambisi Belanda yang masih ingin kembali menguasai Indonesia. Peristiwa penting ketika itu adalah Perjanjian Renville pada Januari 1948 yang menjadi latar belakang kejatuhan Amir.

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Republik Indonesia dengan Belanda akibat sengketa kedaulatan Indonesia. 

Perjanjian dianggap merugikan bangsa Indonesia karena berdampak pada penarikan pasukan tentara di sejumlah wilayah yang tak mau dilepas Belanda sebelum terbentuk Republik Indonesia Serikat.

Belanda menguasai wilayah-wilayah penghasil pangan dan sumber daya alam.

Wilayah Indonesia terkungkung wilayah sengketa yang dikuasai Belanda, sekaligus mencegah masuknya pangan, sandang, dan senjata ke wilayah Indonesia. 

Indonesia mengalami blokade ekonomi yang diterapkan Belanda.

Kesepakatan dalam perjanjian tersebut dianggap merugikan kedudukan Indonesia. Banyak pihak termasuk partai-partai pendukung seperti Masyumi dan PNI mengutuk keras Amir selaku ketua delegasi. Sukarno pun meminta Amir meletakkan jabatan.

Amir sejak itu memilih jadi oposisi di masa Kabinet Hatta. Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang berdiri dengan Amir menjadi salah satu pentolannya menentang keras kabinet Hatta.

FDR merupakan gabungan dari Partai Sosialis, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Partai Buruh, PKI, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Hampir seluruhnya adalah organ berpaham kiri.

Mereka menuntut agar kesepakatan Renville dibatalkan hingga menghentikan pelbagai perundingan dengan Belanda.

Aksi FDR semakin berkembang seiring kembalinya tokoh PKI, Musso, dari Moskow, Uni Soviet, pada Agustus 1948. Satu bulan berikutnya, Musso membentuk politbiro PKI di mana Amir ditempatkan pada bagian pertahanan.

FDR diubah menjadi PKI. Lalu melancarkan pemberontakan dan berhasil menguasai sejumlah wilayah seperti Madiun, Kediri, Purwodadi, Ponorogo, Blitar, dan Nganjuk. Di Madiun, mereka memproklamasikan 'Soviet Republik Indonesia'.

Pemerintah Indonesia lantas mengambil tindakan tegas dengan menggelar operasi militer dengan sasaran utama yakni Madiun, Purwodadi, dan Pacitan. Operasi militer membuat posisi PKI di Madiun semakin terdesak. Kondisi semakin sulit ketika Musso ditembak mati pada Oktober 1948.

Kelompok Amir hanya dapat bertahan sampai 29 November 1948. Mereka sempat mengembara mengitari Gunung Wilis dan Gunung Lawu. 
Persembunyian Amir dan beberapa orang lainnya di Desa Klambu, Grobogan, terendus dan pada akhirnya mereka menyerah kepada Pasukan Kala Hitam yang dipimpin Kemal Idris.

Amir sudah susah payah, kurus, dan pincang. Ia menderita disentri.

Harry Poeze, dalam bukunya berjudul Madiun 1945, menggambarkan mantan perdana menteri itu hanya memakai piyama, sarung, dan tak bersepatu saat tertangkap. Pipa cangklong yang biasa tak terpisahkan darinya, absen.

Dia dibawa ke Kudus untuk kemudian berlanjut ke Yogyakarta dengan kereta khusus.
Amir sempat diberikan buku Romeo and Juliet karya William Shakespeare oleh Kolonel Soeharto yang bertugas menjaganya.

Sesampainya di Yogyakarta, Amir, Soeripno, dan Hardjono ditahan di penjara Benteng lalu dibawa ke Solo.

Lantas pada tengah malam pada 19 Desember 1948 tepatnya di Desa Ngalihan, Karanganyar, Solo, 20 orang penduduk Desa Karangmojo menggali lubang 1,7 meter atas perintah tentara.

Lubang itu disiapkan untuk Amir, Maruto Darusman, Suripno, Oey Gee Hwat, Sardjono, Harjono, Sukarno, Djokosujono, Katamhadi, Ronomarsono, dan D. Mangku.

