Disaster

Sabtu, 22 Februari 2020

Satu di antara pemyebab longsor adalah PRILAKU MANUSIA DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN DUNIAWI SEMATA TANPA MENYERTAKAN KAJIAN POTENSI KERAWANAN POTENSI BENCANA, DENGAN METODE PEMOTONGAN LERENG

LONGSOR INFRASTRUKTUR VITAL

Terputusanya jalan raya dan jalan kereta api menimbulkan kerusakan yang cukup besar dan di beberapa tempat diikuti korban. Suatu hal yang mestinya harus dipertimbangkan adalah KERUGIAN yang ditimbulkannya karena tidak berfungsinya infrastruktur itu yang bisa dihitung perharinya. Untuk menghindari korban, kerusakan dan kerugian lebih besar maka waktunya dilakukan asesmen risiko di sepanjang jalan dan rel ka tersebut. Sehingga segera diketahui kawasan mana yang berisiko tinggi dan dibutuhkan perbaikan segera, sampai diketahaui kawasan perlu pengawasan ketat dsb dsb.

Kenapa ASESMEN RISIKO PENTING? Seperti diketahui bersama salah satu penyebab longsor adalah PEMOTONGAN LERENG yang menyebabkan terjadinya peningkatan besar sudut kemiringan lereng sehingga lereng menjadi kritis. Jalan raya dan atau jalan kereta api sering dibuat dengan jalan memotong lereng sehingga secara umum posisinya di kawasan rawan longsor. Bahkan di beberapa kawasan di kiri kanan jalan muncul permukiman padat yang juga diikuti pemotongan lereng di sekitarnya.

Kita semua juga tahu Indonesia ada di kawasan tropis yang banyak hujannya dan saat ini gejala hujan semakin deras dan ekstrim sering terjadi. Jadi klop lereng di sekitar jalan dan rel KA kritis diikiti hujan yang deras cenderung ekstrim MAKA kemungkinan {PROBABILITAS)  terjadinya longsor semakin tinggi


Gus Brohem

(Dalam usaha mitigasi bencana dgn pendekatan disaster Sciencetific)

DISASTER MITIGASI Dengan belajar kearifan lokal pada relief di situs situs purbakala ANTARA HILANGNYA SITU AKSAN & BANJIR PAGARSIH

*SEBUAH RENUNGAN ;*
BANJIR PAGARSIH DAN LENYAPNYA SITU AKSAN 

 Dulu ketika terjadi letusan Merapi tahun 2010, mengakibatkan banjir lahar dingin yang memutus jalur perjalanan Jogja-Magelang. Semestinya, air banjir di Kali Putih tidak perlu naik ke jalan raya, karena tidak jauh dari tempat tersebut, sudah terdapat jalur sungai yang cukup dalam tempat air seharusnya mengalir. Kemudian, baru diketahui bahwa arah alir sungai tersebut adalah baru dan buatan manusia, merubah arah alir sungai asli yang kemudian ditutup. Maksudnya baik, aliran sungai dibuat lurus, tanpa kelokan. Realitasnya air punya logikanya sendiri, ia mengalir mengikuti jalur alamiahnya. Akhirnya, BNPB selaku pemangku penanggulangan bencana, mengalah mengeruk kembali jalur sungai yang lama, dan membangun jembatan yang sama sekali baru. Berdampingan dengan jembatan lama.

Dalam kasus banjir Pagarsih, saya heran dengan logika masyarakat Bandung yang selalu "hanya" menyalahkan pembangunan di daerah Utara yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab banjir di bawahnya. Mereka lupa, bahwa air banjir di Pagarsih hanya mencari kembali wadah alamiahnya yang sekarang tinggal nama, yaitu Situ Aksan. Sebuah danau dan rawa alamiah, yang sekira hingga limapuluh tahun yang lalu masih jadi salah satu obyek wisata di Bandung. Sekarang nyaris tak berbekas, karena konon pelan2 menyusut, mengering, dan akhirnya menjadi bangunan hunian, pabrik, dan berbagai fasilitas publik lainnya. Padahal dulu orang bisa berlayar di tengah-tengah danau. Situ Aksan pun menjadi penampung air bagi wilayah di sekitarnya saat musim hujan seperti, kawasan Pasirkoja, Holis, maupun Pagarsih.