Buku Madiun 1948 PKI Bergerak gubahan Harry A. Poeze menuturkan percakapan singkat menjelang Amir dkk dieksekusi.

Mulanya, seorang letnan tentara menerangkan adanya surat perintah Gubernur Militer Gatot Subroto mengenai eksekusi mati bagi 11 orang tersebut.

"Apakah saudara sudah mengikhlaskan saya dan kawan-kawan saya?" tanya Amir.

"Saya tinggal tunduk perintah," balas letnan.

"Apakah saudara sudah memikirkan yang lebih jernih?" ujar Amir lagi.

"Tidak usah banyak bicara," kata letnan.

"Saya tidak menyalahkan saudara, tetapi dengan ini negara yang rugi," timpal Djokosudjono.

Letnan memerintahkan anak buahnya dalam regu tembak untuk mulai mengisi bedil.

Amir lantas menghampiri sang letnan. Sambil menepuk badan letnan ia berkata, "beri kami waktu untuk bernyanyi sebentar".

Letnan memenuhi permintaan tersebut. Sebelum bernyanyi, mereka menulis surat atas usul yang dilontarkan kali pertama oleh Suripno.

Kemudian, Amir dkk mengumandangkan lagu Indonesia Raya dan Internasionale, lagu kaum buruh sedunia. Setelah selesai bernyanyi, Amir berseru: Bersatulah kaum buruh seluruh dunia! Aku mati untukmu!

Kemudian, mereka ditembak satu per satu. Dimulai dari Amir.

Sumber:📕orang orang kiri di persimpangan

Jumat, 14 Januari 2022

BENCANA ALAM DALAM FILOSOFI DAN PRESFEKTIF HUKUM Rta dan HUKUM Rna DALAM.MASYARAKAT HINDU


*BENCANA ALAM DALAM FILOSOFI PERSPEKTIF HUKUM Rta dan HUKUM Rna dalam kehifupan masyarakat Hindu

Hukum Alam dan Hukum Wajib  sesuai masyarakat hindu
menyebutkan bahwa jagad raya atau alam semesta dikendalikan oleh *hukum lahir (Utpeti),*  *hidup (Stiti)* dan *mati (Pralina),*

 dan tak ada seorangpun yang dapat menghindari hukum tersebut. Ini sesuai dengan aksara suci OM yang merupakan penyatuan dari aksara *AUM yaitu Ang (Jawa: Ana),* 

 *Ung (Urip),* dan *Mang (Mati)* sebagai simbol dari hukum tersebut. Maka OM mencerminkan tidak saja kesucian tetapi juga keabadian kukum jagad raya atau alam semesta.

Apa artinya?
Artinya lahir, hidup, dan mati adalah sebuah keniscayaan. Lahir bisa dengan berbagai cara, ada yang dengan stek, cangkok, membelah diri, bertelur, lahir normal, sesar, lahir di jalan, di rumah sakit, dll. Hidup juga bermacam-macam. Ada yang miskin, kaya, jadi guru, petani, pengusaha, bahagia, menderita. Mati pun caranya bermacam-macam. Ada yang sakit berbulan-bulan, ada yang sebentar, ada yang tidak sakit tau-tau meninggal. Ada yang kecelakaan, ada juga karena bencana alam.

Keseluruhan alam semesta ini terdiri dari dua realitas: Purusha dan Prakriti.

*Prakriti adalah divine energy (energi ilahi).*

 Prakriti adalah penyebab awal dari seluruh fenomena alam materi, seluruh dimensi alam semesta - dan segalanya, tentu saja kecuali Purusha yang tidak memiliki penyebab maupun menjadi sebab. Prakriti menjadi sumber asal dari apapun yang bersifat material dan energi.

*Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari*  *(Rg Veda 2.72.4)*


Artinya:
Dari aditi (materi) daksa (energi) berasal dan dari daksa aditi berasal.

Dalam hukum modern, ini dikenal dengan hukum kekekalan energi.

Seringkali kita menghubungkan bencana alam dengan tingkah manusia yang semakin jauh dari ajaran dharma. Apa betul demikian?
Bisa benar bisa salah.
1. Tergantung bencananya. Ada bencana yang terjadi akibat ulah manusia. Banjir dan tanah longsor misalnya, bisa jadi karena ulah manusia dan bisa juga bukan. Tergantung konteksnya. Apalagi gempa bumi dan gunung meletus. Sangat kecil  bahkan boleh dikatakan tidak ada peran manusia sebagai penyebab kejadian bencananya.
2. Tergantung bagaimana manusia menyikapinya. Apakah kita siap dengan bencana yang terjadi? Apakah kita telah mempelajari, memperkirakan potensinya, memahami tanda-tandanya, bersiaga melakukan evakuasi ketika tanda-tanda itu datang, sampai pada sikap penerimaan akan Hukum Tuhan itu?

*Hukum alam Rta yang lebih mudah kita pahami sebagai Dharma* 

menjadi landasan Srada ketiga yaitu

 *Hukum Karma Pahala,*

 Karma adalah Perbuatan dan Pahala adalah Hasilnya. Hukum ini bekerja dengan sedemikian adilnya tanpa ada cacat cela. Kalaupun kita tidak mau peduli dengan bencana termasuk gempa bumi dan gunung meletus maka hukum karmapala juga bekerja. Karena hukum ini tidak pernah absen dalam segala aspek kehidupan.
Apa yang kita perbuat itulah yang akan kita terima.

*Ajaran Tri Rna*  mengatakan bahwa kita harus membayar hutang (saya lebih suka menyebut sebagai kewajiban) atas apa yang telah Tuhan berikan, para guru berikan, dan orang tua atau leluhur berikan. Tuhan memberikan kita akal budi, kecerdasan. Para guru memberi kita pelajaran pengetahuan. Orang tua memberi kita cintakasih maupun bimbingan sikap hidup dan kebiasaan baik. Semua itu harus kita balas dengan memanfaatkan akal budi dan kecerdasan kita untuk menyerap ilmu pengetahuan  tentang alam. Tentang hukum-hukum alam.

*Pemahaman terhadap Rta (Hukum Semesta)* dan *Rna (Kewajiban)* akan membuat kita selalu berusaha belajar dan bekerja keras menjaga harmoni jagad raya. Ini adalah sebuah kesadaran modern nan canggih.
Bahwa agama bukan hanya aturan tentang bagaimana manusia menyembah Tuhannya. Tapi juga bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lain. Bukan hanya hubungan sosial tapi juga hubungan pengetahuan, saling belajar. Juga hubungan ekonomi, saling berupaya membangun kesejahteraan.
Bahkan agama juga memberikan pedoman untuk manusia berhubungan dengan alam. Bagaimana memahami sifat-sifat alam, seberapa besar porsi yang bisa kita ambil dan harus seberapa besar kita memberi. Bukan hanya searah tapi harus timbal balik.
Konsep ini kita kenal dengan Tri Hita Karana , tiga hekarmonisan hidup yang mebuat hidup kita bahagia – membangun hubungan yang harmonis pada Tuhan, pada sesama manusia, dan pada alam. Pemahaman yang baik akan hukum alam membuat kita akan semakin meyakini konsep Tri Hita Karana. Kita meyakini hubungan yang baik dan harmonis manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia degan alam akan membuat hidup kita bahagia.

Sekarang kita masuk lebih jauh ke bencana. Bencana itu ada 2, yaitu bencana alam dan non alam. Bencana non alam jelas terjadi karena sepenuhnya ulah manusia. Ada bencana sosial, bencana politik, bencana ekonomi, dll. Yang ini tidak perlu kita bahas lebih jauh. Kita akan lebih fokus pada bencana alam, yang sering terjadi dan menjadi perdebatan: ini salah siapa dan bagaimana kita seharusnya bersikap.

Bencana Karena Ulah Manusia?

Bencana alam sering dikaitkan dengan perilaku manusia yang semakin menjauh dari ajaran Tuhan. Benarkah demikian?
Pertanyaannya, ajaran Tuhan yang mana?
Kejadian gunung meletus, gempa bumi, dan tsunami sering dikaitkan  dengan teguran atas tingkah laku manusia yang mulai melupakan ritual agama, kemaksiatan, dll. Lalu, apakah meletusnya gunung Agung tahun 1954 juga karena manusia di Bali sudah mulai meninggalkan ajaran leluhurnya? Lebih jauh lagi, apakah meletusnya gunung Toba puluhan ribu  tahun lalu yang mengakibatkan terbentuknya danau Toba juga karena manusia yang meninggalkan ajaran agama?