Situ Aksan adalah jejak danau Bandung purba, yang oleh pemerintah Hindia Belanda tersebut dijadikan kawasan konservasi.  Pada  zaman kolonial dikenal dengan nama Westerpark.  Adapun jalan yang ada diberi nama Westerparkweg (sekarang Jalan Suryani). Situ Aksan bagi kolot baheula pernah menjadi objek wisata favorit hingga era 1950-1960-an. Jadi bila, sekarang banjir terjadi demikian dahsyat, jangan mudah menyalahkan anomali cuaca, hujan yang ekstrim, atau apa pun. Karena itu hanya semakin menunjukkan kita makin kurang arif dan justru memusuhi alam lingkungan kita. Alam selalu bersikap adil, ia punya logikanya sendiri. Air yang jadi banjir itu, dan berkali2 membuat mobil2 mengapung hanyut seolah sampah jalanan itu. Hanya sebuah penanda yang mengingatkan bahwa air juga punya jalannya sendiri. Air sebagai sumber kehidupan manusia, hanya ingin menunjukkan apa dan dimana  tempat yang pernah menjadi rumahnya. Dan entah apakah orang Bandung kiwari masih berani mengembalikannya lagi!


Gus Brohem

(Mencoba lakukan mitigasi bencana dgn menggali sejarah  lewat media situs situs kuno 

Belajar kilas balik dari Gempa Osaka Berkekuatan M 6,1 untuk kita jadikan satu semangat dalam peningkatan PRB

kota Osaka,
Jepang, diguncang gempa tektonik berkekuatan M 6,1 pada pukul 7.58 waktu setempat. Guncangannya dirasakan sangat kuat mencapai skala intensitas 6 (Japanese Seismic Intensity Scale), menjadi gempa terkuat yang dirasakan di Osaka Utara sejak 1923.

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, gempa Osaka merupakan gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif. Hal ini berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya.

Terkait gempa merusak di Osaka Utara yang dipicu sesar aktif dengan jalur dekat perkotaan, ada pelajaran penting yang dapat kita ambil. Daryono mengingatkan, banyak kota besar di Indonesia yang letaknya berdekatan bahkan dilewati jalur sesar aktif.

Tentang gempa Osaka

Episenter gempa Osaka terletak pada koordinat 34,833 Lintang Selatan dan 135,612 Bujur Timur di kawasan Takatsuki Osaka Utara, pada kedalaman hiposenter 13 km.

Gempa ini dikabarkan membuat listrik padam, merusak jalur pipa air bersih dan gas di Prefektur Osaka. Beberapa bangunan dilaporkan mengalami kerusakan sedang hingga berat. Setidaknya 4 orang meninggal dunia dan 370 orang lainnya menderita luka-luka. Seperti disebutkan di atas, gempa ini merupakan gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif.

"Secara tektonik distrik Kansai memang terdapat beberapa jalur sesar aktif yang dapat memicu gempa dangkal, seperti jalur Sesar Uemachi (Uemachi fault belt), Sesar Arima Takatsuki (Arima Takatsuki fault belt), dan Sesar Ikoma (Ikoma fault belt).

Hingga saat ini belum disebutkan sesar aktif mana yang membangkitkan gempa Osaka, karena kompleksitas tektonik regional.

Meski perlu kajian lanjut untuk menentukan sesar pembangkit gempa, ada dugaan gempa ini berasosiasi dengan sistem jalur sesar yang pernah membangkitkan gempa Kobe 1995 yang menewaskan sekitar 6,400 orang. Zona sesar Arima-Takatsuki, yang jalurnya paling dekat episenter gempa Osaka Utara ini dalam catatan sejarah pernah memicu gempa dahsyat Keicho-Fushimi pada 1596 dengan kekuatan M 7,5.

Pelajaran untuk Indonesia

Terkait gempa Osaka dengan Indonesia, kita tahu banyak kota besar di Indonesia yang letaknya berdekatan bahkan dilewati jalur sesar aktif. Pulau Jawa memiliki banyak sesar aktif berdekatan dengan kota besar. Sebagai contoh, jalur sesar Lembang yang sangat dekat dengan kota Bandung, sesar Cimandiri yang melintas dekat kota Sukabumi, sesar Opak yang jalurnya dekat kota Yogyakarta, sesar Semarang yang berada dekat kota Semarang, juga sesar Kendeng dan sesar RMKS yang jalurnya dekat kota Surabaya.