Bencana alam dibagi menjadi 2: bencana geologi dan bencana hidrometeorologi. 

*BENXANA GEOLOGY* 

Gunung meletus, gempa bumi, dan tsunami (bencana geologi) adalah konskuensi logis dan keniscayaan hukum Rta. Jagad raya diciptakan sedemikian sempurnanya sehingga ada tata surya yang nyaman menjadi tempat hidup manusia. Ada bumi yang kita tempati, ada matahari yang membuat bumi nyaman untuk kehidupan karena energi matahari membuat bumi memiliki segala persyaratan kehidupan seperti air, udara, dan segala zat yang terkandung baik di atmosfir, di permukaan bumi, hingga di perut bumi. Energi matahari yang diterima bumi mampu menggerakkan siklus hujan, dan menciptakan segala kebutuhan energi fosil (minyak dan batubara) juga energi panas bumi. Bumi kita terus berputar tanpa pernah berhenti sebagaimana Sang Hyang Widi juga tanpa pernah berhenti bersamadi. Inilah kehidupan.

Energi yang diterima bumi pada saatnya harus dikeluarkan untuk menjaga keseimbangan semesta. Maka gunung meletus dan gempa bumi adalah pertanda bahwa bumi kita tetap hidup. Tentu ini berbeda dengan planet lain yang tidak pernah mengalami letusan gunung dan gampa bumi karena memang tidak ada kehidupan.

Maka jika bencana gempa bumi dan gunung meletus dikaitkan dengan ulah manusia yang meninggalkan ajaran agama bukanlah hal yang tepat. Namun demikian sebagaimana ajaran Rta dan Rna maka bencana gunung meletus dan gempa bumi bisa saja dikaitkan dengan kurangnya kita menjalani kewajiban. Kita yang telah dibekali akal budi dan pengetahuan masih kurang memanfaatkan apa yang telah Tuhan, guru, dan orang tua berikan (Tri Rna) untuk belajar memahami tanda-tanda alam. Kurang menjaga harmoni Tri Hita Karana. Sudahkah para cerdik pandai membangun sistem peringatan dini bencana dengan baik? Sudahkan pemerintah menetapkan prosedur standar menghadapi bencana? Sudahkah masyarakat mematuhi peringatan dini yang ada? Atau justru merusak buoy tsunami? Sudahkan membangun gedung sesuai standar tahan gempa? Dll.
Jika dikaitkan dengan ini maka kerugian akibat bencana yang terjadi memang akibat ulah manusia yang tidak menjalani ajaran agama dengan baik. Dalam arti tidak mengimplementasikan ajaran agama dalam kehidupan yang semakin modern. Karena tujuan agama kita bukan hanya moksa melainkan moksartam jagadhita ya caiti dharma. Bukan hanya memikirkan bekal setelah mati melainkan juga harus mensejahterakan kehidupan di dunia.

Lalu bagaimana dengan bencana alam lain seperti banjir, longsor, kekeringan dll (yang disebut dengan bencana hidrometeorologi)? Untuk jenis bencana ini memang ulah manusia sangat besar pengaruhnya. Namun juga bukan sepenuhnya kesalahan manusia. Karena siklus alam juga selalu berusaha menjaga keseimbangannya dengan adanya hujan deras, angin kencang, dll. Hanya memang ulah manusia yang terlalu mengekploitasi alam seringkali membuat bencana hidrometeorologi terjadi semakin sering dan magnitudonya semakin kuat. Ini juga wujud sikap manusia yang tidak mengindahkan ajaran agama dalam konsep Rta, Rna, Karmaphala, dan Tri Hita Karana.
Tidak ada kesejahteraan yang bisa diraih bila hubungan satu dengan lainnya tak seimbang, patron – client, yang satu mengeksploitasi yang lain.

*Rg Veda I.1.9 yang menyatakan:*
*Sa nah piteva sunave
‘gne supayano bhava,
Sucasvanah svastaye*

Artinya:
Izinkan kami mendekatimu (bumi) dengan mudah, seperti ayah kepada anaknya; Semoga engkau senantiasa bersama kami.

Peran Ritual Keagamaan

Jika dalam ulasan di atas disebutkan bahwa bencana alam adalah siklus alam dan sebagian juga peran manusia dalam menjaga lingkungannya, lalu apa peran ritual keagamaan dalam kaitannya dengan bencana alam?
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap agama memiliki ritualnya masing-masing, meskipun bisa kita katakan bahwa Hindu merupakan agama dengan ritual yang mungkin paling banyak. Mengapa harus ada ritual? Tidak cukupkah hanya dengan doa atau japa atau mantra? Bukahkah Bhagawad Gita juga mengatakan demikian?

*Maha rsinam bhrgur aham Giram asmy ekam aksara Yadnyanam japa yadnyo aham Stha-varanam aham himalaya. (Bhagawad GitaX.25).*


Artinya:
Di antara Rsi Aku adalah Maha Rsi Bhrgu. Di antara aksara suci Aku adalah Omkara. Di antara Yandya Aku adalah Japa Yadnya. Di antara benda tak bergerak Aku adalah Himalaya.

Ritual adalah yadnya yang berisikan kalimat-kalimat mantra/japa berbalut tradisi dan budaya. Manusia seringkali memerlukan ritual untuk lebih bisa menguatkan niat dan memfokuskan pikiran dalam melantukan japa.
Tentu saja ritual tiap agama berbeda-beda tergantung dimana asal agama itu berkembang. Bahkan ritual agama Hindu juga bergantung pada budaya setempat. Lebih jauh lagi, ritual Hindu umumnya menggunakan sesaji yang melambangkan makna japa atau mantra yang dimaksudkan. Ibarat mengungkapkan cinta akan lebih afdol jika dilakukan dalam suasana romantis dengan perantara kuntum bunga. Sesaji yang menghiasi ritual Hindu seringkali diperepsikan tidak baik oleh peganut agama lain, bahkan dianggap sesat. Apalagi persembahan sesaji seringkali dihaturkan di gunung, laut, hutan angker, dll.
Dalam Hindu, alam adalah Tuhan dalam berbagai fungsinya. Dalam bentuk hujan Dia disebut Indra, dalam bentuk angin Dia disebut Bayu, dalam bentuk api Dia disebut Agni, dalam bentuk laut Dia disebut Baruna. “Ya Tuhan, engkau adalah Brahma, Wisnu, Siwa, Rudra…” demikian doa sehari-hari umat Hindu.  Weda memang menyatakan demikian. Maka lahirlah yadnya (persembahan suci) kepada api, kepada laut, kepada gunung. Itulah bentuk harmoni, saling menghormati, saling menjaga.

*Istan bhogan hi vo deva
Dasyante yajna bhavitah
Tair dattan appradayaibhyo
Yo bhunkte stena eva sah (Bhagawad Gita III.12)*
Artinya:
Dengan pemujaanmu kepada dewata, maka Dewata akan memberkahimu dengan kebahagiaan. Dia yang menikmati berkah tanpa melakukan yadnya, adalah ibaratnya seperti pencuri.

Jadi, apakah persembahan-persembahan itu sesat?
Kembali lagi, tergantung kesadaran kita. Kesadaran anak-anak akan melahirkan gambaran Tuhan yang kekanak-kanakan, kesadaran yang matang dan dewasa akan melahirkan gambaran Tuhan yang dewasa: maha bijaksana, maha adil, maha baik, maha pengertian. Terlalu besar DIA untuk dipahami, dimiliki dan diklaim seorang diri.

Ritual Hindu dengan segala uba rampe atau perlengkapanya berupa sesaji justru menjadi penguat niat dari japa mantra atau doa. Kekuatan ritual justru meneguhkan betapa seriusnya kita ingin selalu menjaga harmoni hubungan manusia dengan alam dan dengan Tuhan.


GUS BROHEM 

Relawan kebencanaan Indonesia