Di luar Jawa, kita juga dapat menjumpai jalur sesar berdekatan dengan kota besar, seperti sesar Palu-Koro yang membelah kota Palu, kota Sorong yang berdampingan dengan Sesar Sorong, dan kota Gorontalo yang dilalui Sesar Gorontalo.

Masih banyak kota besar di Indonesia yang berdekatan dengan jalur sesar aktif selain yang telah disebutkan di atas.

Kota-kota yang berdekatan atau dilalui jalur sesar aktif, wajib hukumnya untuk terus-menerus melakukan edukasi mitigasi gempabumi.

Mitigasi struktural perlu digalakkan dengan cara membangun bangunan rumah tahan gempa, dan mitigasi non struktural dengan cara meningkatkn kapasitas masyarakat dalam memahami gempa dan bagimana cara untuk selamat saat terjadi gempa.

Dengan membekali diri lewat edukasi mitigasi maka kita dapat menyelamatkan kita dari ancaman bencana gempa bumi.

Sumber :

Bpk Daryono

kita hidup di atas lempeng yg masuk *FASE BANGUN* Tumbukan dua lempeng tektonik, yakni Indo-Australia dan Eurasia, sedang saling mengunci. dan melepaskan energy hingga maximal di atas 9.0 SR

Peneliti sekaligus pakar geologi dari Brigham Young University Profesor Ron Harris mengatakan gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 berpotensi terulang di selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.  Harris dalam diskusi terkait mitigasi bencana gempa bumi di Jakarta, Jumat, mengatakan potensi tersebut didasarkan dari penelitian endapan tsunami yang dilakukan pada 2016 di beberapa wilayah selatan Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Harris mengungkapkan timnya mendapatkan pola endapan tsunami purba, yakni beerupa endapan pasir di dalam tanah yang terbawa saat terjadi gelombang, berupa dua garis endapan pasir. Pola endapan tersebut memiliki hasil yang sama di lokasi-lokasi penelitian, yakni Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Pangandaran Jawa Barat, Pacitan Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumba Nusa Tenggara Barat, Timor dan Waingapu Nusa Tenggara Timur.

Gunanya mengetahui pola endapan pasir tsunami purba tersebut ialah untuk mengetahui terjadinya tsunami di masa lalu sekaligus memprediksi pengulangan tsunami di masa datang. Harris menjelaskan, selama ini masyarakat Indonesia hidup di masa tanpa aktivitas gempa bumi dan tsunami, atau disebutnya berada pada fase "tidur". Namun pada waktunya akan ada pada saat fase "bangun" di mana gempa-gempa bermunculan.

Harris yang kerap melakukan penelitian tentang tsunami di Indonesia menerangkan bahwa masa tanpa aktivitas gempa dan tsunami tersebut dikarenakan tumbukan dua lempeng tektonik, yakni Indo-Australia dan Eurasia, sedang saling mengunci. Ilustrasinya, salah satu lempeng tersebut sedang mendorong lempeng yang lainnya. Sementara lempeng yang terdorong menjadi melengkung secara terus menerus, hingga pada akhirnya lempengan yang melengkung mendorong balik hingga akhirnya terjadi pergeseran lempeng tektonik yang menyebabkan gempa bumi dan tsunami.

Berdasarkan kalkulasi dari penelitian tersebut, pergeseran lempeng tektonik yang akan terjadi cukup berpotensi untuk menimbulkan gempa dengan kekuatan di atas 9 skala richter. "Potensi itu cukup membuat gempa berkekuatan 9,1 skala richter, atau mungkin 9,2, atau bahkan 9,5,

Gempa dengan kekuatan sebesar itu diprediksi akan berlangsung selama 20 detik, bisa menimbulkan gelombang maksimal setinggi 20 meter dengan kecepatan 620 kilometer per jam, dan bisa mencapai bibir pantai dalam waktu sekitar 20 menit. 


Sementara gempa di Indonesia itu unik, karena pusat gempanya sangat dekat dengan daratan